webnovel

Inevitable Fate [Indonesia]

Siapa bilang seorang Nathan Ryuu, lelaki blasteran Jepang - Perancis, adalah anak dari seorang konglomerat besar, sudah hancur dan tak memiliki cinta usai dia kalah dari Vince Hong dalam memperebutkan Ruby? Lelaki muda dan berkuasa ini terlalu jauh dari kata menyerah, meski pemikiran itu sempat menghinggapinya di awal-awal perceraiannya. Nyatanya, takdir dari langit mencoba menawarkan asa baginya untuk sekali lagi bertaruh pada cinta wanita tak terduga. Apakah dia berani mengambil taruhan itu? Wanita itu, Reiko Arata Zein, seorang blasteran Jepang - Indonesia yang harus berjuang sendiri ketika dunia sedang menguji dan menderanya. Kalaupun mereka memutuskan untuk bersatu, bisakah menghadapi semua badai yang diciptakan orang-orang di sekitar mereka? Atau lebih baik menyerah demi kebaikan bersama? ================================== =*= Novel DEWASA =*= ================ Tolong yang belum umur 18 tahun jangan coba-coba melirik apalagi membaca novel ini atau penulis tidak akan bertanggung jawab apabila Anda dewasa sebelum waktunya. Bijaksana dan bijaksini dalam memilih bacaan yang sesuai dengan Anda. Language: Indonesia Warning: (mungkin) akan ada adegan-adegan dewasa Source of story: (spin-off) Lady in Red 21+

Gauche_Diablo · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
702 Chs

Kembali ke Kampung Halaman

You never know just what tomorrow holds

And you're stronger than you know

- You're Gonna Be Ok by Brian & Jenn Johnson -

============

Ketika dua gadis itu hendak mencapai pintu gerbang keluar, mendadak saja terdengar suara Onodera Ryuzaki memanggil. "Nanako! Nanako!"

Tadinya Reiko tidak menoleh karena itu bukanlah namanya. Memangnya siapa yang akan repot-repot menoleh jika bukan namanya sendiri yang dipanggil. Tapi, dia kemudian teringat bahwa dia melabeli dirinya dengan nama palsu dan itu adalah seperti apa yang diteriakkan suara di belakangnya.

Segera saja Reiko menoleh bersamaan dengan mendekatnya Nathan Ryuu ke arahnya. Runa ikut melongo heran sambil bertanya-tanya, mau apa lagi pria itu?

Nathan Ryuu setengah berlari ke Reiko dan berhenti tepat di depan gadis itu sambil menyodorkan bungkusan plastik hitam cukup tinggi menjulang. "Untukmu." Wajahnya berseri-seri hasil dari lari dengan senyum menawan terurai di raut tampannya, menambah nilai sempurna dirinya.

"Hah? Apa ini?" Reiko tidak bisa menebak apa yang baru saja disodorkan Nathan Ryuu barusan. Tapi, ketika tangannya hendak membuka plastik hitam tersebut untuk melongok isinya, tangannya lekas ditahan Nathan Ryuu.

Lelaki itu berkata, "Jangan lihat di sini. Tunggu sampai aku pergi, oke? Yah, semoga itu cocok dengan seleramu, karena aku tidak tahu dan asal pilih saja." Setelah itu, Nathan Ryuu mengangguk kecil dan kemudian balik badan dan pergi begitu saja, menghilang di antara kerumunan orang di dalam sana.

Reiko masih melompong di tempatnya. Runa menyenggol dan berkata, "Ayo, pergi. Langsung pulang atau jalan-jalan dulu?"

"Aku harus ke kafe internet dulu untuk membayar di sana." Reiko teringat dia belum membayar sewa tempat tersebut.

Dua gadis itu pun pergi ke internet kafe tempat Reiko bermalam beberapa hari belakangan ini. Setelah membayar di sana, Reiko dan Runa pergi ke stasiun kereta dan mencari jadwal tercepat ke Kamakura.

Sebenarnya Runa masih ingin berjalan-jalan di Tokyo. Namun, karena temannya sedang berhalangan dengan urusan keluarga, tidak mungkin dia memaksakan diri mendatangi teman tersebut dan menginap di sana, apalagi bersama Reiko pula.

Jika menyewa hotel, rasanya terlalu membuang-buang uang. Lagipula, jalan-jalan ke Tokyo bisa dilakukan kapan saja nantinya. Mungkin memang lebih baik pulang saja.

Setelah menemukan kereta api yang tepat, dua gadis itu pun mulai duduk dan barang-barang sudah ditaruh di tempat yang disediakan.

Namun, Reiko teringat dengan bingkisan dari Nathan Ryuu. Plastik hitam itu. Maka, ia berdiri untuk mengambil bungkusan plastik hitam di kotak bagasi di atas kepalanya.

Usai menurunkan benda yang cukup berat tersebut, Reiko dan Runa bersama-sama melongok isinya.

Mata Reiko membelalak lebar ketika dia melihat apa isi dari bungkusan tersebut. Mulutnya membentuk huruf O lebar hingga mungkin bisa dimasuki telur bebek.

"Komik Michael?" Runa memiringkan kepalanya dan tangannya mengambil satu komik paling atas di dalam plastik itu. Ia membolak-balikkan komik tersebut. "Ini komik lawas, ya kan?"

Reiko masih termangu melihat apa yang tersaji di pangkuannya. Isi bungkusan plastik hitam tebal itu memang tumpukan komik Michael. Dia sudah memeriksanya dengan cepat. Semuanya adalah komik berjudul itu yang tadi di event sangat dia dambakan namun tak bisa dia beli karena keterbatasan uang.

Astaga! Kenapa Nathan Ryuu bisa membeli ini untuk dia? Reiko terus saja bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah ... ahh, tidak mungkin lelaki itu mengikuti dia selama di event, kan? Atau ... memang iya?!

Terkesiap akan pemikiran itu, Reiko mendelik antara takjub dan juga takut. Benarkah lelaki itu menguntit dia? Tapi ... bukankah tadi Nathan Ryuu berkata bahwa dia tak tahu apakah Reiko akan menyukai pemberiannya itu atau tidak karena lelaki itu tidak mengerti kesukaan dia.

Yah, mungkin Reiko hanya terlalu berlebihan memikirkan hal-hal. Tidak mungkin pengusaha sukses seperti Nathan Ryuu akan repot-repot menguntit dan mengerti apa yang dia suka dan tidak. Huft, betapa terlalu tinggi sekali kepercayaan diri Reiko sehubungan dengan itu? Dia jadi malu sendiri.

Maka, setelah menyimpan lagi dengan hati-hati tumpukan komik lawas incarannya itu ke bagasi seperti semula, Reiko duduk tenang di sebelah Runa.

"Aku tak tahu kalau kau ternyata hobi membaca komik." Runa menoleh sambil berkata. "Dulu, aku hanya mendapati kau membaca komik sekali saja di kelas ketika jam istirahat."

Runa teringat saat itu. Ketika jam istirahat dan banyak dari siswa di kelas menghambur keluar untuk pergi makan siang di kantin sekolah, ia malah menemukan Reiko sibuk dengan komik di bangkunya.

Ketika Runa menegur kenapa Reiko tidak ke kantin untuk makan siang, Reiko menjawab kalau dia lupa membawa bekal dan kebetulan menemukan komik itu di jalan ketika hendak ke sekolah pagi tadi.

Iba dengan itu, Runa pun membagi bekal makan siangnya bersama Reiko dan memaksa gadis itu untuk menerimanya.

Sejak itu, Runa mulai akrab dengan Reiko. Namun, dia mengira Reiko hanya membaca komik hanya untuk iseng saja.

"Aku ... aku mulai suka membaca komik menjelang kepindahanku ke Yokohama." Reiko menjawab rasa penasaran Runa.

Ya, benar. Reiko memang mulai menenggelamkan dirinya pada komik setelah orang tuanya meninggal dan dia harus tinggal dengan keluarga pamannya.

Saat itu, hanya komik yang menjadi penyelamat dia dari rasa bosan dan kesal atas sikap menyebalkan sepupu-sepupunya dan juga paman serta bibi yang kadang tidak bersikap adil padanya.

Selain komik, Reiko juga suka menari dan melakukan cosplay meski harus diam-diam di belakang keluarga pamannya. Ketika dia berhasil hidup mandiri keluar dari rumah paman itulah dia bisa bebas melakukan hobinya.

Di Tokyo, Reiko sempat ikut sebuah sanggar seni yang bagus bernama Adora. Pemiliknya sangat baik dan begitu mendukung anak-anak sanggar tersebut. Dan dari desas-desus yang beredar, pemilik sanggar Adora merupakan orang asli Indonesia, dan dia sangat amat cantik meski sudah melewati usia 30.

Namanya Andrea.

Ketika itu, Reiko sedang getol-getolnya ikut latihan dance di Adora, tapi berhenti saat dia mulai makin tenggelam di Yutub sebagai utaite dan yutuber.

Mungkin bukan jodoh dia dengan dance.

"Rei, sudah sampai!" Runa menepuk bahu sahabatnya. Rupanya mereka sudah tiba di stasiun Kamakura. Tak terasa 1 jam telah berlalu.