webnovel

Inevitable Fate [Indonesia]

Siapa bilang seorang Nathan Ryuu, lelaki blasteran Jepang - Perancis, adalah anak dari seorang konglomerat besar, sudah hancur dan tak memiliki cinta usai dia kalah dari Vince Hong dalam memperebutkan Ruby? Lelaki muda dan berkuasa ini terlalu jauh dari kata menyerah, meski pemikiran itu sempat menghinggapinya di awal-awal perceraiannya. Nyatanya, takdir dari langit mencoba menawarkan asa baginya untuk sekali lagi bertaruh pada cinta wanita tak terduga. Apakah dia berani mengambil taruhan itu? Wanita itu, Reiko Arata Zein, seorang blasteran Jepang - Indonesia yang harus berjuang sendiri ketika dunia sedang menguji dan menderanya. Kalaupun mereka memutuskan untuk bersatu, bisakah menghadapi semua badai yang diciptakan orang-orang di sekitar mereka? Atau lebih baik menyerah demi kebaikan bersama? ================================== =*= Novel DEWASA =*= ================ Tolong yang belum umur 18 tahun jangan coba-coba melirik apalagi membaca novel ini atau penulis tidak akan bertanggung jawab apabila Anda dewasa sebelum waktunya. Bijaksana dan bijaksini dalam memilih bacaan yang sesuai dengan Anda. Language: Indonesia Warning: (mungkin) akan ada adegan-adegan dewasa Source of story: (spin-off) Lady in Red 21+

Gauche_Diablo · Urban
Not enough ratings
702 Chs

Mengunjungi Ayah dan Ibu

Don't give up and don't give in

This won't last, it's not the end

- You're Gonna Be OK by Brian & Jenn Johnson -

=========

Setelah turun di stasiun Kamakura, mereka pun menggunakan angkutan umum setempat untuk menuju ke pemukiman rumah Runa.

Kamakura adalah kota tujuan wisata domestik yang populer di Jepang sebagai kota pesisir dengan jumlah festival musiman yang tinggi, serta ada banyaknya kuil Buddha dan kuil Shinto kuno.

Kembali menghirup udara Kamakura, membuat perasaan nostalgik Reiko membuncah. Di kota ini dia dibesarkan dengan baik oleh kedua orang tuanya dan di sini pula dia pernah mengalami kebahagiaan masa kanak-kanak yang tidak akan bisa tergantikan apapun.

Hatinya seketika sesak oleh rasa haru dan sedih, Reiko meminta ijin kepada Runa untuk berkunjung terlebih dahulu ke makam orang tuanya.

Runa tidak keberatan dan mengantar Reiko ke tujuan. Di pemakaman yang berderet sangat rapi itu, Reiko berdiri terdiam di depan makam ayah dan ibunya yang berdampingan. Meski harga perawatan makam itu cukup tinggi di Jepang, namun ternyata makam kedua orang tuanya bisa dikatakan terawat dengan baik.

Reiko agak heran melihatnya. Tadinya dia membayangkan akan mendapati makam lusuh yang penuh akan lumut atau rumput liar, namun ternyata itu sama sekali tidak ada dalam faktanya. Makam ayah dan ibunya terawat dengan baik.

"Siapa ... siapa yang merawat makam ini? Siapa yang sudah keluar uang untuk membayar perawatan makam orang tuaku?" Reiko menoleh ke Runa.

Runa berjengit kaget dan menjawab, "Tentu saja bukan aku, Rei. Aku mana mungkin punya uang sebanyak itu untuk membayar perawatan makam. Bisa-bisa aku dipukul ibuku kalau mengeluarkan uang untuk makam orang lain."

Mendengar jawaban dari Runa, Reiko mengangguk-angguk paham. Ya, tidak mungkin sahabatnya itu rela mengeluarkan uang yang tidak bisa dianggap sedikit hanya untuk merawat makam orang tua sahabatnya. Mereka bukan kerabat, hanya sahabat saja.

Mana mungkin Runa atau keluarganya?

Apakah keluarga pamannya? Benarkah mereka yang selama ini menyediakan biaya tidak sedikit demi makam kedua orang tua Reiko? Sungguhkah? Jadi ... ternyata mereka tidak seburuk dugaan Reiko selama ini? Mereka tidak sepelit itu?

Ohh, jika memang ini dilakukan keluarga pamannya, Reiko akan berterima kasih nantinya jika dia bertemu mereka. Namun bukan dalam waktu dekat. Dia masih harus menentramkan diri dari rasa trauma atas perlakuan keluarga pamannya kepada dia dulunya.

Mengesampingkan mengenai siapa kira-kira yang telah memberikan biaya perawatan pada makan ayah dan ibunya, Reiko pun mulai menaruh bunga yang tadi sudah dia beli, dan disusul pula oleh Runa melakukan hal sama.

Kemudian, Reiko menaruh sesaji buah dan minuman di tempat yang disediakan, dan setelahnya, dia berdoa menangkupkan dua tangan di depan dada.

"Ayah ... Ibu ... aku datang. Anakmu ini tidak berbakti dan baru datang hari ini setelah bertahun-tahun tidak mengunjungi kalian di sini. Maafkan aku, Ayah ... Ibu ... padahal kalian selalu menyayangi aku setiap detik hingga maut merebut kalian dariku." Reiko mengucapkannya dalam hati dan matanya mulai basah ketika mengingat kenangan indahnya bersama kedua orang tuanya.

"Ayah ... Ibu ... tolong selalu sertai aku agar aku bisa terus bertahan dalam kehidupan yang keras dan sulit ini. Sungguh ... sungguh terasa berat bagiku, Ayah, Ibu ... aku hampir menyerah jika tidak teringat nasehat kalian untuk selalu berjuang apapun halangannya. Semoga, Ayah dan Ibu selalu tersenyum di sana. Terus lihatlah padaku dari sana, Ayah, Ibu, anakmu ini akan melakukan apapun untuk membuat kalian bangga dan terus tersenyum untukku dari jauh sana." Usai membatinkan itu, Reiko mengusap air matanya.

Namun, dia luruh ke tanah, berlutut di depan kedua makam itu dan tangisnya pecah meski tidak keras. Runa sampai ikut menangis saking terharunya karena empati. Kehilangan dua orang tua sekaligus di saat muda, betapa beratnya itu. Runa mungkin tidak akan kuat menanggungnya, apalagi Reiko yang merupakan anak tunggal.

Pasti berat. Sangat berat.

.

.

Di depan rumah Runa yang bisa dibilang sederhana, Reiko menatap sahabatnya dan bertanya, "Runa, kau yakin aku bisa tinggal di sini?"

Runa mengangguk. Ia berkata, "Ya, tinggallah dulu di sini untuk sementara waktu sampai kau bisa stabil dan mapan. Nanti aku akan bicara dengan ibu dan kakakku."

Meski merasa tak enak dan sungkan, namun karena Runa mendesaknya, Reiko tak bisa menolak lagi dan mau tak mau tersenyum seraya menganggukkan kepala.

"Ibu!" panggil Runa ketika masuk melewati gerbang depan. "Tadaima![1]" serunya sambil melepas sepatu di depan dan menaruh di tempat yang semestinya.

Reiko pun ikut melepas sepatu dan menaruh di rak yang ada di dekat pintu masuk sambil dia berkata, "Ojamashimasu[2] ...."

"Okaeri![3]" Terdengar suara cukup keras dari dalam rumah. Dan tak lama, keluarlah sosok wanita bertubuh gemuk. Itu adalah ibunya Runa, Nyonya Shirazaki Sayuki. Namun, wajah Beliau cukup terlihat galak seperti orang yang jarang tersenyum.

Apalagi ketika Bu Sayuki melihat putrinya membawa orang lain di teras depan. Ia menyipitkan mata sejenak dan bertanya, "Reiko?"

"Benar, Bu." Reiko tersenyum.

"Ohh, astaga, kau sudah sebesar ini!" Bu Sayuki menepuk-nepuk lengan Reiko cukup keras dan sedikit tersenyum. "Dan kau sekarang cantik sekali!"

"Terima kasih, Bu." Reiko membalas dengan senyum sopan juga.

"Bu, biarkan Rei tinggal sementara di sini, yah!" Runa langsung saja mengatakan itu, karena dia kira ini momen yang tepat disaat ibunya sedang tersenyum begitu.

Seketika, Bu Sayuki terdiam dan menoleh ke putrinya. "Heh? Tinggal di sini?" ulangnya dengan nada tanya. "Kenapa? Apa dia sedang berlibur saja di sini?"

Runa menggeleng. "Mungkin akan lebih lama dari ... berlibur." Tiba-tiba, Runa menyesali kecerobohannya berkata terlalu awal pada ibunya.

"Hghh ...." Menghela napas berat, Bu Sayuki tidak lagi tersenyum dan dia berkata, "Ya sudah, tak apa. Tinggal saja dulu di sini, Reiko." Lalu, Beliau kembali tersenyum meski itu dipaksakan.

"Yass! Terima kasih, Ibu!" Runa tersenyum lega tanpa memperhatikan senyum palsu sang ibu.

------------

[1] Tadaima adalah kata yang diucapkan seseorang ketika pulang ke rumah. Seperti berkata, "Aku pulang!"

[2] Ojamashimasu adalah ucapan yang biasa digunakan seseorang ketika bertamu ke rumah seseorang, seperti "permisi" yang kita ucapkan saat memasuki rumah orang lain.

[3] Okaeri adalah jawaban dari kata "tadaima" yang bisa diartikan: "selamat datang/pulang" yang diucapkan anggota keluarga dari dalam rumah untuk menyambut anggota keluarga yang baru saja pulang.