webnovel

Forgive Me, Snow

Dia Little Snow yang harus tinggal bersama dengan ibu tirinya dan juga harus menerima semua banyaknya kebencian orang-orang yang ada di sekitarnya. Kehidupan Snow tak seindah dengan kehidupan Snow yang ada di film Disney. Snow harus berusaha untuk menerima semua kehidupannya yang begitu menyedihkan dan selalu dianggap tak berguna oleh semua orang yang ada di lingkungannya. Snow tak pantang menyerah, dia lebih memilih untuk menerima semuanya dengan ikhlas. Ah... Apakah Snow akan berakhir happy ending sama seperti film Snow White pada film Disney yang dia tonton? *** "Anak sialan! Kamu hanya menumpang di rumah saya, jadi kamu harus bekerja lebih banyak untuk saya!" - Andin Acheyya. "Wanita menjijikkan seperti lo itu nggak pantas untuk ditolong dan dikasihani." - Aldean Pranegara. "Dia adalah Puteri di dunia nyata. Tidak seperti kamu yang berperan sebagai iblis di dunia nyata, Kinara!" - Anggara Arcale "Snow selalu di bawah gue! Dia nggak akan pernah berada di atas gue!" - Kinara Acheyya "Aku tidak butuh harta ataupun sejenisnya, aku hanya butuh kasih sayang dan juga sedikit kebahagiaan. Itu sudah cukup dan sudah banyak bagiku." - Little Snow. *** Ikuti kisah Little Snow di dalam buku ini. Selamat membaca ^^

Fitriani_nstr · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
134 Chs

Masalah Dengan Orang Baru Lagi

"Jiahhhh! Anaknya baru datang dong!"

"Pantas ada banyak banget aura-aura negatif, ternyata pelakunya udah masuk sekolah donggg!"

"Snow cantik jelita masuk sekolah setelah menghilang selama sehari dong!"

"Jerawatnya makin banyak aja, Puteri Salju? Hahahaha!"

"Mukanya makin hari makin buluk aja, yah? Ini minta dikasih banyak skincare biar bisa perawatan nggak, sih?"

"Cukup beli skincare murah aja, sih. Nanti bakalan cantik dan glow up dengan sendirinya."

"Skincare mahal aja nggak tahu kapan dia bakalan glow up? Apa kabar kalau skincare murahan?"

"Hahaha."

Snow menundukkan kepalanya dengan dalam saat dia mendengarkan semua hinaan yang dia dapatkan saat baru saja turun dari sepeda kesayangannya.

Snow berusaha sekuat tenaga untuk bersikap tenang, walaupun hatinya begitu sakit dan juga nyeri saat mendengarkan semua ucapan teman-teman sekolahnya.

Brak!

Snow membalikkan badannya dengan cepat untuk menatap ke sumber suara.

Kedua bola mata indahnya membulat dengan begitu lebar saat melihat pemandangan yang baru saja ditangkap oleh netranya.

"Ini udah tahun dua ribu dua satu, cuy! Ya kali, ke sekolah masih pakai sepeda ontel?!" tanya Aldean sambil berteriak keras.

"Sepedaku!" pekik Snow.

Kaki mungilnya berlari dengan cepat untuk menghampiri sepeda kesayangannya yang baru saja ditendang dengan keras oleh Aldean.

Snow terjerembab di atas lantai karena dengan tanpa hatinya Aldean menghalangi langkah Snow dengan cara menyenggol Snow dengan cukup keras.

"Awww!" ringis Snow sambil menahan rasa sakit pada lutut dan sikutnya yang baru saja bersentuhan dengan lantai.

"Ah ... Sakit banget, yah?" tanya Aldean dengan nada suara dibuat sedih.

"Maaf banget, yah, soalnya sengaja," kata Aldean lagi dan berhasil membuat semua orang yang mendengarkannya tertawa dengan begitu keras.

"Mau gue bantuin, nggak?" tanya Aldean lembut sambil mengulurkan tangannya kepada Snow.

Snow mengangkat pandangannya sambil terus menatap uluran tangan Aldean dengan tatapannya yang nanar, sedangkan Aldean mengkibas-kibaskan tangannya di depan wajah Snow.

"Mau gue bantuin, nggak?" tanya Aldean lagi.

Snow menggigit bibir bawahnya, lalu kemudian dia perlahan menerima bantuan dari Aldean.

Aldean membantu Snow untuk berdiri, tetapi baru setengah berdiri, Aldean langsung melepaskan uluran tangannya dengan Snow dengan kasar sehingga membuat Snow kembali terjerembab dengan keras di atas lantai.

"Awww!" ringisan Snow kembali keluar dari mulut wanita mungil itu.

Kembali lagi semua murid yang ada di sana tertawa dengan begitu keras.

"Lo beneran berharap kalau gue bisa tolongin lo?" tanya Aldean.

"Ogah banget gue mau tolong wanita jelek kayak lo! Body gak enak di pandang, wajahnya pun penuh jerawat semua!" hina Aldean.

Aldean sedikit membungkuk, lalu kemudian membisikkan sesuatu pada daun telinga kanan Snow.

"Menjijikkan," bisiknya tepat pada daun telinga kanan Snow.

Snow mengepalkan kedua tangannya dengan keras, bahkan dia meremas rok sekolahnya dengan kuat karena kalimat Aldean yang benar-benar menyakiti hati dan membuat Snow malu bukan main.

"Well..." Aldean memperbaiki posisi berdirinya.

"Kita balik ke kelas aja, yah? Mata nanti jerawatan kalau lihatnya yang jerawatan," kata Aldean menghina, lalu kemudian menendang kaki Snow.

"Aww!" ringis Snow.

Aldean berjalan pergi meninggalkan Snow dan diikuti oleh beberapa murid lainnya, walaupun masih ada sebagian yang memperhatikan Snow dan turut serta menghina dan mencaci maki Snow yang terduduk di atas lantai sambil menatap sepedanya dengan nanar.

"Apa salah Snow?" lirihnya sambil meremas dadanya yang terasa sesak.

***

Proses belajar dan mengajar sedang berlangsung di dalam kelas, lebih tepatnya di sekolah Snow.

"Dalam aljabar, rumus yang digunakan harus sama dengan apa yang ada di dalam rumus putusan dari penemunya. Maka dari itu, tidak ada seorang pun yang bisa mengubah rumusnya dan tidak ada seorang pun yang bisa mengerjakan semua rumus dalam keadaan asal saja."

"Aljabar bukan cuma digunakan di Indonesia, negara lain juga menggunakannya se-"

"Bu! Snow kentut, Bu!" potong salah seorang siswa.

Snow yang tadinya fokus untuk memperhatikan dan menjelaskan semua penjelasan guru yang ada di hadapannya langsung kaget dan menoleh ke arah siswa tersebut.

"Kamu jangan menuduh macam-macam. Aku tidak kentut!" kata Snow membela dirinya.

Siswa itu melotot dan menatap Snow dengan tajam.

"Gue duduk di belakang lo, yah! Gue bisa cium bau kentut lo itu!" katanya membela tuduhan.

Snow menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Emangnya, siapa lagi yang punya kentut busuk kalau bukan lo, kan?" tanya salah satu siswi dan berhasil membuat semuanya kembali tertawa.

Sang guru menggelengkan kepalanya.

"Sudah! Jangan saling mengejek!" perintah sang guru.

"Snow jangan kentut lagi, bisa-bisa semua teman sekelasmu pingsan kalau kamu kentut lagi," kata sang guru sambil tertawa pelan dan diikuti oleh seluruh teman sekelas Snow.

Snow menundukkan kepalanya menahan malu. Yah ... Walaupun bukan dia pelaku yang sebenarnya, tetapi dia tetap merasa malu karena namanya yang tercemar di depan gurunya.

Sang guru kembali melanjutkan aktifitasnya untuk menjelaskan semua mata pelajaran yang dia bawakan, sedangkan Snow kembali fokus untuk memperhatikannya.

Siswa yang duduk di belakang Snow mencolek pinggang Snow sehingga membuat Snow langsung tersentak kaget dan menolehkan kepalanya dengan cepat.

"Apa?" tanya sang siswa menggunakan kode matanya.

Snow menggelengkan kepalanya dengan cepat dan kembali menatap ke depan sambil menghela nafas berat.

Sekali lagi, siswa yang duduk di belakang Snow mencolek pinggang Snow dan Snow pastinya kembali menoleh ke belakang dengan cepat.

Siswa itu kembali membulatkan matanya untuk menatap Snow dengan maksud bertanya 'Apa?'.

"Ibu lagi menjelaskan di belakang. Jangan menggangguku," kata Snow memperingati sambil menatap siswa itu dengan nanar.

Siswa itu mengangkat kedua pundaknya secara bersamaan sebagai jawaban, lalu kemudian menuliskan sesuatu di bukunya.

Snow menggelengkan kepalanya dengan pelan dan kembali menatap ke depan, sedangkan siswa yang ada di belakang Snow kembali mencolek pinggang Snow.

Snow menggertakkan giginya karena kesal dan lebih memilih untuk bersikap tidak peduli saja daripada harus berbicara dengan orang yang pastinya tidak akan mendengarkan dirinya.

"Pstttt ... Buluk balik sini dong..." bisik siswa itu pelan, Snow tida peduli.

"Buluk! Balik sini dong..." bisiknya lagi dengan nada suara yang sedikit meninggi lagi. Snow masih tetap tidak peduli akan hal itu.

"WOY BULUK!" teriaknya dengan emosi dan berhasil mengundang pandangan semua orang yang ada di dalam kelas itu.

"Debara! Apa yang kamu katakan?!" tanya sang guru dengan kerasnya.

Siswa yang bernama Debara itu langsung menatap kaget sang guru.

"Ma ... Maaf, Bu," ucapnya gugup.

Sang guru menggelengkan kepalanya.

"Ternyata kamu yang selalu mengganggu proses belajar mengajar saat jam saya," kata sang guru.

"Tap-"

"Keliling lapangan sepuluh kali dan bersihkan WC guru yang ada di lantai dua!" potong sang guru sebelum Debara melanjutkan sanggahannya.

Debara langsung kaget atas hukuman yang di dapatkan, lalu kemudian menatap Snow dengan tajam.

Snow menundukkan kepalanya, sepertinya dia memiliki masalah baru lagi.