webnovel

Forgive Me, Snow

Dia Little Snow yang harus tinggal bersama dengan ibu tirinya dan juga harus menerima semua banyaknya kebencian orang-orang yang ada di sekitarnya. Kehidupan Snow tak seindah dengan kehidupan Snow yang ada di film Disney. Snow harus berusaha untuk menerima semua kehidupannya yang begitu menyedihkan dan selalu dianggap tak berguna oleh semua orang yang ada di lingkungannya. Snow tak pantang menyerah, dia lebih memilih untuk menerima semuanya dengan ikhlas. Ah... Apakah Snow akan berakhir happy ending sama seperti film Snow White pada film Disney yang dia tonton? *** "Anak sialan! Kamu hanya menumpang di rumah saya, jadi kamu harus bekerja lebih banyak untuk saya!" - Andin Acheyya. "Wanita menjijikkan seperti lo itu nggak pantas untuk ditolong dan dikasihani." - Aldean Pranegara. "Dia adalah Puteri di dunia nyata. Tidak seperti kamu yang berperan sebagai iblis di dunia nyata, Kinara!" - Anggara Arcale "Snow selalu di bawah gue! Dia nggak akan pernah berada di atas gue!" - Kinara Acheyya "Aku tidak butuh harta ataupun sejenisnya, aku hanya butuh kasih sayang dan juga sedikit kebahagiaan. Itu sudah cukup dan sudah banyak bagiku." - Little Snow. *** Ikuti kisah Little Snow di dalam buku ini. Selamat membaca ^^

Fitriani_nstr · Teen
Not enough ratings
134 Chs

Tamparan Di Pagi Hari

Waktu berlalu dengan begitu cepatnya, sekarang sudah memasuki pagi hari yang begitu cerah.

Tak ada kalimat yang keluar dari dalam mulut Snow saat ini, dia masih bergelut di dalam selimutnya dengan kedua mata yang tertutup dengan begitu erat.

Malam tadi, Snow menghabiskan banyak waktu untuk berbincang dengan Kinara seputar liburan Kinara dan juga sekolah Kinara di Malaysia.

Sebenarnya, Snow tipikal orang yang tak dapat menahan rasa ngantuk terlalu lama, tetapi karena dia tak ingin untuk melukai hati Kinara, dia lebih memilih untuk menahan rasa ngantuknya untuk menjaga perasaan Kinara.

Plak!

Snow terbangun dengan begitu cepat saat merasakan benda yang lumayan keras berhasil mengenai wajahnya. Wajah Snow sekarang panik bukan kepalang.

"Apa yang kamu buat di pagi hari ini?!" tanya Andin dengan nada suaranya yang emosi.

"Bermalas-malasan di pagi hari?! Wow!" Andin tertawa sinis.

Snow menundukkan kepalanya sambil merasakan wajahnya yang terasa begitu perih karena Andin yang baru saja dengan sengaja menjatuhkan gelas besi pada wajah Snow.

Srek!

"Mama!" pekik Snow yang menjerit kesakitan karena Andin yang menarik rambut pendek sebahunya dengan kasar dan keras.

"Kenapa, Nak?" tanya Andin dengan nada suara dibuat sangat lembut dan juga begitu sedih.

"Mama ... Lepaskan ... Sakit..." lirih Snow dengan penuh permohonan sambil berusaha melepaskan tarikan Andin pada rambutnya.

Andin tertawa sinis, lalu kemudian mendorong tubuh Snow dengan begitu kasar sehingga membuat Snow langsung terjungkal ke belakang.

"Bermalas-malasan di pagi hari di rumah saya?!" tanya Andin.

"Kamu hanya menumpang disini anak sial! Jangan bermalas-malasan di dalam rumah saya!" teriak Andin emosi.

Andin menatap Snow dengan geram.

"Kamu harus bekerja banyak di dalam rumah ini, sialan! Kamu hanya menumpang!" kata Andin emosi.

Snow hanya menundukkan kepalanya sambil menerima semua ucapan Andin yang menyakiti hati, Snow tak dapat melawan Andin walaupun disini dia lah yang berada di pihak kebenaran dan Andin yang berada di pihak yang salah.

"Bangun sekarang dan siapkan sarapan pagi untuk saya dan anak saya!" kata Andin emosi, lalu kemudian menendang lutut Snow sehingga membuat Snow langsung meringis kesakitan dibuatnya.

Andin tersenyum tipis, lalu kemudian berjalan keluar dari dalam kamar Snow.

Snow menatap kepergian Andin dengan begitu nanar dan secara perlahan dia mengusap lututnya yang tadinya ditendang oleh Andin. Perih rasanya.

Snow sekuat tenaga menahan air matanya yang ingin pecah saat itu juga, lalu kemudian dia menghela nafas dengan begitu pelan.

Snow mengangkat pandangannya untuk menatap langit-langit kamarnya dengan kedua mata berkaca-kaca, perlahan senyuman palsu tersungging pada kedua belah bibirnya.

"Mama ... Papa ... Apa kalian lihat semuanya dari atas sana?" Snow tersenyum sedih.

"Apa aku bisa bertahan sampai aku benar-benar sukses?" tanya Snow lagi dengan sedih sambil mengusap air matanya yang baru saja lolos.

Snow membersihkan bekas tempat tidurnya, lalu dengan cepat dia keluar dari dalam kamarnya dan berlari kecil menuju dapur untuk membuat sarapan.

Jika kalian bertanya-tanya, mengapa Snow bertugas untuk memasak sarapan pagi dan bukan para pembantu yang disewa oleh Andin? Jawabannya karena Andin yang selalu bahagia melihat Snow menderita sehingga membuat dia memberikan aturan kepada semua para pelayan agar libur setiap Sabtu dan Minggu, sedangkan yang mengerjakan semua tugas mereka adalah Snow sendiri.

Apa alasan logis Andin untuk membuat Snow menderita seperti itu? Padahal, Snow tak pernah berbuat salah kepada Andin sehingga membuat wanita yang berstatus sebagai ibu tirinya itu seperti memiliki dendam kesumat saja.

***

Snow kini sudah memasak beberapa makanan di dapur dan sekarang dia sedang memasak menu makanan terakhirnya, salad buah kesukaan Andin dan juga nasi goreng keju campuran mayonaise yang merupakan kesukaan Kinara.

"Wahhhh! Gue cium baunya harum banget!" seru seseorang dari belakang Snow.

Snow kaget, lalu membalikkan badannya dengan cepat.

Kinara tengah berdiri di hadapannya sambil tersenyum dengan begitu lebar.

"Baunya harum banget tahu! Sampai di kamar gue tahu nggak, sih?!" tanya Kinara sambil menunjuk ke arah kamarnya yang berada di lantai dua.

Snow tersenyum kecil, tak ada.lagi wajah lelah dan sedih pada wajah mungilnya itu saat dia melihat Kinara kakak tirinya.

"Lo buat makanan kesukaan gue, yah?!" tanya Kinara antusias dan Snow menganggukkan kepalanya dengan cepat.

Kinara tersenyum lebar untuk yang kesekian kalinya, lalu kemudian berjalan ke arah wajan yang ada di belakang Snow, sedangkan Snow memperhatikan gerak gerik Kinara.

"Awas kak Ara! Wajannya masih panas banget kak!" pekik Snow keras untuk memperingati Kinara, sedangkan yang diperingati malah tuli dan tidak mendengarkan.

"Awas-"

"Awww!"

"Kak Ara!"

Snow menarik tangan Kinara dengan cepat saat melihat tangan Kinara tak sengaja memegang wajan panas yang tadinya dipakai oleh Snow.

Baru saja Snow ingin menuntun Kinara agar membasuh tangannya di air keran, tetapi seseorang dengan cepat melayangkan tamparan yang begitu keras pada pipinya.

Plak!

Kinara juga tak kalah kaget saat melihat hal itu, sedangkan sang pelaku langsung menarik Kinara dengan cepat untuk masuk ke dalam pelukannya.

"Kamu apa-apaan?! Ha?!" tanya Andin emosi sambil menatap Snow dengan tajam.

Andin menatap luka yang ada pada tangan Kinara dengan panik dan juga khawatir.

"Aduh ... Ini sakit banget, Sayang?" tanya Andin khawatir kepada Kinara, sedangkan Kinara menggelengkan kepalanya dengan pelan.

"Ikut sama Mommy, yah, biar Mommy bantu untuk obati luka tangan kamu biar cepat sembuh yah?" tawar Andin dan Kinara hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan.

Andin mengalihkan pandangannya beberapa detik untuk menatap Snow dengan tajam, sedangkan yang ditatap malah menundukkan kepalanya sambil memegang pipinya yang masih memerah karena bekas tamparan dari Andin.

"Anak sial," sinis Andin, lalu kemudian berjalan pergi bersama Kinara dan meninggalkan Snow yang langsung terduduk lemas sambil mengalirkan air matanya dengan begitu deras.

Snow tak tahu harus berbuat apa untuk saat ini selain hanya menangis saja, pasalnya sudah dua kali dia mendapatkan siksaan fisik yang sama dari Andin mama tirinya, sebuah tamparan yang begitu keras.

Snow mengepalkan kedua tangannya dengan begitu kuat di bawah sana dengan maksud ingin menenangkan dirinya dan juga menerima semua keadaannya saat ini.

"Hiks ... Hiks ... Hiks..."

Tak mampu lagi menahan tangisannya yang sudah lama ditahannya, Snow memecahkan tangisnya dengan pelan sambil perlahan menutup mulutnya untuk meredam suaranya.

"Hiks ... Hiks ... Hiks ... Ke ... Kenapa mama Andin jahat sama aku? Apa salah Snow, Mama Andin?" tanya Snow di sela-sela tangisannya.

Snow menekuk kedua lututnya, lalu kembali memecahkan tangisnya dengan keras sambil sesekali mencakar lututnya dan tidak peduli luka yang akan dia dapat nantinya.