Seno terus memerhatikan dengan lekat, ia ingin tahu bagaimana reaksi Naya ketika makan dengan oseng buncis yang sangat asin.
"Emmm … enak, ko!!" Ungkap Naya setelah makanannya berhasil masuk dan mulai diolah oleh gigi dan lidahnya.
Seno keheranan, mengapa Naya mengungkapkan itu. Padahal jelas-jelas rasa oseng buncisnya sangat asin. Bukan hanya Seno yang keheranan, Naya sendiri pun sangat heran kenapa rasanya jadi sangat lezat. Padahal itu cuma oseng buncis yang sengaja dibikin asin.
"Beneran enak?!" Tanya Seno penasaran.
Naya mengangguk dengan antusias, sampai-sampai ia pun menyuapi mulutnya dengan terus menerus.
"Cobain aja kalau gak percaya!" Spontan Naya menyuapi Seno dengan tangannya sendiri. Membuat Seno melohok dan tak bisa bergerak.
Ini adalah momen yang langka, beruntung ia sudah menyiapkan cctv diantara mereka. Wajah Seno semakin melohok ketika nasi dan oseng buncisnya sudah benar-benar masuk ke dalam mulutnya.
"Gila! Ini enak banget. Tapi kenapa tadi punya gue asin, ya?!" Seno membatin.
Saking antusiasnya Naya, ia sampai keterusan menyuapi Seno. Hingga bi Nami yang sedang melewati dapur pun ikut terkejut dan berhenti mengintai majikannya.
"Wah, wah, wah, mereka cocok sekali. Semoga saja mereka bisa bersama. Menjadi keluarga halal yang bahagia." Lirih bi Nami penuh harap.
Tidak mau menyembunyikan kebahagiaannya, bi Nami langsung pergi menjemput supir Seno dan pelayan lain yang ada di rumah majikannya itu. Ia ingin mereka juga melihat dengan kepalanya masing-masing jika majikannya sangat cocok dengan Naya.
"Apa sih bi, suka ribut deh. Gak mungkin neng Naya mau menyuapi tuan Seno. Udah tau kan dia orangnya galak kalau sama tuan, judes lagi. Emang baik, tapi beda deh kalau sana tuan Seno mah." Bantah supir Seno yang tidak percaya dengan ucapan bi Nami.
Tanpa berpikir panjang, bi Nami langsung menarik supir Seno dan para pelayan lainnya. Ia benar-benar menginginkan mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri. Dan bisa membungkam semua ketidakpercayaannya.
"Tuh liat, sekarang juga masih disuapin. Masih gak percaya kalian?! Hah??!" Desak bi Nami dengan suara yang sangat pelan.
Semua yang melihat itu geleng-geleng tak percaya, bahkan salah satu diantara mereka ada yang mengabadikan momen langka itu. Mereka pun berharap jika tuannya bisa bersanding dengan Naya secepatnya.
"Eh, ko keterusan sih?! Makan aja sendiri. Nih!!" Ucap Naya saat ia sadar jika sejak tadi dirinya menyuapi Seno dengan anteng.
Seno kecewa, baru saja ia merasakan kedamaian dan kebahagiaan yang tiada tara, Naya sudah menghentikannya. Bukan hanya Seno, pembantu, supir, dan satpamnya pun ikut kecewa karena Naya menghentikan aktifitas tadi.
"Tuh kan, sebenarnya neng Naya itu selalu galak kalau sama tuan Seno. Coba saja sikapnya seperti tadi, mungkin kita akan sering disawer uang karena tuan Seno bahagia terus." Omel salah satu satpam di rumah Seno yang langsung dicubit oleh bi Nami.
"Ingat, ya. Dua juta untuk satu suapan, dan dua kali lipat bayaran gajiku." Naya mengingatkan.
"Iya! Sebentar," ucap Seno yang bersiap untuk menelepon bi Nami.
Melihat itu, bi Nami dan yang lainnya bubar dengan sigap. Mereka takut jika mereka ketahuan mengintip, bisa-bisa dikurung di gudang selama seminggu.
"Tolong siapkan uang 50 juta di kamar brilliant, nanti saya ke sana sama Naya." Titah Seno tanpa ragu.
Bi Nami mengangguk dan dengan cepat ia pamit untuk menyiapkan apa yang telah diperintahkan.
Naya terbelalak kaget saat mendengar jumlah uang yang disebutkan oleh Seno. Ia langsung memasang sikap hati-hati karena takut Seno meminta imbalan lainnya.
"Rasa oseng buncis ini tadi sangat asin, tapi setelah dipindahkan ke cobek yang kamu bawa jadi enak dan asinnya hilang. Sepertinya cobek ini sangat ajaib, bisa melezatkan makanan yang tidak enak ketika dimakan." Ucap Seno tiba-tiba ketika makanannya habis.
Naya tak merespon lebih, ia hanya menyerongkan bibirnya dengan kepercayaan yang rendah. Meskipun memang sering terjadi keanehan pada cobeknya itu, tapi Naya menganggap cobeknya adalah cobek biasa. Dan hanya Allah lah yang memberikan keajaiban itu.
Beberapa jam kemudian, Naya pamit hendak menemui Dito di rumah sakit. Seperti biasa supir Seno mengantar dan mengistimewakan Naya, padahal pekerjaannya sebanding dengan bi Nami.
"Aku harus lunasin biaya pengobatan Dito, dan aku juga harus bisa nyisihin untuk kebutuhanku sehari-hari. Gak mungkin aku terus-terusan bergantung sama Dito. Meskipun dia baik banget, tapi aku juga harus sadar diri dan mulai jadi wanita mandiri." Naya membatin. Tatapannya tertuju pada gedung-gedung pencakar langit yang dilewatinya dengan kecepatan sedang.
Dalam lamunan itu tiba-tiba pak Rim--supir Seno–menoleh ke kaca spion dan menatap Naya dengan tatapan yang beda. Sehingga Naya bertanya ada apa dengannya.
"Enggak ada apa-apa Neng, hanya saja neng tidak mau membuka hati untuk tuan Seno? Maaf, jika saya harus jujur, tuan Seno sekarang sudah banyak berubah sejak kenal dengan Neng. Beliau tidak pernah lagi main ke diskotik, bermain dengan wanita lain, dan tidak pernah marah gak jelas lagi sama kita-kita sebagai bawahannya." Ungkap pak Rim dengan nada hati-hati.
Naya menarik nafas kuat-kuat, sebenarnya ia enggan untuk membahas hal seperti ini. Apalagi sahabatnya sedang ada dalam keadaan sakit, tentu hatinya pun ikut bersedih.
Tapi, Naya tahu bagaimana bahagianya melihat bosnya berubah. Dengan itu ia berusaha menjawab dengan setenang mungkin.
"Pak Rim, maaf banget. Untuk saat ini Naya belum bisa membuka hati untuk siapapun. Naya masih harus fokus mengejar apa yang dicita-citakan oleh Naya, menjadi chef yang tidak hanya dapat gelar saja. Tapi bisa menjadi chef yang bermanfaat untuk orang lain, terutama orang yang membutuhkan." Jelas Naya dengan nada yang sangat lembut.
Mendengar itu pak Rim juga jadi sadar, jika hati tidak bisa dipaksakan. Ia sedikit mengingat anaknya di kampung yang enggan dijodohkan dengan anak pengusaha. Meskipun kaya, tapi kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan harta.
"Ba-baiklah neng, bapak paham." Ucapnya sambil terus mengangguk hormat.
Setibanya di rumah sakit, Naya langsung masuk ke ruangan Dito dan membawakan makanan yang biasa dimakan ketika ada sedikit perayaan. Seperti waktu dulu, ketika Dito diterima kerja di bengkel harapannya, mereka langsung membeli mie seuhah buatan orang Sunda.
Tapi yang beda, kali ini Naya tidak memberikan pedas yang berlebih di dalam mie seuhah milik Dito. Ia khawatir jika Dokter melarangnya.
"Nay!! Gue kangen! Lo lama banget sih." Teriak Dito saat Naya membuka pintu ruangannya, ia langsung mendapatkan pukulan dari ibunya yang sedang duduk di sampingnya.