webnovel

Broken White

Kirana Agniya menghadapi masalah klasik bagi perempuan yang berusia hampir 30 tahun. Dia diharapkan segera menikah, tapi trauma di masa lalu membuatnya enggan berkomitmen. Kirana dijodohkan dengan Birendra Wijaya, lelaki yang dua tahun sebelumnya menolak perjodohan mereka. Kini, pria itu mendadak ingin menikah dengan Kirana. "Kenapa Mas tiba-tiba berubah pikiran?" tanya Kirana. "Memangnya, kenapa tidak bisa?" pria itu justru balik bertanya. Kirana tak berniat menolak perjodohan ulang. Namun, dia harus tahu mengapa calon suaminya bisa berubah pikiran. Mungkinkah dia hanya pelarian? *** "Kenapa Bos memilih dia?" "Karena dia sepertinya juga tidak mungkin jatuh cinta kepada saya," tutur Rendra. "Jadi, tidak akan ada pihak yang terluka saat ikatan itu berakhir."

Sekarani · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
282 Chs

Misi Menyenangkan

Jika setelah ini masih ada yang bilang Rendra tidak suka jadi pusat perhatian, Kirana bertekad memberi mereka pelajaran. Apanya tak mau menarik atensi semua orang? Apa yang dilakukan Rendra sekarang adalah antitesisnya.

Pandangan orang-orang yang penasaran membuat Kirana terlalu malas untuk berdebat. Jadi, dia menurut saja saat Rendra mengajaknya pergi. Dia juga tidak berkomentar ketika Rendra meminta Bobby untuk mengurus motornya.

Kirana juga langsung berpamitan kepada teman-temannya. Tak lupa, dia meninggalkan uang yang jumlahnya lebih dari cukup untuk membayar lima porsi makanan beserta minumannya. Sebab, hari itu dia memang berjanji menraktir mereka makan malam.

Setelah kepergian Kirana dan Rendra, Bobby dengan santainya memesan semangkok bakso, lalu duduk di bangku yang tadinya dipakai Kirana.

Sambil menunggu makanannya diantar, Bobby memandangi satu per satu rekan kerja Kirana. Dia baru mengenal Dinda. Sebagai bentuk sopan santun, dia lalu memperkenalkan dirinya sendiri, kemudian menjabat tangan Rio, Mirza, dan Maudy untuk mengetahui nama mereka. Dinda pun refleks memberi tahu apa saja jabatan setiap orang dalam tim mereka.

Begitu bakso pesanannya datang, Bobby tersenyum bahagia. Namun, sebelum menikmati makanannya, Bobby tahu ada hal lain yang perlu dia katakan.

"Jadi, apa yang ingin kalian tahu soal kejadian tadi?"

***

Bobby tidak sembarangan melemparkan umpan. Beberapa saat sebelumnya, dia sudah mendapatkan misi khusus dari Rendra.

"Ceritakan kepada mereka tentang apa yang kamu tahu soal hubungan saya dan Kirana," begitu titah sang bos.

Makan malam dengan Bos Besar selesai jauh lebih cepat dari dugaan Bobby. Tak sampai 20 menit, Rendra sudah keluar dari restoran dan menyuruhnya mencari tahu keberadaan Kirana.

Bukan hal sulit bagi Bobby untuk melacak posisi Kirana. Begitu mereka memasuki lift, dia langsung sibuk dengan ponselnya. Turun dari lantai 10 menuju lobi di lantai dasar tidak memakan waktu sampai lima menit. Ketika pintu lift terbuka, Bobby pun sudah menyelesaikan tugasnya.

Bobby juga tidak banyak bertanya ketika Rendra bilang ingin pergi menemui Kirana. Bobby tahu bahwa dia hanya perlu menyetir dengan cepat dan aman biar bosnya segera sampai tujuan.

Hanya saja, saat Rendra meminta dia melakukan hal berikutnya, Bobby mulai bertanya-tanya. Kenapa dia harus menceritakan kehidupan pribadi sang bos kepada sembarangan orang di tempat umum?

"Apa yang harus saya ceritakan? Saya sendiri tidak begitu yakin tentang hubungan Bos dan Mbak Kirana," kata Bobby yang masih berusaha fokus menyetir mobil.

"Kami dijodohkan. Bisa dibilang, dia adalah calon istri saya," jawab Rendra. "Katakan bahwa kami akan segera menikah."

***

"Ada hubungan apa di antara mereka?"

"Mbak Kirana benar-benar calon istri Pak Rendra?"

"Mereka bakal segera nikah?"

Bobby mendengar semua pertanyaan sambil mengunyah bakso yang baru saja dia lahap. Ternyata misinya kali ini sangat menyenangkan. Dia suka melihat orang-orang memasang wajah penasaran.

"Belum ada status resmi, tapi mereka memang dijodohkan. Ada rencana menikah dalam waktu dekat."

Jawaban Bobby membuat orang-orang tampak bersemangat. Sebelumnya, mereka pada dasarnya hanya tertarik menggoda Kirana. Membuat rangkaian skenario tentang hubungan diam-diam yang mungkin dijalani Kirana telah menjelma hal seru belakangan ini.

Namun saat tahu bahwa itu benar-benar terjadi dan bukan cuma cerita fiktif yang selama ini mereka bikin sendiri, rasanya tak mudah untuk percaya begitu saja.

"Mereka akan menikah tanpa cinta? Perjodohan biasanya kayak begitu," tanya Maudy. Raut wajahnya menyiratkan kecemasan.

"Soal itu, hanya mereka yang benar-benar tahu," jawab Bobby mencari aman.

Setelahnya, Bobby hanya menyimak bagaimana Maudy dan lainnya membahas soal timbulnya perasaan cinta dalam kisah perjodohan. Memang ada banyak orang menikah tanpa cinta karena hanya dijodohkan. Namun, banyak juga yang kemudian bisa belajar saling mencintai setelah resmi menjadi pasangan suami-istri.

Bobby lalu mendengar bagaimana Kirana disebut sebagai tipe orang yang tidak mudah jatuh cinta. Sambil terus menikmati baksonya, Bobby juga jadi mengetahui beberapa nama pria yang pernah mendekati Kirana tapi tak ada satu pun di antara mereka yang berhasil meluluhkan hati perempuan tersebut.

Bobby senang karena mengumpulkan informasi tentang Kirana ternyata lumayan gampang. Lihat! Dia cuma perlu duduk manis dan makan bakso sambil menyimak semua cerita yang diungkapkan teman-teman Kirana di kantor.

Misi yang menyenangkan, pikir Bobby. Sering-sering saja Rendra menyuruhnya begini.

***

"Lain kali jangan seperti tadi. Mas pikir kita lagi main sinetron?"

Kirana mulai melayangkan protesnya setelah dia dan Rendra sampai di parkiran kafe milik Satya. Nyatanya, pria itu tidak langsung mengantar Kirana pulang ke rumah. Sudah pasti ada yang ingin Rendra bicarakan.

"Bukankah perempuan suka kejutan?" balas Rendra cuek sambil melepaskan sabuk pengamannya.

"Bukan kejutan kayak begitu yang saya suka."

"Lalu, kamu sukanya apa?"

"Saya lebih suka Mas Rendra tiba-tiba beliin kalung berlian yang menyilaukan mata," jawab Kirana asal-asalan.

"Oh, oke." Rendra mengambil ponsel dari saku jasnya, kemudian berkata, "Coba bilang kamu mau model yang kayak gimana? Biar saya suruh Bobby cari sekarang. Mumpung belum terlalu malam."

Melihat tingkah Rendra, Kirana hanya memutar bola matanya jengah. Apa pria itu sedang pamer kekayaan padanya? "Mas Rendra ini bikin saya lapar lagi karena emosi. Ayo, turun!"

Tiba-tiba, Kirana merasa ada sesuatu yang harus dia lakukan terhadap Rendra. "Eh, sebentar, Mas!"

Rendra menatap Kirana dengan sebuah tanda tanya. Dia baru saja akan membuka pintu, tapi Kirana mendadak menyuruhnya berhenti.

"Buka jasnya!"

"Hah?"

"Cepetan buka jasmu itu, Mas!" Kirana kembali menyuruh Rendra.

Walau kebingungan, Rendra memilih patuh dan melepas jas yang dia kenakan. Dia lalu melemparnya begitu saja ke jok belakang mobilnya.

"Lepas kancingnya!"

Rendra sempat menunjukkan tatapan tak yakin kepada Kirana. Dia ingin bertanya, kenapa Kirana seolah ingin menelanjanginya? Tapi, Rendra akhirnya tak berkata apa pun dan hanya menggerakkan kedua tangannya ke arah kancing kemeja putih yang dia kenakan.

"Mas ngapain?"

"Katamu, lepas kancingnya, kan?"

"Bukan yang itu, Mas. Kancing yang bagian pergelangan tangan ini, lho," ucap Kirana sambil menunjukkan bagian yang dia maksud sebenarnya.

"Mas Rendra jangan mesum di parkiran kafe orang, deh!"

'Dia yang menyuruhku buka baju, kenapa aku yang dituduh mesum?' keluh Rendra dalam hati.

Kirana juga menyuruh Rendra untuk menggulung lengan kemejanya hingga mendekati siku. Hasilnya sangat tidak rapi tapi justru itulah daya tariknya.

"Apa maksudnya, nih? Kok, Mas Rendra malah kelihatan makin oke?" celetuk Kirana.

Kirana tadinya ingin membuat penampilan Rendra tidak terlalu mencolok dan menarik perhatian banyak orang. Sebisa mungkin Rendra harus tampak biasa-biasa saja. Namun, sejak kapan pria dengan kemeja putih bisa tampak sangat keren begitu?

Akhirnya Kirana keluar dari mobil duluan. Tanpa menunggu Rendra, dia juga segera berjalan memasuki kafe.

Dari dalam mobil, Rendra tersenyum melihat Kirana berjalan terburu-buru meninggalkannya. Jujur, dia tidak tahu apa yang membuat perempuan itu tampak begitu kesal. Meski demikian, entah kenapa dia malah merasa senang.

"Ternyata dia menggemaskan," ujar Rendra masih dengan senyum yang tak kunjung memudar.