webnovel

Between Him and Us

Wat terpaksa menikahi sahabatnya –Lin- agar tidak di jodohkan dengan perempuan yang tidak ia kenal. Sebagai pria gay, ia mampu menjalani kehidupan rumah tangganya dengan baik bersama istri dan dua anak kembarnya –Nas dan Pin-. Wat yang pada akhirnya menjatuhkan hatinya pada seorang pria bernama Win, yang berujung dengan hubungan pacaran, berencana untuk selamanya sehidup semati, tanpa memikirkan rumah tangannya bersama Lin. Apakah Lin mampu menjadi istri seorang gay dan bagaimana akhirnya hati Wat memutuskan? Tokoh dalam Novel ini : 1. Water Ionataurus 2. Lin Kalvinaceka 3. Win Archivitae 4. Pin Gonataurus 5. Nas Wyanataurus Untuk berteman lebih lanjut dengan saya, bisa follow akun instagram @puspasariajeng (dm for request) Terima kasih dan selamat membaca karya BL saya ini ^-^

Ajengkelin · LGBT+
Sin suficientes valoraciones
230 Chs

Kesatria

"Cobalah mengerti, Win … pahami situasinya," ujar Wat dan lagi-lagi membuat Win menghentikan langkahnya.

Wat melangkah maju dan kini berdiri tepat di belakang Win.

"Cobalah mengerti, Win … please …," bisik Wat memohon pada Win.

***

Sreeeek!

Wat masih menutup matanya. Namun tangan kirinya menghalau silau sinar mentari yang masuk melalui jendela kamarnya. Lin baru saja membuka jendela kamar, karena hari sudah pagi.

"Bangun, Wat. Bergegaslah mandi. Aku akan membuatkan sarapan," ujar Lin membangunkan suaminya.

Wat membuka matanya, melihat Lin yang berlalu dari kamar, sepertinya menuju ke dapur untuk masak.

Wat memajukan bibirnya, kemudian tersenyum. Lega, karena istrinya sudah tidak lagi marah kepadanya.

Flashback

"Lin … maafkan aku. Cobalah mengerti untuk situasi kita sekarang ini," lanjut Wat, tidak peduli dengan permintaan Lin.

"Wat—"

"Kita ini masih mahasiswa muda yang belum memiliki taring di kampus. Kita juga tidak bisa menunjukkan hubungan suami istri kita di hadapan teman-teman, apalagi para dosen," lanjut Wat.

"Dengan membuat aku malu seperti tadi?" tanya Lin, benar dan jelas kecewa dengan ucapan Wat saat di kampus, tepatnya di kantin, usai melakukan wawancara.

"Aku tidak berniat membuatmu malu. Hanya saja, jika status kamu bukanlah pasanganku, kamu bisa dengan bebas mendekati pria lagi, Lin …."

"Tapi aku tidak butuh itu. Jika tidak bersamamu, aku bisa menjalani hariku seorang diri," balas Lin. "Atau ada seseorang yang sedang kamu incar, sehingga membuatmu berkata demikian?"

"T—tidak Lin, tidak … tolong percaya padaku … cobalah mengerti, Lin … aku benar-benar minta maaf …."

"Wat—"

"Aku tidak akan pergi dan akan terus seperti ini, jika kamu belum juga memaafkan aku, Lin."

Lin diam, sebenarnya matanya sembab, karena menangis.

Ia lagi-lagi harus menahannya, agar Wat tidak tahu kalau dirinya sedang sangat terluka dan juga kecewa.

"Iya …."

"Iya apa?" tanya Wat.

"Iya, aku memafkanmu dan akan terus mengerti keadaan kita," jawab Lin.

Wat tersenyum, memeluk Lin dari belakang.

"Terima kasih … sejak kecil, kamu memang memilki hati yang sangat mulia," tutur Wat dengan memberikan kecupan di bahu Lin.

"Dari kecil kamu memang hobi membuatku kecewa ya, Wat," balas Lin.

"Bukan seperti itu … pokoknya kamu istri terbaik yang ada di dunia … terima kasih, Lin …."

Flash back off

"Selamat makan, Pin …."

"Mamam mamam mamam …," celoteh Pin ketika Wat menawarinya makan.

"Sudah pandai bicara ya, Pin …," sahut Lin yang senang mendengar celoteh sang anak.

"Ayya yaa … ayya ayya …," timpal Nas menyahuti dengan celotehnya.

"Aku jadi ingin mengambil izin untuk bermain dengan mereka," tutur Wat yang sangat gemas dengan kedua anaknya.

"Hari ini kamu pulang cepat, bukan?" tanya Lin.

"Iya … maunya, tidak ada kelas sepertimu," jawab Wat.

"Selesai kelas, segera pulang. Kita bermain bersama mereka," ujar Lin.

"Tidak."

"Hm?" tanya Lin membesarkan matanya.

"Aku tidak akan kuliah hari ini dan akan menemani kamu, bermain bersama mereka."

Lin tersenyum.

"Kuliah, Wat … jangan bolos."

"Aku akan menghubungi Mario, ia akan membantuku untuk izin. Aku akan bilang kalau sedang ada urusan keluarga mendadak," ujar Wat dengan santainya.

"Hmmm … teserah kamu saja, Wat …."

***

"Kebiasaan!"

"Ada acara keluarga, June …," tutur Mario.

"Kemarin aku sakit tidak masuk kuliah dan sekarang dia yang tidak masuk kuliah?!"

"Jangan emosi … nanti kamu sakit lagi, hahaha …."

"Memangnya Wat tidak menjenguk kamu?" tanya Tom menggoda.

"Jangankan menjenguk, menanyakan ��mengapa aku tidak masuk,' saja … tidak, Tom. Wat itu … benar-benar pria angkuh, dingin dan juga kejam!"

"Kamu siapanya, June … apa sangat perlu, Wat melakukan itu untukmu? Hahaha …."

"Ah! Kalian menyebalkan!!!"

***

"Kenapa rencananya jadi berubah?"

"Hari ini banyak sekali promo, Lin. Apalagi ini bukan hari libur dan pastinya tidak ramai. Kita bisa dengan tenang menikmati semua wahana," tutur Wat dengan senyum lebarnya.

"Kalau begitu, aku akan menggantikan popok dan pakaian twins," ujar Lin, akhirnya mengiyakan ajakan Wat untuk berekreasi ke tempat hiburan, yang kini sedang menawarkan banyak sekali promo untuk wahana yang tersedia di sana.

"Aku akan membantumu!" seru Wat menyusul Lin yang kini sedang menuju ke kamar anak-anaknya.

***

"Kita jalan-jalan …!" ucap Wat begitu sumringah, kepada kedua anaknya dan juga sang istri.

"Sini, aku bantu," ucap Lin, membantu membukakan bagasi mobil untuk memasukkan stroller milik Pin dan Nas.

Sementara kedua anaknya sudah mereka dudukkan di kursi khusus bayi, di dalam mobil.

"Kamu masuk ke dalam mobil saja. Aku yang akan mengemas ini," ujar Wat.

"Baiklah …."

Lin berlalu dan segera masuk ke dalam mobil. Menunggu Wat dan juga menjaga kedua anaknya yang sedang memegang mainan di masing-masing tngan mereka.

'Pin … Nas … kita manfaatkan hari ini untuk berekreasi bersama Papa, ya … kalian pasti senang, bukan? Karena … Mama sangat senang, hari ini,' batinnya begitu senang karena bisa memiliki waktu bersama anak-anaknya dan juga suami untuk berekreasi, bukan hanya sekedar berkumpul di rumah saja.

"Anak-anak tidak tidur?" tanya Wat yang baru saja masuk ke dalam mobil.

"Tidak. Sudah terkemas semuanya?" tanya Lin memastikan.

"Sudah. Pakailah seat belt nya. Kita akan segera berangkat," pinta Wat.

Lin mengangguk dan juga tersenyum.

***

Pilihan pertama mereka adalah menaiki bianglala.

Sebuah wahana berbentuk kincir dengan pergerakan serupa. Namun wahana itu berbentuk sangkar burung. Dimana penumpang wahana akan masuk dan duduk di dalamnya, untuk menikmati wahana dan juga melihat taman rekreasi itu dari ketinggian.

"Kamu tidak takut ketinggian?" tanya Wat.

Lin menggelengkan kepalanya.

"Saat kecil, kamu selalu memilih wahana komedi putar dibandingkan dengan bianglala. Aku pikir, itu karena kamu takut ketinggian."

"Bukan seperti itu …."

"Lalu?"

"Pernahkah kamu berpikir, kuda dalam komedi putar adalah objek kamu untuk bermain perang-perangan?" tanya Lin.

"Hm? Sama sekali tidak. Tapi apa yang kamu katakan, memang tidak salah," jawab Wat.

"Itu yang selalu aku pikirkan."

"Aku berada di belakangmu, yang sedang menunggangi kuda, bagai kesatria yang sedang berperang dan juga melindungiku sebagai seorang putri," tutur Lin dengan nada malu-malunya.

Wat tersenyum, ia mengangguk, memahaminya.

"Sekarang aku sudah menjadi kesatriamu dan akan terus melindungi kamu, Pin dan juga Nas. Kamu tidak perlu berkhayal seperti itu lagi, karena khayalan kamu sudah menjadi nyata."

***

Win diam, memasang raut kesalnya.

Ia tidak habis pikir dengan Wat yang lagi-lagi membuatnya kecewa.

'Harus mengerti seperti apalagi?!' batinnya menggerutu, sangat kesal.

Ia memilih untuk menghubungi Wat, dengan menelponnya.

Telpon telah tersambung …

"Halo Wat? Kamu dimana? Kamu lupa janji? Aku menunggumu sejak tadi?!"

"Halo? Ini Win?"

"Ha—halo? Bu—kan Wat?"

"Bukan."