"Ya Tuhan," ujar Delia dengan suara yang nyaris tak terdengar. "Aku bahkan sudah merindukanmu, Delima."
"Ya," ujar Delima yang masih memeluk Delia. "Aku mengerti perasaan Nenek."
"Apa kau sadar, Sayang?" kata Delia. "Bahwa sesungguhnya yang menuntun perbuatanmu tadi adalah sifat manusia yang telah lama merasukimu?"
Keduanya saling melepaskan pelukan. Delima mengangguk dalam senyuman.
"Aku juga berpikiran demikian," ujar Delima. "Sebab, aku tidak menemukan sifat serupa pada kalian berdua. Tidak ibu, tidak pula Nenek sendiri."
"Kau memang cucu yang kurang ajar," Delia terkikik. "Kau menganggap kami ini apa, hemm? Makhluk kejam yang menakutkan, begitukah?"
Delima tertawa-tawa pelan, kemudian ia menjangkau sekuntum bunga teratai yang berwarna merah dan memetik kuntum bunga tersebut.
"Sekarang," ujar Delima pula pada Delia. "Biar aku yang menggosok punggung Nenek."
"Terima kasih, Sayang."
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com