Selama sepekan berada di kediaman Vysteria, Albert menjalani pelatihan yang disiplin dan sangat ketat. Berkali-kali ia dibuat tumbang karena besarnya perbedaan baik teknik, kecepatan, dan kekuatan antara dirinya dan guru barunya itu. Tetapi anak itu benar-benar keras kepala dan tidak mau kalah. Ada kalanya ia menggunakan cara-cara licik seperti menciptakan batu sandungan atau sekadar menghalangi pandangan Tuan Tyr agar dapat menyerang. Sayangnya, dengan cara seperti itu sekalipun, Albert tetap tak berdaya.
"Apa kau benar-benar orang tua? Kau bergerak terlalu cepat," ujar Albert dengan wajah kusut. Mendengar hal tersebut Tuan Tyr hanya tertawa.
"Aku sudah mengajarimu tentang jiwa seorang kesatria, tapi tanpa rasa malu kau menggunakan cara-cara licik."
"Da-dalam pertempuran semuanya sah," ujar anak itu membela diri. Walau begitu wajahnya memerah---sebisa mungkin ia mencoba menutupi rasa malu.
"Dasar bocah tengik, mencoba mengelabui orang dewasa," balas pria bertubuh jangkung itu. Ia lalu menyarungkan pedangnya. "Ya sudahlah, kau istirahat saja! Sebentar lagi lawanmu akan tiba."
"Lawan?" Albert tampak melongo. "Kupikir latihannya sudah selesai?"
"Apa maksudmu? Latihan baru akan dimulai."
Setelah beberapa lama menunggu di ruang Latihan akhirnya lawan yang dimaksud oleh Tuan Tyr tiba. Saat kaki sosok tersebut melangkah memasuki ruangan dan berdiri di hadapan Albert, Albert sama sekali tidak menyangka bahwa dia orangnya.
"Paduka yang Mulia, selamat datang!" Sambut Tuan Tyr kepada Amethyst Qunisley. Putri Keempat Rurall sekaligus murid kebanggaan Tyr Vysteria.
"Tuan Tyr …," Mithyst membalas sambutan gurunya dengan senyuman. Tampaknya ia senang telah diundang.
"Albert, seperti yang sudah kukatakan, kali ini kau akan melawan Paduka yang Mulia," jelas pria berambut perak itu, meski samar-samar tapi ia tampak senang dengan kehadiran muridnya.
Albert tampak kesal dan menatap tajam gurunya. "Aku tidak pernah mendengar kalau lawanku adalah Pangeran Rurall."
"Pangeran?" Gumam Tuan Tyr, ia kemudian melirik Mithyst sembari mengangkat sebelah alis. "Kau belum memberitahu anak ini rupanya," kata pria itu dalam hati kemudian mendengus.
"Paduka yang Mulia adalah muridku, jadi dia adalah seniormu."
"Aku dengar kau sangat payah, kau bahkan menggunakan cara licik dan tetap kalah," kata Mithyst seraya tersenyum angkuh. "Biar kuberi kau pelajaran," imbuhnya.
Albert memegang erat pedang di genggamannya. Ia menatap garang dan berniat melawan tanpa memedulikan posisi Mithyst sebagai orang penting Rurall. Ada kalanya anak itu benar-benar impulsif---tanpa memikirkan resiko dari tindakannya. Albert sama sekali tidak berusaha untuk menahan diri.
"Kau bebas menggunakan kekuatanmu …," kata Mithyst. Ia lalu mencabut pedang di ikat pinggangnya. "… tapi aku hanya akan menggunakan benda ini."
Sudut bibir Albert terangkat, "Aku tidak bertanggung jawab dengan apapun yang terjadi nantinya," anak itu kemudian berlari dan meluncurkan serangan.
"Klang!"
"Heh, seperti yang Tuan Tyr katakan, tampaknya kau benar-benar pengecut," ujar Mithyst sembari menahan serangan.
"Bagaimana yah … dalam pertarungan yang sebenarnya, tidak ada yang namanya aba-aba."
Mithyst kemudian melompat---mengambil jarak. "Aku akan mengajarimu arti pertarungan sesungguhnya," ucapnya dengan wajah serius.
"Klang … Klang!"
Pada awalnya mereka terlihat imbang, Albert sejauh ini mampu mengatasi serangan Mithyst dan begitu pula sebaliknya. Namun, alurnya mulai berubah pada pertengahan pertarungan. Albert mulai menunjukkan pergerakan.
Albert mengambil jarak kemudian membuat pedang-pedang di rak melayang di udara. Pedang-pedang tersebut mengelilingi Mithyst dan melesat dengan cepat ke arahnya.
"Kena kau!" Pikir Albert.
"Slashhhhh!"
Sayangnya serangan penyihir muda itu dipatahkan dengan mudah.
"Apa kekuatanmu hanya sebatas itu?" Kata Mithyst setelah menghempaskan semua pedang yang tertuju ke arahnya.
"Ck …," anak berambut hitam itu terlihat semakin kesal. Tanpa membuang-buang waktu ia meluncurkan serangan selanjutnya.
Albert mencoba menghilangkan keseimbangan Mithyst dengan memanipulasi pijakannya. Ia menciptakan sebuah gundukan yang membuat Mithyst hampir jatuh. Saat Mithyst terlihat lengah, anak itu tidak melewatkan kesempatan dan menyerang.
"Sangat naif," meski dengan posisi tidak seimbang Mithyst berhasil menghindari serangan Albert. Hal itu kemudian dijadikan momentum untuk serangan balik. Mithyst menendang perut lawannya keras hingga terhempas dan terkapar.
Albert meringis kesakitan, tetapi tetap mencoba menahan rasa sakitnya dan bersikap tenang.
"Sial," ucap anak itu kemudian memukul lantai dengan keras sebagai bentuk pelampiasan. Setelah itu, ia bangkit dan bersiap menyerang.
"Huft … sepertinya tidak ada cara lain."
Albert menarik dan menghembuskan napas perlahan. Ia menancapkan pedang di ubin kemudian mengangkat tangan ke depan. Setelah merapalkan sebuah mantra, tercipta badai kecil hingga membuat ruangan dikelilingi abu. Dalam keadaan tersebut, Mithyst dibuat sulit untuk melihat. Albert memanfaatkan kondisi tersebut lalu membuat dirinya menghilang dari pandangan. Dengan mengendap-endap, anak tersebut berniat meluncurkan serangan.
Dengan segala kemampuannya, Albert akhirnya berhasil mendekati Mithyst. Ia melihat punggung gadis itu terbuka lebar dan menganggapnya sebagai kesempatan emas untuk menyerang.
"Klang!" Pedang Albert terlempar jauh dan tiba-tiba anak itu sudah tumbang di hadapan lawannya.
Mithyst merupakan murid Tyr Vysteria sejak usia tujuh tahun. Gadis bermanik merah muda itu dididik sejak kecil untuk mempertajam panca indranya. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan merupakan aset penting bagi seorang kesatria. Oleh karena itu, ketika matanya tidak bisa melihat, ia masih bisa menggunakan pendengaran dan instingnya untuk menghadapi lawan. Hal tersebut yang menjadi poin utama dalam kekalahan Albert. Dan kekalahan kali ini jauh lebih menyakitkan. Pasalnya rencana anak itu telah digagalkan.
Ketika sihir Albert berhenti bekerja, ruangan kembali normal dan sosoknya kembali terlihat, Mithyst berdiri di hadapan Albert yang tersungkur sembari mengacungkan pedang.
"Jika ini pertarungan yang sesungguhnya, kau sudah mati," ujar Mithyst dengan tatapan tajam.
Mendengar perkataan tersebut, Albert membalas dengan tatapan nanar. Tetapi hanya itu yang dapat ia lakukan, seluruh tubuhnya kaku dan mati rasa. Ia sama sekali tidak mampu melawan balik. Lawannya jelas lebih kuat, khususnya dalam urusan berpedang.
"Kita cukupkan hari ini." Tuan Tyr kemudian meminta pelayan untuk merapikan ruangan dan mengobati luka Albert.
Pria berambut perak itu membantu muridnya yang tersungkur untuk bangkit. Saat tengah memapah Albert, ia berkata, "Aku memang mengatur pertarungan kalian berdua, dan kau juga diizinkan menggunakan kekuatanmu, tapi anak muda … aku tidak menyangka kau benar-benar menyerang Paduka yang Mulia dengan cara seperti itu" Tuan Tyr kemudian menjitak kepala Albert.
"Awwww! Apa yang kau lakukan terhadap orang yang terluka."
Tuan Tyr hanya tersenyum. Sedangkan Albert merinding melihat senyuman tersebut. Ekspresi yang pria itu tunjukkan tampak menyeramkan. Meski Albert diperbolehkan menggunakan kekuatannya, perbuatan yang anak itu lakukan dianggap di luar batas. Bagaimana jika Mithyst terluka akibat pedang-pedang yang ditujukan kepadanya?
"Sudahlah Tuan Tyr, serangan payah seperti itu tidak mungkin melukaiku," Mithyst menyarungkan pedangnya, "Apa kau sudah menyadari kelemahanmu?" Ujarnya kepada Albert. Albert kemudian memalingkan wajah dengan kesal.
"Tanpa kau jelaskan, aku juga sudah tahu."
Albert tidak mengucapkan hal yang ia pikirkan dengan keras tapi wajahnya menggambarkan jelas perasaannya saat ini. Melihat anak itu, Tuan Tyr hanya bisa menghela napas panjang. Mengurus dua murid yang sama-sama keras kepala sepertinya cukup merepotkan bagi orang seusia dirinya.
Malam hari tiba, jamuan kali ini jauh lebih spesial dari sebelum-sebelumnya. Tuan Tyr bukan hanya memperlakukan Mithyst sebagai sosok yang dihormati, tetapi juga sebagai murid kebanggaannya. Sembari makan, pria tua itu tidak henti-hentinya menceritakan pertarungan antara Mithyst dan Albert kepada putra bungsunya. Tentu saja anak berambut ikal itu kini berwajah masam. Membahas sesuatu yang menunjukkan sisi lemahnya benar-benar memekakkan telinga.
"Ayahanda, sepertinya Anda terlihat bersenang-senang hari ini," kata Aran. Ia tersenyum hangat mendengar ocehan ayahnya itu.
"Tentu saja, sudah lama Paduka yang Mulia tidak mengunjungiku," Tuan Tyr kemudian membungkuk, "Terima kasih karena telah menyanggupi permintaan pria tua ini," ucapnya.
Mithyst tersenyum kaku, "Tentu saja aku menyanggupinya. Aku tidak mungkin menolak permintaan guruku," katanya. Ekspresi anak itu kemudian berubah, Mithyst menatap Tuan Tyr dalam. "Bagaimanapun, kau melatih Albert demi kepentinganku juga," jelasnya.
Sementara itu, Albert sama sekali tidak merespon. Ia lebih sibuk mengunyah makanan. Lagi pula, apapun yang ia katakan saat ini pastinya terdengar seperti alasan.
"… tapi Albert, aku sarankan kau tidak sering-sering menggunakan kekuatanmu, bisa jadi masalah jika ada yang melihat," ungkap Mithyst. Tampaknya ia serius memberi peringatan.
"Julia juga pernah mengatakan hal serupa. Apa penduduk Rurall bermasalah dengan penyihir?"
"Sebelumnya Nona Ivrit sudah menjelaskan bukan? Tentang bagaimana para penyihir mulai menginvasi, dan Rurall mulai mengisolasi diri. Rurall sangat menentang para penyihir, terutama Kerajaan Ririas," jelas Aran.
Mendengar hal tersebut Albert terkejut sekaligus menyadari sesuatu. Penjelasan Aran membuat ia mengetahui alasan di balik perilaku penduduk Rurall saat ia pertama kali menginjakkan kaki di negeri tersebut. Berbeda dengan Folois. Di wilayah perbatasan baik Albert maupun Fuguel selalu merasa diawasi. Hal tersebut sebagai bentuk kehati-hatian para penduduk terhadap orang luar.
Kerajaan Ririas bukan satu-satunya tempat penyihir tinggal, tetapi di wilayah tersebut sihir merupakan jantung kehidupan. Bukan hanya memiliki kekuatan tetapi juga kecerdasan, para penyihir menggunakan hal tersebut untuk menguasai dan mengontrol negara lainnya. Ditambah keamanan dan pertahanan yang sangat kuat, sejauh ini tidak ada negara yang berani menyerang wilayah Ririas. Makanya, Rurall yang memiliki kekuatan supernatural menjadi ancaman bagi Ririas. Sebab, sihir tidak berfungsi untuk melawan mereka.
"Ironi," kata Albert.
"Aku tahu bahwa ini terdengar konyol, kami yang merendahkan penyihir justru bergantung kepada kalian. Tapi, demi menyelamatkan Rurall, aku bersedia melakukan apapun," Mithyst beranjak dari tempat duduknya. "Komohon pinjamkan kekuatanmu," pintanya sembari membungkuk. Aran dan Tuan Tyr memandangi Mithyst dengan air muka yang tidak biasa. Mereka menunjukkan ekspresi dengan makna yang dalam.
"Karena itu kau melatihku untuk menjadi lebih kuat---agar persentasi memasuki lembah terlarang meningkat," Albert lalu terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan hal yang ingin ia katakan. "Dan agar kau tidak merasa berutang budi ... kepada seorang penyihir."
Albert mengambil serbet yang diletakkan di samping piring makannya. Ia kemudian membersihkan sisa makanan di bibir kemudian beranjak. "Aku lelah. Aku ingin istirahat lebih cepat," ucapnya kemudian meninggalkan ruangan. Anak itu menyisakan suasana suram di antara ketiganya.
~
Semoga teman-teman terhibur dengan chapter kali ini. Terus ikuti cerita petualangannya dan jangan lupa dukung karya penulis dengan memberikanb PS, rating bintang, comment, dll.