webnovel

Walas Gua, ya Suami Gua

—Tamat° Perjodohan antara murid dengan guru memang sudah biasa. Tapi bagaimana kalau muridnya yang memaksa kedua orang tuanya untuk menikahinya dengan laki laki yang menjabat sebagai guru disekolahnya. Kamelia Putri, siswi cantik tapi receh menyukai walasnya sendiri. Sahabatnya yang bernama Aliana Zeline ternyata juga tertarik dengan walas mereka. Hal itu membuat Amel melakukan cara yang cukup bar bar untuk mendapatkan cinta walasnya dengan seutuhnya. Gavin Al-Agam adalah seorang mahasiswa yang memiliki kadar ketampanannya di atas rata rata. Suatu hari dia mengalami suatu masalah dan membuat papanya marah. Gavin pikir, papanya akan memberikan hukuman untuk mencabut semua fasilitas yang selama ini Gavin pakai. Ternyata Gavin salah, Gavin dipaksa papanya untuk mengajar dan menggantikan walas yang akan segera keluar karena usianya yang sudah tidak muda lagi. Seorang mahasiswa nakal seperti Gavin menjadi guru dan wali kelas? Apa jadinya?

ndafrh · Teenager
Zu wenig Bewertungen
134 Chs

--Chapter 26--

"7859," gumam Amel.

"Hah? Kenapa sayang?" Tanya Gavin ketika Amel menggumamkan kalimat yang tidak tertangkap jelas di telinga Gavin.

"Hah? Engga kok," jawab Amel. Gavin mengkerutkan keningnya dengan heran.

"Kenapa sih?" Tanya Gavin. Amel hanya menggeleng, namun matanya masih menatap pada suatu objek yang pastinya membuat Gavin keheranan.

"Kamu liat apasih sayang?" Tanya Gavin. Amel hanya menoleh sekilas dan mulai makan dengan pandangan ke arah makanannya.

"Engga ada apa apa sayang," jawab Amel. Gavin tambah mengkerutkan keningnya bingung.

"Ih aneh kamu ih," respon Gavin. Amel hanya menoleh sekilas lalu terkekeh kecil.

"Apa sih? Kamu yang ga jelas!" Balas Amel. Gavin hanya mengangkat bahunya dengan cuek.

Setelahnya, Amel dan Gavin menikmati makannya dengan nikmat. Yang pasti, Amel memikirkan angkat itu, dan Gavin memikirkan tingkah laku Amel yang aneh. Gavin juga beberapa kali memergoki Amel yang sedang malamun.

***

Amel terbangun dari tidur malamnya. Hari sudah malam, dan Amel terbangun di saat orang orang rumah sudah menutup mata menuju alam mimpi.

Amel melirik ke sebelah, disana ada Gavin yang tertidur membelakanginya. Amel menuruni ranjangnya dan membuka pintu kamarnya dengan pelan plean.

Saat berhasil keluar, Amel memilih menuruni tangga dengan langkah menjinjit, takut takut ada yang mendengar langkahnya.

"Huh, untung ajaa," ucap Amel dengan nada lega.

Amel mulai berjalan ke dapur dan melihat kembali foto yang sekarang menjadi misteri di hidupnya. Amel membalikan bingkai itu dan memilih membuka bingkai itu untuk mengambil fotonya.

"Astagfirullah!" Amel hampir saja memekik keras serta melempar bingkai itu. Amel melihat sebuah foto USG yang menampilkan bentuk bayi. Bukan itu yang menjadi masalah Amel, tapi coretan angka beserta sebuah kalimat yang berhasil membuat dirinya tertegun.

'Jika lahir, takdir angka akan menghantuimu' —22

"Astagfirullah, jangan jangan ini USG aku waktu dalam kandungan!" Panik Amel. Amel meletakan foto itu kembali dan segera meminum air dingin untuk menjernihkan kepalanya.

"Hah," hela Amel. Amel memperhatikan di sekelilingnya. Amel meletakan gelas-nya dengan pelan pelan.

DEG

Jantung Amel berdebar kencang, Amel bisa merasakan sosok hitam di belakangnya. Amel menggelengkan kepalanya takut takut hanya berhalusinasi.

Amel melihat ke kaca, dimana dia berdiri ada seseorang yang sedang memegang sebuah benda. Semakin di perjelas, benda itu seperti pisau. Amel takut kejadian dulu terulang kembali, Amel memilih membalikan badannya sambil menendang perut orang itu.

"AKHHH!" Pekik orang itu, yang membuat satu rumah terbangun. Amel membulatkan matanya dengan terkejut. Amel baru saja menendang papanya dengan keras, Amel melirik kesamping dan itu hanya pisau mainan.

"Shhh," ringis papanya. Amel segera membantu papanya, tidak lama datanglah Gavin dan mamanya.

"Aduhh, maaf paa, aku pikir orang jahat mau nikam aku," ucap Amel. Mamanya buru buru mengambil kotak P3K, untuk mengobati papanya.

Sedangkan Gavin setelah mendengar ucapan Amel, Gavin melihat ke sekelilinya. Yang Gavin lihat hanya pisau plastik untuk main masak masakan. Gavin mengambilnya dan menepuk pundak Amel.

"Krekkk." Gavin menusuk lehernya dengan pisau mainan itu untuk meledek Amel.

"Ish!" Kesal Amel. Gavin hanya tertawa dan membantu papanya. Setelah papanya di obati mamanya, Arya ikut menggotong papanya sampai ke kamar.

"Aduhh, maafin Amel yaa.." Ungkap Amel sambil memegang tangan papanya. Papanya hanya tersenyum dan mengangguk.

"Ga apa apa sayang," jawab Papanya. Amel mengangguk dan memeluk papanya sekilas.

"Ayo," ajak Amel. Amel dan Gavin pun keluar.

"Di cariin di kamar, eh tau taunya di dapur, di tikam pake pisau plastik rasanya biasa aja sayang," ledek Gavin. Amel mendelik kesal lalu berjalan lebih dulu sambil menghentak hentakan kakinya, jangan lupa dengan gerutuannya selama dia berjalan.

"JANGAN NGEGERUTU SAMA SUAMI SAYANG! KAMU MAU JADI ISTRI AKU UNTUK YANG KEDUA KALINYA LOH!!! MASA MAU JADI YANG KE TIGA!!" Ledek Gavin sambil tertawa karena Amel menghentak hentakan kakinya dengan kesal.

"Dasar Amel, ada ada aja," ucap Gavin sambil menggeleng gelengkan kepalanya gemas.

***

Pagi paginya, Gavin dan Amel sudah mengajak orang tuanya untuk berbincang bincang di ruang keluarga. Sehingga, sehabis sarapan, Amel dan Gavin keruang keluarga dengan mama papanya.

"Ada apa Mel?" tanya Sinta. Gavin dan Amel saling tatap lalu memasang wajah serius mereka. Setelah melewati waktu yang cukup lama, tiba tiba...

"Gavin aja mah yang ngomong," ucap Amel. Gavin, Sinta dan Arya menghela nafas.

"Ngomong gih," suruh Amel. Gavin melirik Amel sekilas lalu menatap Sinta dan Arya.

"Aku mau nikahin Amel lagi, aku takut berpisahnya 4 tahun aku sama Amel tanpa sadar bercerai salam agama. Aku ga memenuhi kewajiba aku sebagai seorang suami, dan Amel tidak memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri," ucap Gavin.

Sinta mengambil teh yang sempat dia buat, lalu meminumnya dengan pelan. Sinta melirik Arya begitupun sebaliknya.

"Kenapa perlu izin kami?" Tanya Arya. Gavin dan Amel melebarkan senyumannya.

"Makasih mah pah," ucap Amel. Sinta dan Arya mengangguk anggukan kepalanya.

"Yaudah mah, aku ga lama karena mau ngomongin ini ke mama sama papa Gavin," ungkap Gavin.

"Oh yaudah kalau gitu, kalau nanti akad, kirim aja undangannya," ucap Santi.

"Terus mah, yang jadi wali aku siapa?" tanya Amel. Hal itu membuat Santi maupun Arya terkejut.

"Emm, mama sama papa gatau posisi ayah kamu nak, jadi bagaimana?" Tanya Arya.

"Jadi batal nih?" Tanya Amel. Gavin menoleh ke arah Amel.

"Engga gitu sayang, nantu kita cari jalan keluarnya," ucap Gavin.

"Nanti papa sama mama bantu cari daru sini," ucap Sinta berusaha menenangkan anaknya. Amel hanya mengangguk pasrah.

"Yaudah mah, kalo gitu aku pamit yaa," ucap Amel. Sinta dan Arya mengangguk dan mengantarkannya sampai depan pintu.

"Dahh!" Ucap Amel sambil melambaikan tangannya. Amel masuk ke dalam mobil dengan diikuti Gavin di sebelahnya.

Setelah itu, mobil yang dintumpangi sama Amel dan Arya melesat jauh.

Berita tentang Amel dan Arya masih dahsyat, tapi mereka tidak tau kalau Amel juga keturunan dari keluarga Xavier. Amel memang identitasnya di sembunyikan sekali, meski menjadi anggota keluarga Xavier

Amel hanya takut ketenarannya membuat orang orang dengan mudah menyakitinya. Vidio itu memang tidak memperlihatkan wajahnya, tapi setengahnya sudah sangat terlihat jelas.

***

Amel membuka pintu mobil dan memasuki jet pribadi milik keluarga Gavin. Gavin mengikutinya dari belakang. Sesampainua di dalam, Amel segera membuka laptop dan melanjutkan pekerjaannya. Gavin ikut duduk di kursi sebelah Amel dan menatap Amel yang sedang serius sekali mengerjakan kerjaanya.

"Sayang," panggil Gavin. Amel hanya berdehem sebagai jawabannya.

"Aku mau nanya dong," jawab Gavin.

"Tanya apa?" Tanya Amel.

"Hmmmm—

***