Happy Reading all...
****
Langsung saja keluarga Shakeel menatap Eva dengan napas tertahan, jadi mereka salah sasaran? Rasa canggung memenuhi relung hati mereka.
"Eva?"
Suara pelan terdengar di sela-sela keheningan yang terjadi, semuanya menoleh ke asal suara. Memperlihatkan gadis dengan perban di bahu, menatap mereka semua curiga.
"K-kak!" pekik Eva tertahan, ia mengabaikan Shakeel se-keluarga, berlari ke arah kakaknya yang terlihat kesakitan. "Lu kenapa jalan?! Itu luka belom kering kaaak!" rengek Eva meletakkan tangan kanan Misha ke bahu nya.
"E-Eva... K-kamu apa kab--"
Perkataan Shakeel di sela oleh Eva, "Bang, bawa martabaknya ke dalam ruangan... Laper," keluh Eva di angguki Alejandro. Pria itu menunggu dua saudara kembar itu masuk sepenuhnya, lalu berbalik menatap keluarga memuakkan itu dengan malas.
"Jangan dekati kami setelah hari ini, atau saya pastikan... Kalian akan menyesal!" kecam Alejandro tajam, bisa di lihat dengan jelas keluarga di depannya ini bergetar takut. Rasakan itu' gumam Alejandro puas.
"ALEJANDRO!"
Bulu kuduk Alejandro langsung berdiri ketika Misha, sepupunya memanggil dengan lantang. Jantungnya terasa copot barusan, rasa aneh menggerayangi tubuhnya. "I'm Coming!" balas Alejandro segera berlari ke ruangan Misha. Meninggalkan keluarga Shakeel yang mematung di tempat, mereka tidak percaya karena takut hanya karena ancaman halus dari pria bernama Alejandro itu.
"Habis lah aku... Rintangan semakin susah saja..." gumam Shakeel meneteskan airmatanya.
****
Ceklek
"Yoo, aku data--"
Pluk!
Alejandro memasuki ruangan dengan santai, menyapa kedua gadis kembar yang tengah berbincang serius, sayangnya balasan untuk sapaan tidak jelas dari Alejandro hanyalah lemparan bantal rumah sakit. Pelakunya? Tentu saja Misha.
"Lu ngapain tadi di luar?" tanya Misha menyipitkan matanya karena curiga, Alejandro bukan tipe ramah pada orang yang berbuat semena-mena dengan keluarganya. Pasti pria blasteran Rusia-Korea ini menyancam, entah se-parah apa kecaman Alejandro.
Bukannya menjawab, pria berusia 23 tahun itu malah mengambil buah apel dari keranjang yang ada di nakas Rumah sakit. Menggigitnya tanpa beban, dan menatap Misha kelakar.
"Cuma gertakan, tenang saja~"
Kritt!
Siapa pun, tolong Misha. Dia sangat ingin menyembelih Alejandro, menjadikan pria itu sebagai sate human perjaka, dan menyerahkannya pada anjing peliharaannya. Tapi... Apa pria di sampingnya itu, perjaka?
"Lu mikirin yang engga enggak kan?!" pekik Alejandro memeluk tubuhnya sendiri ketika merasakan Aura jahat seseorang menyerang dirinya.
"Gak macam-macam kok, cuma... Kepikiran aja mau jadiin lu Sate Human Perjaka, eeh? Lu perjaka kan?" tanya Misha tanpa segan, atau malu.
Blush!
Eva dan Alejandro memerah malu sekaligus kaget, serius nih? Misha itu polos atau bagaimana sih?! Terkadang mereka di buat takut dengan prilaku Misha yeng menyiksa musuhnya tanpa segan, namun. Terkadang lagi, jujur saja sifat bar bar Misha berbahaya, dia selalu bertanya hal yang membuat mereka geleng-geleng sendiri.
"Ngeri amat Mish, dahlah... Gue pengen balik ke kantor, sibuk."
Alejandro adalah CEO muda di sini perusahaan ayahnya, yaitu Malvick Group. Perusahaan yang lumayan berpengaruh di dunia bisnis.
"Jangan mencoba kabur Ale-Ale..." desis Misha mampu melumpuhkan kaki Alejandro, dirinya merasakan kedua kaki panjangnya itu terasa bukan miliknya, malah terasa seperti milik orang lain.
Misha melakukan sihir? Tidak, yang barusan terjadi adalah efek dari Aura intimidasi ke punyaan Misha. Ia melempar jeruk di tangannya, pada kepala bagian belakang Alejandro.
Crak!
"Misha! Sakit!" pekik Alejandro berbalik marah. Saat menatap wajah Misha, Ale sangat tidak percaya, bagaimana bisa seorang Misha yang notabenenya adalah sepupu Alejandro bertindak demikian pada dirinya? Tidak masuk akal!
"Rasain! Sana pergi! Katanya sibuk!" usir Misha sarkas. Eva hanya terkekeh pelan melihat Alejandro kalah telak dengan kakaknya, senang sekali ia bisa melihat wajah penuh ke-lesu-an dari Alejandro karena kalah dari Misha.
****
Setelah di rawat beberapa hari, akhirnya Misha bisa kembali bersekolah seperti biasanya. Di belakang Eva dan Misha, sahabat mereka berjalan sambil bercanda kecil. Mereka ber enam sangatlah memukau banyak siswa di sana, bagaimana tidak. Senyum semanis madu yang terpancar membuat semuanya diabetes.
"Lu ngerasa ada yang aneh gak sih?" celetuk Aixa memegang leher bagian belakangnya. Mata biru Aixa bergerak ke sana kemari untuk memastikan sesuatu, setelah mengetahui penyebabnya, ia segera berdiri di depan Eva.
"STOP ANJ!" pekik Aixa memberhentikan Shakeel yang berlari hendak memeluk Eva, agresif sekali pria satu ini! Kalau saja tidak ada Aixa, jantung Misha dan Eva copot!
Bersyukur dua gadis kembar itu di karuniai kemampuan penuh akan kendali ekspresi wajah mereka, jika tidak... Wajah kaget mereka akan menggemparkan sekolah.
"Aixa! Minggir! Gue mau minta maaf saja Eva!" bentak Shakeel mendorong Aixa ke samping, dengan langkah lebar ia menghampiri Eva. Sayangnya gadis itu malah berbalik dan melangkah bersama Misha, di ikuti duo A dan E.
"Eva!" panggil Shakeel tak di peduli kan oleh gadis itu. "EVAAA! GUE MINTA MAAF!" seru Shakeel kian mengencang.
Tap...
Srek!
Bruak!
Misha membanting Shakeel karena berani menyusul mereka, dan meletakkan tangannya pada bahu Eva, adik kesayangannya. "Jangan muncul lagi Sia*an!" desis Misha muak.
"T-tapi... Gue cuma--"
"BASI! Lu tau basi? Udah gak enak Shak, gaenak! Bibit yang lu tanam udah berbuah, dan seperti keinginan lo, Eva udah berhenti ngejar cowo bod*h kek elu!" sarkas Misha
Degh!
Shakeel merasakan jantungnya tercengkram oleh sebuah tangan tak kasat mata, napasnya tidak beraturan, tubuhnya ambruk begitu saja. Namun pandangannya, tetap menatap Eva yang hanya meliriknya malas.
Tanpa sepatah katapun, Eva melenggang pergi, meninggalkan pria yang ia cintai. Sekarang, pria itu tidaklah penting. Pria itu hanyalah lawan jenis yang ia kira 'beda', nyata nya tidak ada yang berbeda dari Shakeel dengan pria di luar sana.
"Eva..." lirih Shakeel meneteskan airmatanya.
Tes!
Tanpa di sadari oleh Shakeel, Eva menangis dalam diam. Tentu saja Misha mengetahuinya, namun dia hanya bersikap tidak mengetahui apapun.
"Ini memang sulit, tapi percayalah... Setelah hari ini, kau akan terbiasa dengan semua rasa sakit... Terima untuk kali ini, dan bersikap biasa kedepannya." gumam Misha yang masih bisa di dengar oleh Eva.
****
Eva menghela napas panjang tanpa sebab, menatap kakaknya yang asik memakan seblak dengan semangat menggebu-gebu. "Kemnyapa mlu?" tanya Misha tak jelas. (Kenapa lu?)
Eva melirik kakaknya malas, dia berdecak kesal karena sedaritadi Misha hanya memakan seblak tanpa henti ataupun jeda. Hei, ini sudah 1 jam! Mereka di sekolah, bukannya di cafe yang bisa berdiam selama mungkin!
"Lu gak kenyang, atau bahkan gak ke pedesan kak?! Gue capek duduknya!" pekik Eva frustasi. Kakaknya baru saja keluar dari rumah sakit, tapi sekarang malah menghabiskan 10 mangkuk lebih seblak! Lambung Misha apa kabar? Pasti yang satu itu merasa tersiksa, Eva dan seluruh anggota tubuhnya mengucapkan belasungkawa untung tuan lambung.
"Udah kak, cukup... Lambung lu kasian!" omel Eva menarik mangkuk seblak kesekian kalinya, Eva segera menyuruh penjaga kantin membawa semua sisa seblak di meja kantin, jika tidak, mustahil bagi Misha menghentikan acara mukbangnya.
"Dih, Va... Jangan sewot dong!" ketus Misha menyeruput kuah seblak dalam mangkuk.
"Heh! Jauhi Ryan atau habis lo sama gue!" kecam seorang gadis yang muncul entah dari mana.
Uhuk!
Uhuk!
****
Hiii...
Makasih karena udah bertahan selama ini, seneng banget, hehehe...