webnovel

Terpesona

Saat sadar ada seseorang yang mendekat, Hexa menengadahkan kepalanya. Tiba-tiba saja ia terpesona ketika melihat sosok Aileen yang telah berubah sejak pergi ke sungai. Rambutnya menjuntai sampai ke bahu, basah akibat percikan air. Wajahnya berseri ketika terpantul oleh sinar matahari. Tidak hanya itu, semilir angin mampu menyibakkan rambutnya sehingga menambah kesan cantik dalam diri Aileen.

"Hei, kenapa kau menatap aku seperti itu?" Aileen mengejutkan Hexa.

"Hem, tidak," jawab Hexa gugup.

"Mungkin dia terpesona melihat kecantikan kamu, Aileen," timpal Licha.

Aileen tersenyum, sebab Licha bisa berbicara seperti biasanya lagi, "Oh, ya? Aku tidak merasa kalau seperti itu."

"Siapa penghuni distrik ini yang tidak mengenal kamu? Bahkan semua pemuda yang ada di sini berlomba-lomba untuk mendapatkan cinta kamu, Aileen. Hanya dirimu saja yang tidak membuka hati untuk mereka."

"Biarkan saja. Mungkin belum waktunya," balas Aileen singkat.

Sebetulnya bukan karena Aileen tidak ingin membuka hati, tetapi sejak kecil ia telah digariskan untuk berjodoh dengan Damian. Itu sebabnya Aileen tidak ingin menjalin hubungan dengan siapa pun. Tetapi, jauh di lubuk hati yang paling terdalam Aileen tidak menyukai Damian dan hanya menganggapnya sebagai sahabat saja.

Licha tahu sekali apa yang dirasakan oleh Aileen. Setiap kali merasa sedih, pasti Aileen akan menceritakan semuanya kepada Licha. Mereka telah berteman sejak kecil, dan sudah seperti saudara sendiri. Aileen tidak sungkan meminta bantuan pada Licha, begitupun dengan Licha meminta bantuan kepada Aileen. Mereka menceritakan masa kecil yang menyenangkan, karena suasana yang pas dengan ditemani oleh semilir angin di bawah sebuah pohon. Hexa mengangguk saja mendengarkan cerita masa kecil mereka berdua.

"Dulu itu, Aileen suka sekali dengan daging kelinci yang langsung diburu oleh anak panah. Bahkan ia tidak memberi kesempatan orang lain untuk ikut memakannya," ucap Lica bersemangat.

"Kelinci yang langsung di makan? Memangnya tidak dimasak terlebih dahulu?" Hexa melontarkan pertanyaan besar.

Panik dengan itu, Aileen membulatkan matanya kepada Licha yang telah salah berbicara, "Bukan seperti itu, tapi dimasak terlebih dulu. Mana mungkin aku bisa makan daging yang masih mentah seperti itu."

"Oh, aku mengira kalau kalian mengkonsumsi daging mentah."

Beruntung Hexa percaya, dan Aileen dapat bernapas lega. Ia memperingatkan Licha agar menjaga ucapannya, supaya tidak menimbulkan kecurigaan pada Hexa. Kalau itu sampai terjadi, maka bangsa mereka akan terancam. Keberadaan mereka di sini akan terdeteksi oleh manusia biasa yang lama tidak mengetahui kalau ada bangsa serigala di tempat ini.

Hexa memicingkan matanya tatkala melihat sesuatu yang menurutnya aneh. Ketika sedang memperhatikan rumah penduduk, tiba-tiba saja Hexa melihat ada yang melintas dengan kecepatan tinggi. Bahkan ia sampai tidak dapat melihat dengan jelas siapa orang itu. Yang jelas, dahan pohon serta sampah yang ada di jalan bergoyang seiring dengan melesatnya orang tersebut.

"Itu apa?" Hexa membetulkan posisi duduknya serta mengangkat jari telunjuknya.

Aileen mulai panik, ada warganya yang menggunakan kekuatan mereka di depan Hexa, "I-itu, apa?"

"Itu manusia yang dapat melesat. Tapi apa bisa?"

"Aku tidak melihat apa pun. Hanya melihat orang tua itu saja," sahut Licha.

"Oh, ya? Mengapa kau tidak dapat melihatnya, Licha? Tidak mungkin jika penglihatanku berkurang." Hexa masih yakin dengan apa yang dilihatnya.

"Sebaiknya kita segera pergi. Mungkin saja kesehatan kau menurun, lebih baik kita pergi untuk mencari ramuan yang akan mengembalikan energy tubuhmu," jawab Aileen.

Aileen telah berdiri, lalu diikuti oleh Licha. Sementara dalam benak Hexa masih tersimpan pertanyaan besar. Beberapa kali ia mengusap kedua matanya, memastikan kalau apa yang ia lihat itu adalah nyata. Ketika melihat kembali ke arah yang sama, semua telah menghilang dan kembali normal. Sekarang Hexa percaya kalau ada yang bermasalah dengan penglihatannya itu.

Mereka melanjutkan perjalanan. Kali ini Aileen akan pergi ke tempat biasa ia latihan bersama dengan pemuda lainnya. Tetapi, secara mengejutkan ada yang menghampiri mereka. Lari melesat sampai akhirnya berada tepat di depan mereka. Hexa membelalakkan kedua matanya, menyaksikan tiga orang pria menghadang mereka.

Hexa sempat terpental, berutung Aileen dapat menahan tubuhnya sehingga tidak terjatuh ke tanah. Rupanya Damian bersama dengan ketiga temannya. Aileen terkejut melihat itu, begitupun dengan Hexa yang tidak pernah menyangka kalau ada orang menghadangnya. Aileen maju dua langkah ke depan. Dan berhadapan langsung dengan Damian yang memasang wajah menyeramkan.

"Kenapa kau halangi jangan kami?" tanya Aileen ketus. Tidak ada raut senyum di wajahnya.

"Aileen, sudah berapa kali aku peringatkan. Jangan biarkan pria asing ini dekat dengan kita."

Geram melihat tingkah laku Damian, secepatnya Aileen membawa pria itu agar menjauh. Aileen menarik lengan Damian sehingga sekarang mereka berdiri di balik pohon. Aileen lelah dengan Damian yang selalu saja menganggunya. Wajah Aileen masam, serta Damian memegang kedua bahu wanita yang ada di hadapannya itu.

"Apa salah, kalau aku menjaga calon istriku sendiri?"

Perkataan membuat telinga Aileen terasa sakit, "Apa? Calon pasangan? Aku hanya menganggap kau itu tidak lebih dari sahabat. Sudah, hanya itu saja."

Damian tercengang. Bagaimana tidak, selama ini ia telah memberikan perhatian lebih kepada Aileen. Tetapi wanita itu hanya menganggap dirinya sebagai teman saja. Pegangan Damian semakin keras, menyebabkan rasa sakit di bahu Aileen. Tidak ingin merasa sakit lagi, Aileen menepis tangan itu agar menjauh.

Mereka berdua saling menatap tajam. Bahkan saling mengerlingkan mata masing-masing. Napas Aileen memburu, dan amarahnya memucak. Tetapi ia kembali menarik napas dalam-dalam, agar tidak jadi keributan di tempat itu. Kalau sampai terjadi, maka akan membuat Hexa semakin mencurigainya.

Tanpa mengatakan apa-apa, Aileen pergi meninggalkan Damian. Ia mengajak Hexa dan juga Lica agar segera pergi dari tempat itu. Sementara Damian, berusaha untuk mecegahnya tetapi gagal. Alhasil, Aileen telah pergi jauh. Damian melayangkan pukulan keras pada sebuah batang pohon yang ada di dekatnya.

"Sialan! Sampai kapan kau akan menutup hati, Aileen?" geram Damian.

**

Sampai di tempat latihan.

Tampak banyak lelaki sedang bermain pedang. Selain itu, ada juga wanita yang tidak ingin kalah. Hexa cukup terkesan melihat itu, apalagi semangat para pemuda dan pemudi walau di bawah terik matahari. Aileen mendekat, karena yang melatih adalah ayahnya.

"Maaf, Ayah. Aku terlambat," ujar Aileen sambil membungkukkan tubuhnya memberi salam.

"Tidak apa. Langsung saja masuk ke dalam barisan."

Aileen mengangguk.

Sedangkan Hexa dan juga Licha, memutuskan untuk duduk pada sebuah batu besar yang ada di sana. Melihat setiap gerakan yang diajarkan oleh Hector. Semua terlihat fokus, tidak memperdulikan gangguan di sekitarnya. Hexa memandang penuh arti ke arah Aileen. Wanita cantik itu mampu mengalihkan pandangannya.

Ada hal menarik yang membuat Hexa tertarik. Wajahnya teduh, membuat hatinya luluh. Licha mengawasi setiap gerak-gerik dari Hexa. Ia pun mengikuti ke mana arah Hexa melihat. Rupanya pria itu bahkan sampai tidak mengedipkan mata. Licha terkekeh pelan, tetapi berhasil didengar oleh Hexa.

"Mengapa kau tertawa?" tanya Hexa kebingungan.

"Kau jatuh cinta pada Aileen? Tidak heran, dia memang sangat cantik. Banyak pria yang mendekat."

"Tidak. Aku hanya kagum saja padanya. Hanya dia yang baik di antara yang lainnya."

Licha mengangguk paham.

"Lantas, pria yang tadi menghadang kita. Dia itu siapa?" Hexa kembali bertanya.

"Oh, dia. Itu pria hanya sahabat Aileen saja."

"Oh, begitu," balas Hexa singkat.

Cuaca panas membuat para murid merasa kehausan. Pada akhirnya, latihan diberhentikan untuk beristirahat sejenak. Aileen berlari mendekati Hexa dan juga Licha. Sementara yang lain, pergi ke sungai untuk berendam. Siang ini tidak seperti biasanya. Suhu matahari naik beberapa derajat. Hexa membiarkan Aileen duduk di tempat yang teduh.

Hector menghampiri Hexa, segera Licha menyingkir dari sana. Tubuhnya yang tegap menunjukkan kalau Hector merupakan seorang pemimpin penuh dengan ketegasan. Raut wajahnya pun datar, tidak ada senyum di sana. Hexa turun dari atas batu, dan berdiri menyambut kedatangan Hector.

"Bagaimana dengan distrik ini? Aileen telah mengajak kau untuk berkeliling." Suaranya pelan tapi tegas.

"Iya, Tuan. Saya senang bertemu dengan orang-orang baik di sini. Kalau saya boleh meminta, saya ingin ikut berlatih bersama mereka."

"Oh, tentu saja. Esok Aileen akan menyiapkan pedang untuk kau."

Hexa senang mendengar itu.