webnovel

Pemakan Daging

Kemudian Hexa berdiri dan berjalan menuju anak sungai yang berada tidak jauh dari sana. Kekayaan alam di dalam hutan masih terjaga. Para penghuni di sana begitu menjaganya, serta tidak pernah merusak sedikit pun. Hexa senang melihat pohon yang rindang, serta semak belukar berhamburan di mana-mana. Setidaknya ia masih menghirup udara segar walau matahari bersinar terik sekali.

Perlahan Hexa meraup air menggunakan kedua telapak tangannya. Ia mengusapkan air itu ke wajahnya, sehingga Hexa dapat merasakan kesegaran yang tiada tara. Matanya terpejam, menikmati betapa segarnya air sungai itu. Walau terbilang kecil, tetapi airnya jernih sekali. Bahkan ikan kecil tampak dari permukaan.

"Segar sekali," gumam Hexa.

Selain membasuh wajah, ia juga membasuh kedua tangannya serta seluruh bagian kepalanya. Puas dengan itu, lalu Hexa duduk tepat di pinggir sungai. Matanya berkeliling, sunyi sekali hanya terdengar suara kicauan burung saja. Suasana nyaman bagi orang yang ingin menyendiri. Suara gemricik air terdengar indah.

"Hexa."

Ada yang memanggil namanya, segera Hexa menoleh. Dan ternyata Aileen mengikutinya. Aileen berjalan melewati ranting pohon yang berjatuhan. Ia juga menyingkirkan jika ada ranting berukuran besar menghalangi jalannya. Daun yang kering tidak bisa terelakkan dan diinjak oleh kedua telapak kaki Aileen.

"Sedang apa kau di sini?"

"Aku sedang menikmati indahnya tempat ini."

Aileen duduk di samping Hexa, "Aneh. Tempat seperti ini saja kau kagum."

"Sebab, dengan suasana seperti ini bisa membuat ingatanku pulih kembali."

Aileen meliriknya, terlihat wajah Hexa berpikir keras, "Jangan terlalu dipaksanakan. Sebab itu tidak baik. Perlahan pasti kau akan mengingat semuanya."

"Semoga. Aku hanya ingin tahu, dari mana sebenarnya diriku berasal."

Aileen terdiam, pakaian Hexa sengaja disembunyikan olehnya. Semua itu Aileen lakukan dengan maksud tertentu. Dan untuk sekarang, Hexa memakai pakaian biasa sama seperti dirinya. Bukan lagi mengenakan pakaian pangeran seperti pertama kali Aileen menemukannya. Hexa melempar batu kecil ke arah sungai, menyebabkan percikan air mengenainya.

Hexa terus melakukan hal itu, sampai akhirnya Licha datang dan memberi tahu kalau Hector memanggil mereka berdua. Ketika Aileen hendak pergi, tangannya dicegah oleh Hexa. Menyebabkan dirinya berhenti dan juga menoleh ke arah Hexa.

"Ada apa?"

"Bantu aku untuk mengingat semuanya," pinta Hexa.

Aileen tersenyum sambil mengangguk pelan, "Itu sudah pasti. Yang terpenting sekarang kita temui Ayah terlebih dahulu."

Hexa mengembangkan senyumnya.

Senyuman Hexa tidak pernah terbayang dalam benak Aileen. Hexa tampan ketika tengah tersenyum, ditambah tatapan matanya indah. Aileeng menggelengkan kepala, menghilangkan pikiran itu di kepalanya. Bersama dengan Hexa, mereka pergi untuk memenuhi panggilan Hector yang telah menunggunya.

Rupanya Hector memberikan salah satu pedang kesayangannya untuk digunakan latihan. Dengan senang hati Hexa menerima itu. Serta memandangi pedang tersebut dari ujung sampai ke ujung. Tiba-tiba saja kepala Hexa terasa berdenyut. Bahkan tubuhnya sampai tumbang dan hampir saja terjatuh. Beruntung Hector dapat menahan tubuh Hexa.

"Kau kenapa?" tanya Hector yang panik.

"Argghh!" Hexa berteriak sambil terus memegangi kepalanya.

"Hexa, kau kenapa? Hexa?"

Aileen ikut panik. Terlihat Hexa kesakitan sekali. Kemudian Hector memerintahkan dua orang untuk membawa Hexa pulang ke rumah. Sampainya di rumah, tubuh Hexa lemas tidak berdaya. Tangannya tidak lepas memijat bagian kening. Aileen memeriksa keadaan pria itu.

"Apakah kau baik-baik saja?" Aileen bertanya setelah dirasa membaik.

"Kepalaku terasa sakit sekali setelah melihat pedang pemberian Tuan Hector."

"Kenapa bisa seperti itu? Aku menyentuh pedang itu, dan tidak terjadi apa-apa." Aileen menggaruk kepalanya bingung.

"Sepertinya aku mengingat sesuatu."

Dahi Aileen mengkerut tidak mengerti.

"Sebaiknya kau beristirahat terlebih dahulu."

Hexa mengangguk pelan.

Kemudian Aileen pergi meninggalkannya dan membiarkan dirinya sendiri. Hexa berdiam diri di dalam kamar yang bisa dibilang tidak terlalu besar. Satu hari serasa beberapa hari bagi Hexa. Ia mencoba untuk memejamkan kedua matanya, tapi tidak bisa. Kepalanya masih terasa berdenyut. Bahkan Hexa sendiri tidak mengerti. Ia memegang sebuah pedang seperti teringat akan sesuatu yang pernah terjadi pada dirinya.

Ia pun menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Hexa berusaha untuk tetap tenang dan perlahan mencoba mengingat semuanya. Tanpa disadari, perlahan kedua matanya mengatup. Satu hari penuh berkeliling, menyebabkan tubuhnya lelah dan lemas. Alhasil, Hexa terlelap tanpa diinginkannya.

**

Keesokan harinya.

Mentari pagi telah menyambut Aileen. Suasana hangat menyelimuti tubuhnya. Cocok sekali bagi orang yang senang beraktifitas pada pagi hari. Aileen meneguk air putih yang ia ambil dari dapur. Sambil sesekali melirik ke arah kamar yang ditempati oleh Hexa. Rupanya pria itu belum kunjung tersadar dari mimpinya.

Rencananya, hari ini Aileen dan Hexa akan pergi berlatih. Sesuai janji Hector yang akan mengajarkannya bermain pedang dengan baik dan benar. Beberapa saat kemudian, Damian datang ingin bertemu dengan Aileen. Awalnya Aileen tidak memperdulikan, tetapi rupanya Damian berbincang serius bersama dengan ayahnya.

Aileen memasang telinga tajam, mencoba agar dapat mendengar apa yang dibicarakan oleh mereka. Ternyata Damian membujuk Hector agar mengusir Hexa dari distrik mereka. Mengingat Hexa merupakan orang asing yang masuk ke tengah-tengah bangsa mereka. Tidak terima dengan itu, segera Aileen mendekat dan menyangkal segala perkataan Damian.

"Tidak, Ayah," ujar Aileen bernada tinggi.

"Kenapa tidak? Apa kamu ingin ayahmu ini terancam? Bagaimana kalau sebenarnya dia memiliki niat jahat? Bagaimana seandainya dia tiba-tiba membawa pasukan dari bangsa manusia?" cecar Hexa.

"Kau lihat bukan? Dia saja lemah, bagaimana akan menyerang Ayah? Kau juga melihatnya kalau dia datang sendiri. Untuk apa dia menjatuhkan dirinya sendiri di tebing yang curam hanya untuk menyerang bangsa serigala? Tidak masuk akal," jelas Aileen sambil menggerutu.

Semua yang dikatakan oleh Aileen ada benarnya. Tampaknya Hector lebih setuju dengan pendapat yang diberikan oleh anaknya. Damian merasa kalah, padahal sudah jelas kalau dirinya yang akan menggantikan Hector sebagai pemimpin di saat telah menikah dengan Aileen. Perdebatan mereka terhenti ketika Hexa datang dan berdiri tepat di belakang Aileen.

Spontan Aileen mengalihkan pembicaraan. Ia tidak ingin Hexa sampai mengetahu apa yang tengah mereka perdebatkan. Damian yang tidak terima pergi begitu saja. Sementara Hector memerintahkan agar Hexa duduk terlebih dahulu.

"Bagaimana dengan keadaan dirimu?" tanya Hector.

"Saya sudah membaik, Tuan."

"Sebaiknya hari ini kau tidak perlu ikut aku berlatih. Lebih baik kau di rumah bersama dengan Ibu," pinta Aileen.

"Aku akan pergi sekejap."

"Ke mana? Biar aku antar."

"Tidak perlu. Hanya di sekitar distrik saja."

Aileen mengangguk, "Ya sudah kalau begitu."

Hexa akan pergi pada pagi hari ini. Ia tidak memberi tahu siapa pun akan pergi ke mana. Hexa ingin mencari di mana tempat pertama kali ia datang. Ia berharap akan menemukan sesuatu di sana. Hexa berjalan menjauh dari rumah sang pemimpin. Warga lainnya telah keluar rumah untuk beraktifitas seperti biasanya.

Sebagai warga baru, Hexa bersikap baik dan ramah. Ia menyapa semua orang yang dilewatinya. Tetapi hal aneh terjadi, semua pasang mata menuju pada dirinya. Ada yang menatap kosong, ada pula yang menatap sinis. Hexa terus berjalan tanpa henti dan menyusuri jalan setapak yang menghubungkan antara distrik dan hutan belantara.

Saat melewati distrik, Hexa juga melihat ada segerombolan orang yang sedang sarapan pagi menggunakan daging. Ada yang menarik perhatiannya, daging tersebut seperti rusa yang berukuran besar. Hal itu menyebabkan ia menghentikan langkah kakinya dan menyoroti segerombolan orang tersebut. hexa menatapnya dengan pandangan aneh serta tidak mengerti.