webnovel

Ingkar Janji

"Sudah beberapa hari ini kita tidak berburu rusa," ucap Licha.

"Sepertinya aku tidak akan berburu dalam waktu yang lama. Cukup bahaya jika Hexa mencium identitas kita."

Licha mengangguk setuju, "Ya sudah kalau begitu. Aku ikut kamu saja."

Setelah itu, kemudian mereka berdua masuk ke dalam. Beristirahat karena jalan kaki membuat Aileen merasa lelah. Terlebih ia sudah lama sekali tidak berjalan kaki dalam jarak yang sangat jauh. Setelah kehadiran Hexa di rumahnya, Aileen bersikap selayaknya manusia biasa. Jika tidak seperti itu, maka sudah pasti Hexa akan curiga padanya.

Di luar hanya terdengar suara teriakan Hexa yang tengah memainkan sebilah pedang panjang. Tentu saja Hector mengawasinya. Ia tahu kalau Hexa itu mempunyai bakat dalam bermain pedang. Terlebih memang waktu itu Hexa ditemukan dalam keadaan memakai pakaian perang. Sehingga sudah pasti pria itu mempunyai keahlian sendiri.

Tanpa terasa waktu berlalu begitu saja. Sudah saatnya bagi Hexa untuk menyudahi latihannya. Masih ada hari esok. Kemudian Hexa mengembalikan kembali pedang yang sempat ia pinjam. Namun, Hector menolaknya.

"Simpan baik-baik pedang ini. Gunakan untuk kebajikan," ucap Hector.

Raut wajah Hexa berubah senang, "Terima kasih, Tuan. Saya tentu akan menjaga pedang ini dengan sebaik mungkin."

"Baguslah. Tapi ingat, gunakan untuk kebaikan. Jangan pernah kamu gunakan untuk kejahatan." Hector memberikan nasihat seraya menepuk pundak pemuda itu.

Mendapat amanah seperti itu, segera Hexa menyimpannya dengan baik. Walau ia baru bertemu dengan keluarga ini, tetapi mereka semua baik padanya. Sudah sepantasnya jika ia membalas dengan kebaikan. Dan tidak akan pernah mengecewakan mereka semua.

**

Beberapa hari telah berlalu. Di suatu tempat, Damian sedang mengedarkan pandangannya. Pagi sekali ia bersembunyi di bawah pohon yang cukup rindang. Tetesan air juga masih mengalir akibat guyuran hujan semalam. Tetapi tidak begitu dipedulikan olehnya.

"Aku tidak merasakan tanda kehidupan manusia itu di sini," ujarnya pelan dengan endusan yang tiada henti.

Tidak berapa lama kemudian, rupanya pintu terbuka. Dan ya, Damian memang sedang mengawasi rumah Hector. Hexa keluar dengan pakaian di tangannya. Ternyata, pria itu akan membantu Aileen mencuci di sungai. Sungguh, pemandangan itu cukup menyulut emosi Damian. Tetapi ia berusaha tenang agar tidak menimbulkan keributan.

"Akan aku beri pelajaran manusia itu." Kedua mata Damian memerah. Tangan terkepal, serta kedua taring yang mulai memanjang.

Ia sepertinya siap memangsa apa pun yang ada di hadapannya. Namun, ia melihat Hector keluar. Ia pun kembali tenang seperti biasanya. Mengedarkan pandangannya, dan tidak terdapat apa pun di sana. Segera Damian menghampiri kepala distrik tersebut.

"Tuan Hector," panggil Damian.

"Ada keperluan apa kamu datang ke sini?"

"Saya hanya ingin mengajak Tuan untuk berburu." Damian mengeluarkan anak panah yang sudah disiapkan olehnya.

Hector berpikir sejenak, "Saya sedang sibuk."

"Sebentar saja, Tuan. Ada sesuatu yang perlu saya sampaikan."

"Ya sudah kalau begitu." Hector setuju dengan itu dan pergi bersama dengan Damian saat itu juga.

Mereka akhirnya pergi ke tengah hutan. Dengan keadaan busur panah pada tangan masing-masing. Tidak butuh waktu lama mereka sampai di tengah hutan. Keadaan yang masih gelap dan tertutup oleh kabut. Keadaan pagi itu sangat sunyi sekali. Dikarenakan semalam hujan cukup deras. Sehingga matahari masih enggan untuk menampakkan sinarnya.

"Kita kejar itu," ucap Hector tatkala melihat seekor rusa melintas di depannya.

Secepat kilat mereka melesat. Sebagai manusia serigala, tentu saja tidak sulit bagi mereka untuk menangkapnya. Anak panah itu melesat dengan tepat. Mengenai tubuh sang rusa. Sehingga membuat hewan itu terjatuh dalam hitungan detik.

"Dapat," pekik Damian gembira.

Sementara itu, Hector hanya menjawab dengan decakan pelan.

"Keliahaian Tuan tidak bisa diragukan lagi," balas Damian memuji ketepatan busur panah yang dimaikan oleh pria tersebut.

"Kabari warga distrik, malam nanti kita akan adakan pesta. Sekaligus membangun semangat dalam pengerjaan aliran air."

Damian mengangguk paham, "Baik, Tuan. Saya akan panggilkan mereka untuk membawa rusa yang begitu besar ini."

Rusa itu tampak begitu besar sekali. Lebih dari pada yang lainnya. Sehingga bisa dikonsumi oleh warga distrik sebagai makan malam. Selagi menunggu Damian kembali, Hector berburu hewan lainnya. Sudah beberapa minggu ini ia disibukkan dengan urusan distrik. Sehingga membuatnya lupa akan berburu. Tetapi dalam waktu sekejap, Hector berhasil mengumpulkan hewan buruan yang begitu banyak.

Beberapa saat kemudian, Damian kembali dengan membawa warga. Mereka terlihat gembira tatkala menyaksikan keberhasilan ketua mereka. Hector tidak bergeming, ia hanya meminta agar mereka segera membawa hewan buruan tersebut.

"Tuan," panggil Damian ketika tahu kalau Hector beranjak pergi.

Pria itu terhenti dan menoleh.

"Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan."

"Ada apa?" balas Hector tanpa memberikan ekpresi wajah yang berarti.

"Bagaimana dengan perjodohan antara saya dan Aileen?"

Seketika Hector mengerutkan dahinya.

"Bukannya Tuan sendiri yang akan menjodohkan saya dengan Aileen?"

"Saya hanya menunggu keputisan Aileen saja. Sebab, perasaan itu tidak bisa dipaksakan."

"Kenapa bisa seperti itu, Tuan? Tidak adil bagi saya."

Damian kesal dengan sikap Hector yang tidak tegas pada anaknya. Padahal, mereka telah merencanakan perjodohan ini jauh-jauh hari. Tetapi sekarang Hector tidak mempunyai ketegasan untuk memperjelas hubungan Damian dengan Aileen. Merasa tidak terima, Damian terus saja melontarkan banyak pertanyaan pada ketua distrik itu.

"Aileen juga sudah mengetahui tentang perjodohan kami. Tapi kenapa Aileen bersikap seperti itu?" Damian mulai mengepalkan kedua tangannya dengan sempurna.

"Saya serahkan semua pada Aileen. Karena dia yang akan menjalaninya," jawab Hector santai.

"Tidak bisa begitu, Tuan. Saya tidak terima jika perjodohan ini dibatalkan begitu saja."

Pada akhirnya, Damian tersulut emosi. Terlebih, sikap Hector begitu dingin dan terlalu menyerahkan semua pada anaknya. Ketua itu telah ingkar janji. Alhasil, Damian pergi dengan sejuta emosi yang hinggap dalam dirinya. Ia kembali ke distrik dan hendak bertemu dengan Hexa.

Merasa cemas, Hector pun mengejarnya. Tetapi tampaknya Damian telah dikuasai oleh amarah. Sehingga membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih saat ini. Dengan kekuatannya, Damian berhasil menembus hutan dan sampai di distrik dalam hitungan menit.

"Di mana Hexa?" ujarnya seraya mata yang tidak berhenti mencari keberadaan rivalnya itu.

Perlahan Damian mulai melangkahkan kakinya. Menyusuri setiap tempat yang ada di sekitarnya. Ia sedang mencari keberadaan Hexa, untuk mengajaknya bertarung. Sebab, Damian tidak ingin Aileen jatuh di pelukan manusia biasa seperti Hexa.

Matanya terpicing, ketika melihat Hexa sedang berjalan santai dengan Aileen. Kembali emosi Damian meledak-ledak. Bagaimana tidak, rupanya mereka berdua sedang bercanda tawa seraya membawa pakaian yang baru saja dicuci di sungai.

"Hexa…" Geram Damian dengan mata yang memerah.

Ia pun bergegas menghampirinya. Seketika Hexa tersadar dan langkah kaki mereka terhenti. Aileen terkejut ketika mendapati ekpresi wajah Damian. Mereka sempat saling beradu pandang dalam waktu sekejap. Hingga akhirnya, kini Damian berada tepat di hadapan mereka berdua.

"Aku menantang kau untuk bertarung petang nanti," ucap Damian.

Hexa masih kebingungan, "Apa maksud mu? Aku tidak mengerti."

"Petang nanti kita akan bertarung. Kalau kau menang, maka akan aku biarkan kau dekat dengan Aileen. Jika tidak, maka kau harus jauhi Aileen."

Sontak hal itu membuat Aileen tercengang, "Apa ini?! Jangan macam-macam, Damian. Memangnya aku ini bahan taruhan?"

"Diam kau Aileen! Ini adalah urusan pria. Maka, kamu tidak perlu ikut campur," balas Damian dengan tegas.