webnovel

Restu dari Jelena

Semua orang yang sedang berkumpul tidak bisa menyelamatkan pria itu. Hector sedang berbaik hati. Sehingga ia tidak mengusirnya dari distrik ini. Hanya melarangnya untuk mengkonsumi darah segar serta daging dari hewan maupun manusia. Tetapi, bagi manusia serigala. Hukuman itu cukup berat. Terlebih hukuman itu berlangsung selama 40 hari lamanya.

Hector pergi dari tempat itu. Sementara Aileen, menatapnya dengan tatapan tajam. Ia merasa puas karena bisa membalas atas semua yang telah dilakukan olehnya. Perbuatannya itu cukup mengancam identitas mereka semua yang ada di distrik ini. Sehingga, Aileen menjaga agar semuanya tidak terbongkar. Apalagi, mengingat Hexa merupakan seorang manusia.

"Ayah," panggil Aileen dari kejauhan.

Hector terhenti. Seraya menundukkan kepalanya, Aileen mendekat.

"Terima kasih atas hukuman yang telah Ayah lakukan," ujarnya pelan.

"Ayah sedang berbaik hati. Sehingga Ayah tidak mengusirnya. Tapi, Ayah mohon tidak ada yang melakukan hal bodoh seperti itu."

Aileen menjawab dengan anggukan kepala.

Pertemuan itu membuat heboh semua orang. Terutama Damian. Ia semakin geram karena kemarahan Hector disebabkan oleh manusia itu. Kemudian Damian mengejar Aileen yang sudah berjalan cukup jauh. Tetapi, itu semua bukan sesuatu yang sulit. Cukup dengan sekali melesat, Damian dapat menyusul Aileen dengan mudah.

"Aileen tunggu!" Damian berteriak.

Wusss…. Damian melesat begitu cepat. Secepat kedipan mata. Dan Aileen terkejut dengan kehadirannya yang secara tiba-tiba. Menyebabkan beberapa daun kering yang ada di pohon di sekitarnya berjatuhan.

"Damian." Aileen berkata dengan nada bicara pelan.

"Kita perlu bicara empat mata," pinta Damian.

Aileen menolaknya, "Tidak! Aku tidak mau pergi denganmu."

"Ayo Aileen! Ini semua tentang hubungan kita."

Mendengarnya, Aileen memutar bola matanya malas. "Aku sedang sibuk. Aku tidak bisa pergi."

Damian berdecak kesal, "Ck! Kenapa kamu selalu membela manusia itu? kamu harus ingat, Aileen. Kita dan dia itu berbeda."

Apa yang dikatakan oleh Damian itu benar. Aileen sangat sadar diri kalau antara dirinya dan Hexa itu berbeda. Tetapi Aileen akan tetap membela Hexa bagaimanapun caranya. Semua itu membuat Damian semakin geram. Ia selalu gagal membuat Hexa pergi dari distrik ini.

"Sudahlah, jangan ganggu aku lagi." Aileen mengakhiri perkataannya dan pergi begitu saja.

**

Di tempat lain.

Hexa diminta Jelena untuk mengambil air di sungai sebelum matahari benar-benar tenggelam. Bukan perkara sulit bagi Hexa untuk melakukannya. Tetapi, Jelena merasa ada yang aneh dalam diri pemuda itu.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Hexa?" tanya Jelena.

Hexa terdiam. Ia hanya menjawab dengan gelengan kepala saja.

"Sepertinya kau sedang bersedih. Jika ada yang perlu diceritakan, silakan saja."

"Tidak ada apa-apa." Hexa terus saja mengelak.

"Oh iya, Aileen mengatakan kalau kau itu menjauhinya. Kenapa?"

Barulah Hexa memberanikan diri untuk bercerita pada wanita itu, "Saya hanya tidak ingin menganggu hubungan antara Aileen dan Damian."

"Oh, jadi kau menjauhi Aileen karena itu. Saya sangat setuju jika kau dan Aileen itu bersatu."

Hexa kembali berpikir keras.

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Sekarang sebaiknya kau ambil air di sungai. Tapi yang jelas, saya setuju sekali jika kau bersama dengan Aileen."

"Baik, Nyonya." Hexa memutuskan untuk pergi.

Sampainya di rumah, Aileen mencari keberadaan Hexa. Tetapi pria tidak tidak ada di rumah. Rupanya Hexa sedang membantu Jelena untuk mengambil air di sungai. Karena Jelena membutuhkan air itu untuk memasak. Sejak kehadiran Hexa di rumah ini, Jelena harus memasak layaknya manusia biasa. Sebab, tidak mungkin bagi Jelena menghidangkan daging mentah kepada Hexa.

"Ibu, apa Hexa sudah lama pergi ke sungai?" tanya Aileen seraya duduk di kursi.

"Sudah sejak tadi. Tapi, belum kunjung datang."

"Apa yang akan Ibu masak?"

"Seperti biasa, daging ayam."

Aileen menghela napas sejenak, "Aku bosan makan daging ayam matang terus menerus. Sepertinya aku akan mengajak Licha untuk berburu rusa."

"Bagiamana dengan Hexa?"

"Serba salah," balas Aileen singkat.

Padahal, ia sudah membayangkan betapa lezatnya daging rusa yang baru saja diburu olehnya. Apalagi darah yang mengalir langsung dari tubuh rusa tersebut. Sampai-sampai, Aileen menjulurkan lidahnya seraya membayangkan itu semua.

**

Beberapa hari telah berlalu. Hexa sedang memainkan pedang di tangannya. Ia baru saja mendapatkan pedang itu dari Hector. Pria itu mempercayakan Hexa untuk berlatih pedang. Tidak butuh waktu lama bagi Hexa untuk berlatih. Ia sudah pandai dengan sendirinya tanpa arahan dari Hector. Itu semua terjadi karena memang sebelumnya Hexa merupakan petarung tangguh. Hanya kejadian jatuh kejurang membuat ingatannya hilang.

Teriknya matahari tidak dipedulikan oleh Hexa. Ia memutuskan untuk berlatih di halaman rumah. Tentunya ditemani oleh Hector. Selagi berlatih, Hexa terlihat begitu serius. Berbagai macam rintangan ia abaikan. Walau sekujur tubuhnya telah bercucuran keringat dengan begitu derasnya. Tidak berapa lama kemudian, Jelena datang dan membawakan minuman untuk mereka berdua.

"Istirahat dulu," ujar Jelena dengan suara lantang.

Hector menoleh lalu mengangguk.

Kemudian mereka memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu. Saat Hexa meneguk air minum yang telah disediakan oleh Jelena, tiba-tiba saja Licha datang. Namun, wanita itu terlihat sangat tergesa-gesa. Bahkan rambutnya tidak beraturan. Tidak hanya itu, terdapat bercak darah di pinggir bibir bawahnya. Hal itu membuat Hexa menyernyitkan dahinya dengan sempurna.

"Licha," panggil Hexa.

"Maaf Tuan, apa Aileen ada di rumah?" Licha menundukkan kepala ketika berhadapan langsung dengan Hector.

"Aileen sedang pergi."

"Tunggu, kenapa di bibirmu terdapat darah? Apa bibirmu terluka?" Hexa mendekatinya dan melihat ke arah bibir milik Licha.

Secepat kilat wanita itu langsung menghapus bercak darah tersebut, "Oh ini, tadi aku baru saja meminum ramuan yang berwarna merah. Sehingga masih tersisa."

"Ramuan? Tapi, aku lihat itu darah." Hexa tetap mengira kalau itu adalah darah.

Licha kebingungan. Ia tidak tahu harus beralasan apa, sehingga Hexa tidak terus bertanya padanya.

"Memang ada ramuan yang berwarna sama seperti darah. Lebih tepatnya ramuan untuk menjaga kesehatan tubuh," sahut Hector.

Hexa mengangguk paham, "Kalau begitu, apa saya boleh ikut meminum ramuan tersebut?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, semakin membuat Licha kebingungan. Ia sampai menggaruk kepalanya walau tidak gatal. Sungguh, berbohong itu membuat jantungnya berdegub lebih kencang dari sebelumnya. Sementara itu, Hector tersenyum tipis. Ia cukup puas pada Licha yang sudah berusaha untuk merahasiakan tentang darah segar yang menepel di bibirnya.

Beberapa saat kemudian, rupanya Aileen telah kembali. Hexa meneguk sisa air minumnya. Ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu begitu saja. Hexa kemudian bangkit untuk berlatih kembali. Sedangkan Hector, harus pergi ke balai pertemuan distrik untuk membahas tentang sistem perairan di distrik mereka. Untuk memudahkan warga sekitar dalam mendapatkan air. Dan tidak perlu bersusah payah pergi ke sungai.

"Aku pusing sekali," ucap Licha seraya menepuk dahinya dengan kencang.

"Kamu itu kenapa?" Aileen duduk karena merasa lelah akibat berjalan di bawah terik matahari langsung.

"Hexa itu terlalu pintar. Dan bodohnya aku, melupakan sisa darah yang menempel begitu saja di bibir. Sehingga Hexa terus saja mengintrogasi aku."

Aileen terkekeh geli, "Hati-hati kalau mau datang ke sini. Setidaknya kamu sudah mengganti pakaian agar tidak tercium oleh Hexa. Aroma darah segar itu cukup menyengat."

"Iya aku tahu kalau aku salah. Oh iya, kenapa kamu terlihat begitu lelah. Bukannya kamu bisa melesat? Kenapa harus bersusah payah berjalan?"

Aileen menghela napas panjangnya, "Tidak mungkin aku melesat sampai ke rumah. Setidaknya dari jarak jauh aku sudah berjalan kaki agar Hexa tidak melihatnya."

"Kamu benar," balas Licha singkat.