webnovel

[4]

Tok, tok, tok…

“Woy! Bukain pintunya, woy!” Kyla tertegun dan langsung bertindak membuka kunci pintu mobilnya. Tanpa sadar ia melamun mengingat hal paling menjengkelkan di masa bangku terakhir SMA nya lalu.

“La, hampir tau diliat sama temen-temen lain kalau gue mau nebeng sama lo. Syukur gak ada yang nanyain gue ngapain nunggu di depan pintu mobil lo.”

“Udahlah, lo nebeng rebut wae.”

“Lah, lo biasa juga kalau nebeng sama gue, paniknya juga gitu. Lo kenapa sih doyan ngelamun terus akhir-akhir ini? Banyak banget temen-temen bilang lo suka ngelamun sampai lupa belajar.” Kyla hanya terdiam mendengar Zahra, temannya yang sudah duduk siap dan sedang memasang sabuk pengaman di kursinya.

“Ujian aman, kan tadi?” tanya Zahra memancing Kyla agar berbicara.

“Ya, lo bakal tau lah hasilnya gimana. Udah bisa diprediksikan.”

“Percaya bagus nilai lo, jangan berharap buruk.” Kyla mengangguk dan suasana kembali hening sejenak.

“Cieee senior!” seru Zahra menggoda Kyla. Zahra memang tidak bisa diam sejenak.

“Lah lo juga, baru mau jadi senior.”

“Iya, selamat jadi panitia ospek. Gak sabar mau penerimaan murid baru, dedek-dedek gemes.” Kyla hanya tersenyum mendengar seruan Zahra sembari menyetir mobilnya keluar dari kampus.

“Ngomong-ngomong gue daftar jadi panitia ospek juga, loh.” curhat Zahra dengan bersemangat.

“Oh, ya? Widih pantesan udah gak sabar aja.”

“Tapi La, habis daftar gue langsung kepikiran Fandra, apa dia bakal satu kampus, satu fakultas bahkan satu jurusan sama kita?”

“Maksud lo? Jadi maba gitu? Jadi juniornya kita?”

“Nah, bisa jadi!”

“Gak mungkin, lah!” jawab Kyla tidak kalah tegasnya.

“Who knows, Kyla. Ibunya single parent, masa iya mau kuliah di luar kota ninggalin ibunya.”

“Yakin banget lo kalau dia bakal jadi juniornya kita.”

“Loh, sedangkan si Embul, tau kan?” Kyla mengangguk menjawab bahwa ia tahu. “Dia itu lulus SMA dua tahun lalu pas itu, terus jadinya seangkatan sama kita di kedokteran. Gak ada yang gak mungkin kalau di dunia perkuliahan.”

“Lagian, dia bisa pindah sama ibunya. Kampus di luar kota kan lebih maju, cocok sama dia yang cerdas plus pinter.”

“Siapa tahu kemarin cuma bimbel pas dia lagi di luar kota.”

“Terus kenapa gak sekalian cari kampus disana coba sekalian tinggal sama ibunya?”

“Mana gue tau, La. Ngapain nanya ama gue?” Kyla tertawa kecil mendegar perdebatan tidak bermakna ini.

“Tapi perasaan gue makin gak enak pas habis daftar jadi panitia ospek. Kalau Fandra beneran jadi maba gimana?” lanjut Zahra lagi.

“Ra, gue laper. Makan, yuk!” Kyla mulai mengalihkan perbincangan.

“Makan apa?”

“Kangen bakso Mbak Yuyun!”

“Yaudah cus aja. Gue juga laper gara-gara ujian tadi.”

“Remedial abang.”

“Bangga banget remedial.” Mereka tertawa, menganggap remedial adalah langkah kecil menuju sukses dan sudah menjadi hal biasa.

“Lo yakin Fandra gak masuk kampus kita?-Zahra masih saja melanjutkan pembahasan ini-secara dia ngebet banget pengen di kampus itu dan jurusan itu. Mulai dari jalur SNMPTN tahun lalu gak lolos terus berjuang lagi di SBMPTN gak lolos, tinggal jalur mandiri aja nih udah pasti gak lolos di kampus kita. Katanya nih, ya dia itu gap year. Nganggur 1 ta...”

“Kata siapa, Ra?” sambung Kyla menunjukkan ekpresi tidak percaya yang memutuskan monolog Zahra.

“Masih inget Yeta temen sebangkunya Fandra?” Kyla mengangguk menanggapi pertanyaannya.

“Nah, Fandra cerita ke Yeta kalau dia gak kuliah setahun ini tapi udah di luar kota. Masalahnya gak tau di luar kota itu ngapain. Yeta aja gak tau, bayangin tuh temen macam apa.”

“Emang Yeta cerita gitu sama lo?”

“Iya tadi malem, gue ngechat dia gara-gara penasaran. Secara gitu Yeta dan Fandra sebangku 3 tahun dan gak pisah kelas, cuy! Mereka tuh clop B G T. Udah sama-sama pinter, cerdas, berbakat, luar biasa.”

“Udah, deh Ra. Yang ada lo mumet mikirin dia terus.”

“Emang lo gak ada rasa menyesal dan bersalah gitu sama dia?” tanya Zahra dengan wajah enteng yang membuat Kyla sadar. Namun pertanyaan Zahra seolah-olah Kyla lah yang membuat kesalahan yang mengakibatkan penyesalan yang besar. Mereka berdua terdiam lagi lebih lama memandangi jalan dan beberapa toko serta rumah yang mereka lewati.

***

Bulan yang dinanti para mahasiswa pun tiba. Namun sayangnya telah usai dan harus bersiap segera memeluk penat yang akan dating kembali. Satu bulan buat mereka sangat cukup untuk menikmati liburan semester. Mahasiswa beda ceritanya, bukan hanya menyiapkan buku dan pulpen, namun harus membayar iuran kuliah kemudian mengurus KRS (Kartu Rencana Studi). Hm, cukup “agak ribet”.

“Semester ini bloknya susah gak, ya?” tanya Mila yang mengamati kertas KRSnya.

“Ada blok muskuloskeletal*, katanya senior agak susah.” jawab Dori

“Ah, semua blok susah semua,” sambung Kyla sembari berjalan menuju gazebo kampusnya. Ia duduk lemas.

“Makanya belajar!” sahut Lilo yang tak kalah ambisnya kalau soal belajar.

“Tapi gue udah gak kuaaattt kuliah disini!” teriak Kyla menganggetkan empat temannya itu.

“La, kita bisa belajar bareng atau kita belajar di rumah lo tiap hari? Terserah, apapun caranya itu yang penting lo harus semangat bertahan, La.” Mila mendekati Kyla dan mengelus bahunya.

“La, lo tau kan sistem kampusnya kita? Kalau nilai anjlok sampai semester tiga, bakal ada ancaman DO. Jangan sampai, La!” Dori juga ikut mendekat.

“Emang udah gak ada harapan kayanya. Lihat aja nilai gue dari semester satu, rata-rata C. Itupun cuma matkul PKN, Bahasa Indonesia sama Bahasa Inggris doang yang A. Syukur-syukur bisa A meskipun cuma 2 SKS*. Lagian gak papa juga, sih DO. Karena emang gue gak suka kuliah di FK,” jawab Kyla sambil melengkungkan bibirnya ke bawah.

“La, lo kuat kalau lo liat muka gue tiap hari di kampus,” sahut Evin menggoda.

“Dih!”

“Ayolah, La! Uang iuran tuh mahal, mikir gak, sih ortu susah carinya?” Lagi-lagi Mila berusaha untuk tetap membuat Kyla bertahan kuliah.

“Tapi lo mikir gak susahnya gue buat tetap bertahan padahal gue sama sekali gak suka sama mata kuliahnya?” Semuanya terdiam setelah mendengar keluhan teakhir Kyla.

“Kyla, jangan lupa rapat!” Seseorang berteriak kepadanya.

“Iya, kak.” Semua pandangan mengarah ke seniornya itu, bisa dikategorikan tampan, manis, rajin, tegas, berwibawa. Wah, perfect!

“Wajar, sih kalau lo masuk BEM. Sebagai hiburan juga dari rasa penat kuliah lo.”

“Emang, Vin. Lo paling ngerti,” jawab Kyla dengan gaya andalannya, membentuk dua jari seperti pistol dan diarahkan ke arah Evin.

“Hiburan itu hobi lo yang suka buat mading atau hiburan liat kakak itu?” tanya Dori spontan. Memang gadis ini suka blak-blakan.

“Dua-duanya kali, ya?” jawab Kyla dengan mendekatkan wajahnya ke Dori sambil menunjukkan senyum manjanya. Dori memutar bola matanya dan menampakan wajah lelahnya yang sudah terlalu sering berdebat dengan Kyla.

***

Sepulang dari kampus seusai rapat, Kyla berjalan menuju ruang makan. Jarinya tidak bisa berhenti men-scroll layar handphone-nya. Matanya juga tidak teralihkan dari isi layar itu. Ia baru saja men-stalking senior idamanya, yang baru saja menegurnya di gazebo tadi. Entah apa tujuannya untuk melakukannya.

“Eh, Kyla udah pulang, nak,” tegur mamanya yang sedang sibuk di dapur. Kyla mengangguk dan tatapannya tidak berubah. Seperti penasaran sekali si Kyla ini dengan senior itu. Lalu Kyla menarik kursi dan duduk di meja makan.

“Serius banget.” Lagi-lagi mama mencoba menegur sembari meletakkan sepiring kue unyil di hadapannya.

“Ih, kue unyil cokelat! Mama beli atau buat?” Pandangan Kyla langsung berubah dan mencomot satu buah kue.

“Buat dong. Mama lagi pengen buat kue kesukaan kamu.”

“Enak!” Lagi-lagi jari dan tangannya melihat layar, sesekali tangan yang satunya mengambil beberapa kue di piring.

“Ma, Riko masih di rumah Abel? Leptop Kyla udah dikembaliin atau belum?”

“Belum, dari tadi tugasnya belum selesai-selesai kayanya,” jawab mamanya sambil melanjutkan urusan kuenya.

“Duh mau pake leptop,” keluh Kyla dengan tatapan mata dan gerakan jari yang masih sama. Mama meletakkan sepiring kue lagi dihadapan Kyla.

“Ini aja belum habis, ma.”

“Kamu mau ambil leptop, kan? Sekalian bawa kue ini ke rumah Abel. Deka kan suka juga sama kue unyil apalagi katanya buatan mama.” Kyla menghentikan gerakannya.

“Deka palingan udah di Bogor, ma. Kan liburan udah selesai.”

“Masak, sih? Tadi pagi mama liat Deka masih di rumahnya.” Kyla kembali melahap kue unyil cokelatnya.

“Kyla gak jadi mau pake leptop, ma.” Ia mencoba mencari alasan.

“Yaudah, tapi tetep bawa kue itu ke rumah Abel, ya! Kan ada Riko sama Abel lagi kerja tugas disana.” Mama meninggalkan dapur dan ruang makan. Kyla panik namun mulutnya masih terus melahap kuenya. Kyla berpikir mencari cara agar ia tidak pergi ke rumah Deka.

“Kyla, buruan bawa! Mama mau mandi dulu,” teriak mama dari kamar, tepatnya di lantai dua. Kyla tidak bisa berbohong lagi, terpaksa ia membawa sepiring kue itu ke tetangga rumah sebelah.

***

Istilah kata

*blok = itu model perkuliahan yang dilakukan sama beberapa Fakultas Kedokteran, jadi istilahnya kaya penggabungan atau pengelompokkan mata kuliah sesuai sistem. Tiap blok bisa 4 sampai 7 minggu.

*blok muskuloskeletal = berarti kalau ketemu blok ini akan mendapatkan mata kuliah mengenai organ tulang, otot, persendian baik secara fisiologis (normal) atau kelainannya. Pokoknya paling banyak hafalannya makanya bisa dibilang paling rumit, seperti hati ini :’(

*SKS = bukan sistem kebut semalam ya! Wkwk itu singkatan dari satuan kredit semester, maksudnya satuan bobot studi disetiap mata kuliah. Pokoknya berkaitan sama nilai IPK nantinya.