webnovel

[3]

“Deka! Buruan keburu siang, keburu ikan langganan mama habis!” teriak mamanya memanggil dari ruang tamu.

“Udah di depan ma.” Deka tak kalah nyaring teriaknya. Ia sudah menduduki motornya di teras rumah lengkap mengenakan helm dan masker.

“Aduh telat mama, nak.”

“Udah kaya ngantor aja ma.” Deka memberikan helm kepada mamanya dan langsung cepat-cepat menaiki motor, setelah itu Deka mulai mengendarai.

“Iya, kamu masih inget Mas Amir, kan? Dia tuh laku banget ikannya.”

“Emang apa bedanya beli sama pedagang lain, ma? Sama-sama ikan pula.”

“Gini, nih jadi cowok cuma tau semuanya sama. Ikan Mas Amir beda, seger-seger, kelihatan banget tanpa pegawet.” Deka hanya tertawa kecil melakukan percapakan dengan mamanya saat mengendari motor.

“Iya, deh. Yang penting beliin Deka kue unyil, ma.”

“Terserah kamu mau beli apa, puasin aja mumpung kamu jadi anak rumahan, bulan depan udah jadi anak kos lagi.” Deka menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa mendengar jawaban mamanya lagi.

Lima belas menit menikmati perjalanan, akhirnya tibalah mereka di pasar favorit Deka semasa kecil. Bahkan ia pernah pergi bersama-sama dengan mama, Kyla dan mamanya Kyla. Lagi-lagi Deka teringat dengan Kyla, mungkin lebih tepatnya rindu.

Bukan main belanjaan mamanya. Katanya persiapan 1-2 minggu kedepan. Deka hanya bisa mengikuti mamanya singgah di berbagai penjual dan membantu memegangi barang belanjaan. Selalu mamanya bilang sejak bocah, setelah belanja baru boleh beli kue. Baiklah, Deka cukup sabar menanti itu.

Kali ini mamanya mendapatkan sasaran penjual tomat dan cabai karena terlihat masih segar dan tidak busuk. Deka sangat kalem kalau diajak ke pasar seperti ini. Ia menunggu dibelakang mamanya dan melihat sekitarnya, beberapa pembeli dan penjual lainnya. Namun matanya tiba-tiba berhasil menangkap sesuatu.

“Fandra?” tanyanya pada diri sendiri dengan memicingkan matanya. Sosok manusia itu berjalan cukup lincah dengan hoodie hitam yang dibelakangnya bertuliskan Olimpiade Fisika 2017. Masih sempat juga Deka melihat, ia menggunakan kacamata dan menutup cepat kepalanya dengan topi hoodie-nya.

“Iya, Fandra.”

“Apa, nak?” tanya mama mendengar Deka berbisik sendirian.

“Nggak, ma. Siapa yang bicara?” Mata Deka selalu memperhatikan gerak-geriknya yang singgah juga di salah satu penjual sayur. Deka makin yakin dan penasaran, kakinya melangkah pelan menjauhi mamanya sambil berulang kali melirik mama dan juga arah jalannya.

Brak!!

“Maaf, pak. Astaga!”

“Deka?” panggil mamanya setelah melihat tragedi saling tabrak.

“Kamu kok jauh banget dari mama?” Mamanya langsung menggandeng tangan Deka dan menarik dirinya menjauhi kerumunan tragedi itu. Ternyata emak-emak bawa barang belanjaan tidak sengaja menabrak bapak-bapak yang membawa satu rak telur, alhasil pecah dan berserakan di tanah. Mata Deka masih melihat kearah belakang yang sudah menjauhi TKP, mencari seseorang yang ia perhatikan sedari tadi. Ternyata ia menghilang, tidak ada seseorang ber-hoodie hitam lagi disana.

***

“Kyla, belajar terus. Hari minggu itu istirahat dulu, sarapan dulu yuk!” ajak mama yang mulai resah melihat anaknya ini semakin naik semester semakin doyan di kamar. Bahkan selalu mendapati Kyla duduk di meja belajarnya sedang belajar.

“Iya, ma. Ini persiapan untuk ujian kok. Nanti Kyla nyusul.” Senyum Kyla di pagi hari memang manis.

“Kok ujian terus, ya kamu. Ingat, jangan dipaksain! Mama ke dapur dulu, ya.” Mama mengelus rambut lembut Kyla dan pergi keluar dari kamar.

Tidak ada yang tahu apa yang Kyla lakukan. Mereka hanya tahu dirinya sedang belajar. Kursor notebook-nya ia arahkan ke file document lain. Lebih tepatnya bukan tentng materi kuliahnya.

Ting…

Handphone-nya berdering pertanda pesan masuk

LINE now

Luwis

Gimana madingnya? Udah?

Kyla menghela napasnya. Deadline mengejarnya. Namun pagi ini rasanya ia sangat lapar apalagi ajakan mama tadi. Setelah lima belas menit berkutat dengan notebook-nya, ia memaksakan diri keluar kamar. Matanya mengerjap beberapa kali dari lantai atas, mendapati seorang laki-laki asing yang duduk bersama keluarganya di meja makan. Kakinya tidak jadi melangkah lagi untuk menuruni tangga setelah memperhatikan lebih lama laki-laki tersebut. Calon kaka iparnya ternyata.

“Masih pagi udah numpang makan di rumah orang!” ketus Kyla sendirian. Hatinya sangat jengkel, mungkin karena perutnya sangat lapar

Kriukk..

Dengan sigap Kyla pergi kembali ke kamar sambil memegang perutnya itu. Syukurnya Kyla punya cemilan di kamarnya. Terpaksa ia memakannya untuk mengganjal kelaparannya.

Ting…

WHATSAPP now

Zahra

La, lu dimana?

Ada keanehan yang ia lihat, baru mengirim pesan sudah menanyakan posisi keberadaan Kyla sekarang. Kyla kan selalu di rumah.

I always at home 08.05

Why? 08.05

La 08.05

Ih 08.05

Masa sih 08.05

Deka 08.05

Liat 08.05

Psikopat lu 08.06

Nulisnya satu kali napa sih 08.06

Gak usah spam 08.06

Lah lo juga sama 08.06

Yaudah kenapa? 08.06

Masak Deka ngeliat Fandra di pasar 08.06

Bukannya Fandra udah tinggal di luar kota? 08.06

Spontan ia berdiri, melepas tempat cemilannya, berhenti mengunyah dan kaget membaca pesan dari temannya itu.

Kapan? 08.07

No bukti = hoax ya! 08.07

Iya sih, Deka gak sempet motoin 08.07

Tapi tapi Fandra pake hoodie item kesayangannya itu

yang tulisannya olimpiade fisika 08.07

“Kak Kyla!” Suara pintu terbuka tanpa ada ucapan permisi membuat Kyla mengarah ke belakang, kaget lagi.

“Ketuk dulu pintunya!”

“Yaudah ulang.” Riko menutup kembali pintu kamar Kyla

Tuk, tuk, tuk…

“Masuk!“ Riko membuka pintu sambil nyengir. Kyla memutar bola matanya melihat tingkah konyol adiknya.

“Buruan sarapan ke bawah, ntar makanan kakak di comot orang lain.” Riko pergi tanpa basa-basi lagi dan menutup kembali pintu kamarnya.

“Astaga lupa!” Kyla melihat layar notebook-nya menampilkan file bahan madingnya, bukan materi kuliahnya. Cepat-cepat ia menutup dokumennya itu agar tidak ada yang melihatnya. Hampir saja Riko melihatnya.

Ting…

WHATSAPP now

Zahra

Jangan-jangan Fandra emang gak di luar kota, La

Sarapannya memang tidak ada yang bisa mengalahkan, sebuah keresahan.

***

"Pak, ini baru lewat dua menit. Gak papa kali saya masuk, pak." Setelah loncat dari motor, Deka lari menuju pagar dan memberontak kepada satpam.

"PAK!!! Bukain saya mau masuk!" Belum juga berhenti motor Kyla, ia sudah berteriak seperti trik agar si bapak kaget dan spontan mau membukakan pagar, tapi sayangnya pak satpam tetap pendirian.

"Gak, bisa! Kalian sudah terlambat. Jadi nama kalian sudah saya catat dan bersihkan bagian sana!" Bapak satpam pun mengarahkan letak area sekolah yang harus dibersihkan dan menulis buku harian keterlambatan siswa. Deka dan Kyla menghela napas bersamaan dan saling tatap. Saling melihat dan bertanya-tanya alasan terlambat pagi ini, padahal tidak saling telponan tadi malam.

"PAK!!" Seseorang menghela napas panjang setelah mengayuh sepeda. Seragamnya basah penuh keringat.

"Loh, kamu terlambat dan lebih lambat? Gimana sih mantan ketua osis." Mendengar ucapan satpam kesayangan sekolah, Kyla menatap sinis dengan senyum miring kearah Fandra, orang yang membuatnya emosi di hari kemarin tepatnya di area mading.

Anehnya, hari ini hanya tiga orang yang terlambat. Mereka sampai berharap ada siswa lagi yang terlambat. Namun nihil, diawal hari masuk sekolah siswa lain lebih rajin daripada mereka. Terpaksa, mereka menyapu, mencabut tanaman liar, dan membuang sampah.

"Gue udah bersih plus wangi, gue aja yang nyapu, lo yang cabut rumput dan ambil sampah," suruh Fandra jutek. Jelas membuat Kyla merasa 'enakan di elo'.

"Gini ya ketos cuma bisa nyuruh-nyuruh? Terus sok buat peraturan dan sanksi tapi tidak mau terlibat padahal melanggar juga. Ckckck. Gue kasi tau, ya cewe itu yang harusnya nyapu." Bukannya mengikuti perkataannya sendiri, Kyla malah jongkok dan mulai mencabut tanaman liar. Hal yang tidak menjijikan buatnya, karena sudah biasa terlambat. Deka hanya menatap heran dua sosok yang berkelahi tanpa jelas sejak kemarin sembari ikut mencabut rumput liar itu.

"Buruan sini cabut-cabut! Masa kalah sama gue yang cewek," ejek Kyla yang sok menampilkan bahwa ini adalah rutinitasnya.

"Iya, tapi lo harus mau masukin gue jadi anggota jurnalistik, baru gue ikut lo cabut-cabut."

"Lu bandel banget, ya! Cerewet lagi, udahlah mending lo nyapu aja. Dasar cowok lebay. Lemah gemulai." Kyla malah memperlihatkan gaya tangannya yang bergerak seperti gelombang dengan intonasi nada yang menjengkelkan. Ia melanjutkan kembali kegiatan cabut-mencabutnya. Tetap saja, Fandra masih bertahan melihat apa yang dilakukan Kyla.

"Ngapain diem? Sono nyapu! Disitu banyak sampah, noh. Buset dah, lo ketua osis atau ketua bencis, sih?"

"Bencis apaan?" Sangat polos Fandra bertanya.

"Lah penasaran juga lo. Bencis itu bencong narsis. Kaya lo narsis, nge-post foto lo yang berprestasi biar dikirain pinter sama orang-orang." Ketawanya meledak setelah menyindir keras. Deka merasa ada yang tidak beres dengan Kyla, sangat terlihat tidak waras dan tidak seperti biasanya.

"Kalau iri itu tinggal bilang gak usah nyindir, bos!” Fandra pergi meninggalkkan Kyla, menuju area banyak sampah dengan sapu lidi kebanggaan sekolah. Sungguh seru dua sosok manusia ngegas pagi hari.

“Lah gue ngapain dong tadi, bukannya gue ngomong, ya?” ejek Kyla lagi dan lagi. Memang kali ini adalah mood Kyla yang sesungguhnya. Pelanggarannya hari ini sangat menyenangkan karena bersama orang yang selama ini siswa dan guru banggakan, tapi untuknya 'apa, sih yang kalian banggakan dari orang sombong dan pemaksa ini?'

Tok, tok, tok…

“Woy! Bukain pintunya, woy!” Kyla tertegun dan langsung bertindak membuka kunci pintu mobilnya. Tanpa sadar ia melamun lagi dan lagi mengingat hal paling menjengkelkan di sekolahnya lalu bersama Fandra.