webnovel

Lorex 19

Sebuah benda misterius berbentuk bola besi, menghantam halaman depan rumah. Roki Helberm datang mendekat lalu tiga serum hitam misterius keluar dari dalam bola tersebut. Tiga serum tersebut masuk ke dalam tubuhnya secara paksa. Tubuhnya mulai terbakar dan bermutasi menjadi mutan. Bola besi itu, pernahan menyatu pada tangan kanannya hingga menjadi tangan besi. Tanpa sengaja, dia terlempar ke tahun 2500 dan terdampar di sebuah kota tua penuh dengan zombie. Di sana dia bertemu dengan Profesor Xenom dalam wujud hologram. Beliau merupakan orang bertanggung jawab membuat serum dan memaksanya datang ke tahun 2500. Dalam perjalanannya, Roki bertemu dengan seorang gadis kecil bernama Angela. Dia merupakan turunan terakhir keluarga Van Helix setelah kematian kakaknya di kota itu. Kemudian mereka bertiga, bertemu dengan Ninja Cyborg di dalam sebuah gedung. Cyborg mengucap sumpah setiap kepada Roki lalu dia memberi nama Jhon Luwis. Perjalanan mereka dimulai menuju Laboratorium Bawah Tanah milik Profesor Xenom. Sesampainya di sana, Roki melakukan time travel ke tahun 2015 lalu kembali ke tahun 2500 dan memulai dari awal untuk menyusul kekuatan berperang melawan Kota Horizon.

Tampan_Berani · sci-fi
Zu wenig Bewertungen
152 Chs

Harta karun

Tiga jam lamanya mereka berlari. Entah sudah berapa banyak, zombie yang sudah mereka bunuh. Jumlah mereka yang banyak, membuat usaha mereka berdua menjadi sia-sia. Bagaikan air bah, ribuan zombie itu memburu mangsanya. Zombie itu meneteskan air liur, aroma amis tercium oleh mereka berdua, serta hasrat lapar yang luar biasa.

Keberadaan mereka di kota itu, membuat para zombie semakin menggila. Jantung berdetak begitu kencang, keringatpun bercucuran, adrenalin mereka berdua semakin terpacu. Sudah empat jam lebih, mereka berlari dan bersembunyi.

Ganasnya para zombie, membuat mereka berdua tak bisa beristirahat. Selama dia berlari Angela duduk di atas kedua bahunya. Ia menembakkan setiap zombie terbang, yang mendekat dengan menggunakan crossbow milik Roki. Keahliannya dalam menembak, tak bisa diremehkan. Sorot mata yang tajam, bagaikan burung elang. Membidik mangsanya dalam sekali tembak, di usianya yang sangat muda.

Tak terasa hari sudah mulai gelap. Padahal tinggal 2 km lagi, mereka akan berhasil keluar dari kota. Namun karena berbagai pertimbangan, akhirnya mereka memutuskan untuk mencari tempat peristirahatan. Mereka berdua menelusuri jalan setapak, bersembunyi jika ada zombie yang terlihat. Lalu mereka berdua bersembunyi, pada sebuah bangunan di balik rimbunan pohon. Pintu dan jendela, mereka kunci rapat-rapat. Khawatir jika zombie itu menerobos masuk. Meskipun tidak sepenuhnya berhasil, setidaknya mereka berdua bisa berancang-ancang untuk kabur.

"Aku sudah tidak kuat lagi." Keluh Roki.

"Berjuanglah kuatkanlah dirimu, tinggal sedikit lagi kita akan keluar." Kata Profesor Xenom, dalam bentuk hologram mini.

"Berbicara itu memang mudah Profesor, kau lihatkan barusan? Zombie itu semakin menggila. Beruntung saja mereka memberi kita kesempatan untuk beristirahat."

"Kak hari semakin gelap, apa kita akan bermalam disini?" Tanya Angela.

"Kau dengar itu? Daripada kamu mengeluh, lebih baik pikirkan tempat untuk beristirahat." Ujar Profesor.

"Baiklah, kita akan menelusuri tempat ini apakah layak huni atau tidak. Jika tidak kita akan langsung pergi dari sini. "

Mereka berdua berjalan secara perlahan, memperhatikan setiap sudut ruangan. Melihat sesuatu yang bisa diambil. Toko ini memiliki enam ruangan, dua ruangan berseberangan yang mereka lihat ketika awal masuk. Ruangan sebelah kiri tidak ada benda apapun, selain jaring laba-laba. Sedangkan ruang satunya, hanya terdapat tanaman, semak belukar, serta ilalang. Roki tak pergi begitu saja, ia menelusuri apa yang ada di balik ilalang. Siapa tau, ada barang berharga yang bisa digunakan.

"Kakak! Aku menemukan sesuatu!" Panggil Angela, menunjuk apa yang ia temukan.

"Mana?" Tanya Roki, berjalan mendekatinya.

Sepasang sepatu boots, terlihat di balik semak belukar. Tanpa pikir panjang, Roki menarik sepasang sepatu itu sekaligus. Seorang mayat laki-laki tertarik keluar, dari semak belukar. Aroma sangat busuk serta amis anyir menusuk hidung. Ribuan belatung menggerogoti, tubuh yang terbujur kaku. Melihat hal itu, spontan Angela langsung muntah. Ia berjalan mendekati Angela, lalu mengusap punggungnya secara lembut. Kemudian Angela diminta untuk menunggu di luar ruangan.

Mayat itu menggunakan mantel yang sama dengannya. Bagian pundak kanannya, terdapat lambang burung api biru, persis yang sedang ia kenakan. Ia sangat penasaran dengan arti dari lambang tersebut. Mungkin setelah keluar dari kota, serta menemukan tempat yang aman. Dia berencana untuk bertanya, kepada Sang Profesor. Kemudian Roki berjalan mendekati mayat itu, lalu memperhatikan dari ujung kepala hingga sepatu. Siapa tau, ada benda berharga yang bisa diambil darinya.

Sesuai dengan dugaannya, Roki pun melihat sebuah pisau belati cukup panjang, terpasang pada sabuk. Secara perlahan ia mengambil pisau itu dari Sang Mayat. Setelah itu dia mengeluarkan pisau itu dari sangkurnya. Pisau itu berwarna perak, serta memiliki panjang sekitar 20 cm. Tak ada karat, goresan, serta noda darah menempel pada pisau. Setelah melihat ini semua, Roki pun semakin penasaran. Ia berjalan masuk kedalam semak belukar, lalu membungkuk mencari sesuatu yang bisa ditemukan.

Dan benar saja, sebuah tas hijau berbahan parasut tergeletak di atas tanah. Ia melihat tas itu, layaknya melihat sebuah harta karun, lalu dia pun mengambilnya. Terdapat sebuah senjata mirip PM3 di dalam tas, dua box kecil, serta lima granat berwarna biru. Genix di tangan kanannya, menscan senjata tersebut. Selesai menscan, informasi mengenai senjata tersebut tampil dalam bentuk hologram, pada tangan kanannya.

*****

20 Januari 2500

Name Gun : PM100

Type : Normal/ Sniper

Stock extended : 720 mm

Stock folded : 494 mm

Barrel length : 210 mm

Weight : 1 kg

Witch telescope : 900 m

Rate of fire : 450-950 rpm

Energy : 25%

Effective range : 75 m/ 1000 m

Melihat hal itu, Roki pun terkagum-kagum pada senjata yang di pegangnya. Namun ada satu hal yang ia tidak mengerti, yaitu tentang Type. Kemudian, Profesor Xenom menjelaskan dalam bentuk hologram mini. Bahwa senjata yang ia pegang memiliki dua mode. Yaitu mode biasa dan juga sniper. Senjata ini sama dengan pistol laser miliknya. Tak perlu sebutir peluru mengisi senjata tersebut, cukup hanya menggunakan chip, yang ada di dalam kotak kecil tersebut. Jika menggunakan mode sniper, butuh 40% energi dalam sekali tembak.

Begitulah penjelasan dari Sang Profesor. Selesai dengan urusannya, Roki pun berjalan kembali menemui Angela. Ia melihat Angela, sedang menatap kesana kemari waspada yang tinggi sambil memegang crossbow di kedua tangannya. Bagian punggungnya membawa bazooka laser kecil, pemberian almarhum kakaknya.

"Kakak awas!" Kata Angela sambil menunjuk apa yang ada di belakang.

Mayat yang sudah membusuk, telah bangkit lalu berdiri untuk menangkap Roki dari belakang. Spontan Roki berguling ke depan, lalu menendang perut Zombie itu hingga terjungkal ke depan. Kepala zombie itu membentur tanah, dengan sangat keras sehingga kepalanya putus. Melihat hal itu, jantung mereka berdebar begitu kencangnya. Raut wajah mereka berdua syok, menatap zombie yang sudah terbujur kaku. Angela menangis, lalu dia memeluk Roki dengan sangat erat.

"Kak, aku takut!" Angela menangis histeris.

"Sudah jangan nangis, masih ada aku disini. Kakak berjanji akan terus melindungimu, sesuai amanat kakakmu." Roki mengusap air matanya, dia memeluk Angela lalu mengelus rambutnya, dengan lembut. Sambil menahan tangis.

"Jangan menangis gadis kecil, kami pasti akan melindungimu." Kata Profesor, berusaha menenangkannya.

"Ayo! Kita harus secepatnya menelusuri tempat ini, apa tempat ini layak atau tidak. Sebab hari sudah semakin gelap. Sangat berbahaya jika kita tidak, mencari tempat perlindungan." Tegas Roki, dengan tutur kata yang lembut.

Penelusuran pun kembali dilanjutkan. Mereka mulai menelusuri sebuah lorong kecil. Setiap langkah kaki, pandangan mereka selalu was was pada sekitarnya. Khawatir jika zombie muncul tiba-tiba. Sekian lama mereka melangkah, akhirnya mereka berhenti pada sebuah ruangan yang cukup besar. Ruangan itu terdapat sebuah pohon apel, yang cukup besar. Ribuan apel merah tergantung di sana. Di belakang pohon tersebut, terdapat empat ruangan yang berjejeran.

Kemudian mereka berdua, berlari mendekati pohon itu dengan riang gembira. Roki pun mulai memanjat pohon, lalu memetik apel sebanyak mungkin. Sementara Angela memungut buah apel, yang tergeletak diatas tanah.

"Akhirnya, kita berhasil menemukan sesuatu yang layak untuk dimakan." Ujarnya dengan rasa bersyukur.

"Iyah kak, andaikan kita bisa membawa serta menjualnya ke kota Dolten. Kita akan untung besar!" Kata Angela dengan hebohnya.

"Memang, berapa harga satu buah apel?"

"Dua ratus dolar kak."

"Apa?! Dua ratus dolar?!"

"Di zaman ini, harga buah-buahan dan tumbuhan, setara dengan satu batang emas murni." Kata Profesor, dalam bentuk hologram mini.

"Zaman?" Angela menatap Sang Profesor.

"Nanti biar kakak jelaskan, sekarang kita kumpulkan buah apel ini sebanyak mungkin."

"Ok kak!"

Mereka berdua kembali mengumpulkan apel. Tiba-tiba mereka mendengar sesuatu, diantara empat ruangan tersebut. Suara itu seperti mengaung, namun pada intonasi rendah. Suara nafas serta langkah kaki, mulai terdengar jelas di telinga mereka. Kemudian Roki melihat, monster yang memiliki tubuh seperti seekor harimau.

Bagian punggungnya, terdapat lima tentakel serta lima bola mata diantara tentakel tersebut. Kepala monster itu memiliki moncong seperti buaya. Ekornya yang panjang, serta memiliki cakar yang panjang. Air liurnya menetes, tak sabar untuk menerkam mangsanya.

Spontan Roki melompat turun dari pohon. Kemudian ia berdiri tepat di samping Angela. Rasa takut terlihat dari raut wajah Angela, lalu dia berlindung di balik punggung Roki. Jantung Roki pun berdetak begitu kencang. Lalu ia memegang senapan PM100, dengan tangan gemetar.

Door! Door! Door!

Butiran sinar laser telah ditembakkan. Monster itu langsung menghindar dengan cepat. Sehingga tembakannya mengarah ke segala arah. Mereka berdua berkonsentrasi, membidik musuhnya hingga hingga tertembak. Pergerakan monster yang lincah, membuat mereka berdua sedikit kesulitan.

Huaw!!!!

Monster itu meraung, dengan suara sangat lantang. Saking lantangnya, mereka berdua menutup kedua telinga. Kemudian Roki melempar granat biru yang ia temukan. Ledakan sinar yang sangat terang, membuat monster itu terdiam. Tak menyia-nyiakan kesempatan, mereka berdua langsung menembaknya hingga mati. Badai belum berakhir, diatas langit mereka melihat lima monster zombie seperti kelelawar melayang di angkasa.

Monster itu melihat mereka berdua dari ketinggian. Lalu lima monster itu terbang ke arah mereka. Spontan ia menggendong Angela, lalu kabur dan lari sekencang mungkin dari terkaman monster zombie terbang.