webnovel

Sinto Di Perlakukan Istimewa

Tampak kamar itu sangat panjang, ada kamar mandi. ada sofa panjang dan dua buah kursi empuk. Selain itu ada pula sebuah televisi berukuran empat puluh inci komplit dengan home teater serta parabolanya. Lalu ada meja belajar dan sebuah laptop. Sebuah tempat tidur berukuran besar. Lalu ada kulkas dan ada pula sebuah meja bilyar. Tak ketinggalan ada tiga buah ponsel dengan merek ternama serta sebuah jam tangan dengan merek terkenal pula. Lalu ada juga dua lemari panjang.

Wanita itu berjalan dengan lemah gemulai mendekati lemari tersebut. Kemudian di bukanya pintu lemari tersebut, "Sinto sayang. Ini adalah pakaian kamu dan beberapa sepatu. Maaf, tante belum dapat membelikan banyak pakaian untuk kamu. karena tante takut ukurannya tidak cocok dengan kamu."

"Terima kasih banyak nyonya. Ini pun sudah terlalu banyak buat Sinto." Kata anak itu lagi sambil membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat ke arah Resty.

"Jangan panggil Nyonya. Tidak baik. Kamu datang kemari bukan sebagai pekerja. Sayang." Kata nyonya itu sambil mendekati Shinto. Lalu dengan tangannya membelai rambut anak berusia tujuh belas tahun.

"Maaf nyonya. Eh maaf tante. Kalau tante mau jadi orang tua angkatku. Barulah tante boleh membelai Aku seperti tadi." Kata Sinto dengan nada tersendat-sendat.

"Oh. Terus terang saja. Om dan tante memang merindukan seorang anak lelaki. Karena setelah peranakan tante bermasalah. Setelah melahirkan putri kedua. Maka tante tidak bisa mengandung lagi selamanya. Tante sangat bahagia kalau kamu memang mau menjadi bagian keluarga kami." kata Resty sambil membuka tangannya lebar-lebar agar Sinto mau masuk ke dalam pelukan wanita itu.

Sinto hanya tersenyum saja.

"Ah iya. Kamu sudah besar. Usiamu berapa?" tanya Resty sambil duduk di salah satu kursi yang empuk itu.

"Beberapa bulan lagi delapan belas tahun tante," sahut Sinto tersipu malu.

"Wah. Sama ya dengan anak kedua tante." Kata Resty sambil tersenyum juga.

Ia pun menarik nafas panjang lalu katanya, "Beginilah kalau kami dari keluarga yang terpandang. Selalu di jodohkan. Jadi agak telat menikahnya." Ucap Resty sedikit mengeluh. Tetapi tidak terdengar sombong. Beda dengan suaminya Bramana Putera.

"Memang, paman usianya berapa tante?" tanya Sinto basa-basi.

"Pamanmu tahun ini empat puluh delapan tahun."

"Wah beda tiga tahun dari ayahku ya. Sebentar lagi ayahku baru berusia empat puluh lima tahun. Itu pun kalau tidak terjadi apa-apa dengannya tadi pagi." Ucap Sinto yang kembali teringat akan ayahnya dan kematiannya.

Tak terasa nyonya Resty merangkul Sinto dengan berkata, "Maaf ya. Kami sekeluarga turut berduka cita. Karena tadi ada sekilas kabar berita di televisi."

Sahut Sinto, "Terima kasih, nyonya."

Lalu lanjut nyonya Resty lagi, "Sinto sayang cobalah untuk istirahatlah dulu. Nanti. Kira-kira jam enam sore, kamu turun saja ya. Kita akan jalan-jalan. Oh iya, di dalam laptop itu banyak game jika kamu suka." Setelah berkata demikian Resty keluar dari kamar Sinto yang besar dan panjang itu.

Sinto memandangi lagi ke sekeliling kamar itu. Tetapi justru Ia memikirkan kejadian yang baru saja ia alami beberapa jam lalu. Tepatnya kejadian kematian ayahnya yang mengenaskan itu. Ia pun teringat pula akan ibunya.

Kemudian ia mengambil remote televisi. Dengan remote tersebut Ia mencari-cari saluran berita di Jepang. Karena ia teringat tadi akan omongan tante Resty kalau ada parabolanya juga. Dan juga katanya tante Resty juga sempat melihat berita pembunuhan itu di televisi.

Awalnya. Semua saluran tv jepang adanya film-film animasi semua. Setelah sekian lama mencari-cari. Akhirnya dapat juga saluran berita. Tetapi sayangnya berita kejadian penembakan di rumah Shinto tidak ada sama sekali.

Ternyata di bawah. Keluarga itu juga sedang mencari berita dari jepang mengenai penembakan tersebut.

Setelah menunggu dengan sabar. Akhirnya muncul juga berita kejadian penembakan yang terjadi di rumah keluarga Kenjiwa, ayah Sinto.

Sinto menyaksikan kembali penembakan yang terjadi pada ayahnya. ia mengamatinya dengan teliti sekali. Dalam hatinya berkata, "Ayo, semoga salah satu dari mereka ada yang membuka penutup kepala itu."

Tetapi sampai berita itu selesai ditayangkan, tidak ada satu pun dari antara mereka yang membuka penutup wajah mereka.

Sinto pun menunggu kabar siapa yang bertanggung jawab atas kejadian itu, tetapi lagi-lagi belum ada beritanya, "Masih dalam penyelidikan." ucap pembawa berita tersebut.

Perkataan itu membuat hati anak itu kesal.

Lalu ia teringat akan ibunya. Kemudian ia mengambil tiga buah ponsel canggih itu. Di ceknya satu-satu ponsel tersebut.

Setelah melakukan pengecekan atas ketiga ponsel tersebut, akhirnya ia mengambil sebuah ponsel yang berwarna orange. Kemudian ia menekan angka kode negara jepang berikutnya barulah nomor telepon ponsel mamanya.

Kembali Sinto harus mendapat kenyataan pahit. Setelah menunggu beberapa menit. Pada akhirnya nomor mamanya tidak dapat di hubungi juga.

"Tadi. Mama kembali lagi ke rumah. Tetapi tidak ada berita sedikit pun tentang kembalinya mama ke rumah ya." Pikir Sinto dengan bingungnya.

"Jangan-jangan, sopir mama yang telah membunuh mama di dalam mobil? Tapi, tidak mungkin. Atau jangan-jangan ada yang sabotase atas mobil itu ketika mama kembali ke rumah? Dan atau ada yang mencegat mereka di tengah jalan, lalu membunuh mama dan sopir itu."

Sinto sangat gelisah. Tetapi rasa ngantuk dan lelahnya mengalahkan itu semua. Sehingga akhirnya ia tertidur pulas.

Ia benar-benar tertidur pulas hingga Resty memamggil namanya saja ia tidak bangun-bangun juga.

"Apa yang harus aku lakukan untuk membangunkan anak ini," kata wanita itu terasa gelisah.

Karena ia di situ sendiri dan, "Suaminya hanya memberi waktu lima belas menit saja untuk membangunkan anak itu. kalau sudah seperti ini, aku harus lakukan sesuatu." Ucapnya lagi dalam hatinya.

"Ini sudah mendekati lima menit. Anak ini belum bangun juga."

"Ah bodoh amat." ucap wanita itu dengan pikiran gilanya. Kemudian tanpa ragu ia menempelkan bibirnya ke bibir anak bos besarnya. Ia lakukan agar supaya hanya anak itu terbangun.

Benar saja. Baru beberapa detik bibirnya dekat pada anak itu. Sinto telah terbangun.

Betapa terkejutnya ia ketika wajah tante Resty begitu dekat dengan wajahnya, "Tante Resty."

Kemudian Resty istri dari Brama Putra itu memberi penjelasannya, "Terus terang, aku dapat info dari adik papamu itu, kalau mamamu suka juga berbuat seperti itu kepadamu, jika kamu tidak bangun-bangun dari tidur kamu."

"Ah, maafkan aku tante," kata Sinto Sambil tangannya mengelus rambut wanita itu. dan tangannya yang lain semakin mendekap tubuh wanita itu

"Memang kamu juga seperti ini juga ya?" tanya wanita itu sambil tersenyum dan membiarkan dirinya di perlakukan sedemikian rupa.

Sinto semakin terkejut, lalu dengan perlahan mendorong tubuh wanita itu sambil berkata, "Maafkan aku tante."

Mendengar itu tante Resty tertawa lalu katanya, "Sudahlah tidak apa-apa kok. Oh iya, kamu pakai parfum itu saja. Karena kita sudah di tunggu oleh Pak Bram di bawah."

Mendengar perkataan tante Resty yang biasa saja, "Apakah aku tidak perlu mandi?"

"Sudah tidak usah. Sudah hampir telat." Ucap tante Resty sambil membuka pintu kamar anak itu dan berjalan keluar.