webnovel

Tiba Di Rumah Bramana Putera

Begitu mobil itu bergerak jalan. Tampak kedua orang itu berbincang-bincang.

Walaupun Shinto duduk di depan dan tidak dapat mendengarkan percakapan kedua orang dewasa itu. Tetapi rupanya Ia dapat membaca gerak bibir kedua orang yang duduk di belakang. Anak itu dapat melihat melalui kaca spion tengah.

"Sepertinya yang di bicarakan oleh kedua orang itu tentang kode. Kode apakah yang mereka bicarakan ya?" ucapnya pada diri sendiri.

Pada saat itu Brama melirik ke arah depan. Kemudian dengan tiba-tiba ia menekan salah satu tombol di dekat pintu di sebelah ia duduk. Tak lama kemudian tampaklah sebuah kaca buram bergerak turun ke bawah. Kaca buram itu letaknya sebagai pembatas antara kursi depan dan belakang pada kendaraan tersebut.

Melihat kaca buram tersebut, Kotaro malah menegurnya, "Brama Putera. Kenapa kau berbuat demikian. Nanti kalau dia curiga, bagaimana?!"

Balas si Brama Putera, "Anak itu anak pintar. Dia tidak dapat mendengar pembicaraan kita. Tetapi, sepertinya Dia bisa membaca gerak bibir kita. Apakah kau tidak tahu tentang hal itu." sindir Brama Putera sambil mengambil sebuah cerutu dari dalam sakunya.

"Buat apa cerutu itu?" tanya Kotaro semakin tidak mengerti.

Tetapi Ia menghiraukan pertanyaan Kotaro. Ia malah menyalakan api pada ujung cerutu tersebut.

Setelah ujung cerutu itu terbakar, "Asap ini untuk mengalihkan pandangan anak itu. Dengan demikian Dia tidak dapat membaca gerakan bibir kita lagi. Begitu saja harus di tanyakan lagi." Keluh Brama Putera kepada Kotaro.

Lalu kembali Ia menekan salah satu tombol di dekat atas kepalanya. Sepertinya itu sebuah microfon kecil. kemudian Bramana berkata, "Tuan Muda. Maaf ya saya menghisap cerutu ini. dan kaca tersebut gunanya agar asap cerutu ini tidak sampai ke depan."

Mendengar perkataan Bramana, Sinto pun membalasnya dengan berkata, "Silakan Tuan Bramana."

Dengan kabut asap itu menghalangi pandangan mereka berempat. Rupanya kesempatan itu digunakan oleh Sinto untuk berbicara kepada sopir tersebut.

"Sepertinya anda dari tadi diam saja semenjak saya naik ke dalam mobil ini." tegur Sinto kepada sopir itu.

"Maaf Tuan Muda. Saya di larang bicara dengan siapa pun oleh Tuan Besar. Terutama kepada tamu tuan besar."

"Oh ya. Apakah pembicaraan kita ini terdengar oleh Tuan Besar. Yang duduk di belakang kita ini?" tanya Sinto penasaran.

Si sopir menunjuk ke arah tempat spidometer kendaraan tersebut. lalu ia menggeleng kepalanya.

"Jadi, kita bisa bicara sebentar." desak Sinto yang ingin sekali tahu tentang Pak Bramana dan keluarganya.

"Sepertinya jangan sekarang Tuan Muda." Ucap si sopir dengan tegas.

Sementara di bangku belakang. Kotaro berkata pada dirinya sendiri, "Kalau tidak memandang dirinya dan Aku tinggal di sarangnya saat ini. Sudah dari tadi aku bantai."

"Hai Kotaro. Kenapa jadi begitu. Sudahlah, santai saja. Anggap semua ini miliki kamu," kata Bramana Putera sambil merangkul bahu Pria berusia sekitar tiga puluh tahun itu.

Lalu lanjut Pak Bramana Putera lagi, "Tenang. Sebentar lagi, itu semua akan menjadi milikmu. Itu yang kamu inginkan."

Setelah berkata demikian, orang bertubuh kekar dan berkepala plontos itu tertawa terbahak-bahak.

"Apa maksud dengan ucapanmu barusan itu. Aku, tidak mengerti sama sekali." Kata Kotaro dengan nada pelan.

"Sudahlah, kita sudah sampai juga!" kata tuan rumah sambil menunjuk ke arah rumahnya sendiri dengan tangan yang masih ada cerutunya.

Bersamaan dengan itu si sopir itu juga berkata kepada Sinto, "Nanti saja. Kita sudah sampai di rumahnya Tuan Besar."

Mobil itu berhenti tepat di depan pintu rumahnya.

Bramana Putera bergegas turun. Ia langsung membukakan pintu untuk Sinto putra bos besarnya itu.

Sambil membuka pintu, hatinya berkata, "Ini semua Aku lakukan semata-mata hanya satu tujuan saja."

Begitu Shinto turun, "Om. Memangnya ada yang lucu dengan diriku, kenapa om senyum seperti itu."

Mati kutu si Bramana Putera mendengar Shinto berkata demikian.

Lalu dengan cepat ia memperlihatkan wajah tegasnya kembali. Sambil berkata, "Om tersenyum. Karena om ingin kau menjadi anak om. Karena terus terang saja. Om ini hanya memiliki dua orang putri. Itu pun kalau kamu mau."

Dengan mulut manis, si Kotaro menambahkan, "Paman Bramana. Nanti saja. Jangan terburu-buru seperti itu. Kalau sudah satu bulan atau tiga bulan. Barulah paman ungkapkan lagi keinginannya itu kepada Shinto."

"Betul juga kata kamu." ucap Bramana Putera sambil menarik leher Kotaro. Kemudian dengan sedikit berbisik. Dengan nada mengancam, "Awas saja kalau anda merusak rencana saya."

"Om," tegur Sinto sambil menatap Pria bertubuh kekar itu dengan tatapan mata yang tajam.

"Ah iya, maaf. Mari masuk." Ajak tuan rumah itu sambil menginjak alas kaki yang tebal yang berada di depan pintu rumah mereka. Begitu keset tebal tersebut terinjak, tampak pintu kaca yang lebar itu terbuka sendiri.

"Seperti di mal atau di perkantoran elite saja." Kata Sinto pada dirinya sendiri.

Begitu pintu kaca terbuka terlihat menyambut keluar tiga orang wanita yang cantik-cantik.

"Ah ini dia. Mari om perkenalkan." Kata Pak Bramana Putera kepada Sinto. Sambil tangannya kanannya menepuk bahu anak itu.

Setelah ketiga wanita itu sudah berdiri tepat di hadapan Sinto dan Kotaro. Barulah Pak Bramana mulai memperkenalkan keluarganya satu per satu.

"Yang itu, yang memakai baju kaos putih namanya Dinda. Usianya sudah dua puluh tahun. Sedangkan yang memakai baju warna pink. Namanya Tina usianya lebih muda sedikit, delapan belas tahun. Dan yang ini adalah istri tercintaku namanya Resty, coba kamu tebak usianya berapa?"

Diperkenalkan kepada ketiga wanita cantik. Wajah Shinto terlihat memerah. Apa lagi ketika ditanya usia dari istri Bramana Putera itu.

Sinto memberi hormat kepada ketiga wanita cantik itu. Lalu katanya pelan kepada istri Bramana Putera yang bernama Resty itu, "Nyonya cantiknya alami. Aku rasa usia nyonya tidak beda jauh dengan mama saya. Sekitar empat puluh tiga tahun."

"Wow, tepat sekali." Puji Resty istri dari Bramana Putera itu sambil tertawa renyah.

"Pasti kamu lelah setelah perjalanan jauh. Sebaiknya kamu ikut aku. Biar aku antar ke kamarmu." kata nyonya rumah itu.

Mendengar perkataan wanita keturunan ningrat. Tampak terlihat wajah Sinto kembali sedikit memerah lagi. Lalu Ia memberi hormat lagi sambil membungkuk sembilan puluh derajat sambil berkata, "Terima kasih banyak."

"Benar. Kamu sepertinya terlihat sangat lelah. Setelah perjalanan jauh dengan pesawat. Sebaiknya istirahatlah dulu." Kata Bramana Putera sambil menepuk bahu Sinto.

Nyonya rumah itu mengantarkan Sinto ke kamarnya. yang sudah disiapkan jauh hari oleh keluarga itu untuk anak pemimpin klan Shiroi tersebut.

Resty si nyonya rumah itu naik ke atas. Lalu Ia berjalan keluar ke arah balkon rumah tersebut. Kemudian Ia langsung berbelok ke kanan.

Ia segera membuka pintu sebuah ruangan sambil berteriak sedikit, "Taraa."

Kemudian kedua tangan wanita itu di ayunkan ke dalam ruangan tersebut sambil berkata, "Silakan beristirahat Tuan Muda."

Begitu masuk ke dalam kamar itu. Shinto Terkejut, "Nyonya, kamarnya besar sekali."