webnovel

Enemy, Friend, Love.

Ketika benci dapat membahayakan nyawa seseorang, itu adalah fakta. Namun seorang yang baik harus bisa bertanggung jawab atas kesalahannya. Seiring berjalannya waktu, rasa benci, sedih dan bersalah pun akhirnya tergantikan oleh yang namanya cinta. Walau faktanya mereka berdua merupakan sepasang Adam. Tetapi yang dinamakan cinta, siapapun akan merasakannya tanpa memandang siapa dia. Namun, itu menjadi sebuah tantangan untuk masa depan keduanya. Entah cerah ataupun kandas, mereka yang menjalani.

fudandy · realistisch
Zu wenig Bewertungen
6 Chs

Dua

Sudah sepekan Hendra tak hadir di sekolah. Meninggalkan debu kekosongan pada kursinya. Ditambah lagi dengan teman kelasannya yang sekarang menjauhinya, rasanya seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Namun Bastian tidak menghiraukannya. Yang terpenting baginya adalah kesembuhan Hendra. Memang ia mengalami gegar otak berat, namun efek kedepannya sangatlah buruk. Seperti saat kepulangannya lima hari lalu, kedua tangan Hendra tidak berhenti bergetar, dan itu baru efek pertama. Tapi tidak tahu apa yang akan terjadi besok, atau nanti.

Dalam hati bastian merasa bersalah, kenapa waktu itu dia seakan buta akan perlakuannya, dan pulih saat menyesal.

Bel pun berdering, nenandakan waktunya untuk pulang. Namun Bastian harus pergi ke rumah Hendra untuk menjenguknya seperti biasa. Ia menyalakan motornya dan beranjak pergi dari sekolah.

Sesampainya di rumah Hendra, ia melihat Hendra sedang duduk di teras melamun dengan penampilan pelipis kirinya yang dibalut kapas dan perban. Bastian pun berjalan mendekatinya.

"Dra..."

"..."

"Dra"

"... Eh Bas, sejak kapan lu disini?"

Dia, delay?

"Tadi, baru"

".. Tadi atau baru?"

"Atau"

"Oalah. Eh lu bawa apa?"

"Oh... ini gue tadi beli onde-onde sama cakue di jalan. Lu suka gak?" Tawar Bastian, dibalas anggukan oleh Hendra.

"Mhmm.. Suka kok, tunggu gue ambil piring dulu"

"Eh- gausah biar gue aja. Jeez"

"Bas... jangan mengumpat"

"Astaga, maaf Dra. Yaudah gue ambil piring dulu sekalian mau salim ke Bunda" Bas sudah mulai memanggil Orang tuanya Hendra dengan panggilan Ayah dan Bunda, itu yang diminta bundanya Hendra.

***

"Thudui bwngun jum-"

"Habisin dulu, baru ngomong"

Gulp~

"Tadi bangun jam berapa?"

"Jam setengah 6 dong"

"Yeess... gitu dong teladan walaupun dikit"

Ada rasa senang terlahir di hati Hendra saat mendengar kabar baik tentang proses perubahannya.

Duduk di teras sore hari, dibarengi dengan gerimis kecil sejak tadi. Membuat suasana lebih hening. Bastian mengeluarkan kotak rokok Honey Pop nya, lalu menyalakan sebatang rokok yang ia ambil. Menurutnya, disaat hujan adalah waktu yang pas untuk menghisap sebatang rokok, atau mungkin lebih.

"Dra"

"..Hmm?"

"Sehabis lulus, lu mau lanjutin kuliah dimana?"

"..Umm, sebenernya banyak banget universitas yang gue pengen di luar sana. Tapi gue lagi berusaha buat bisa masuk ke Oxford, jurusan Ekonomi. Karena emang gue mau lanjutin jejak Ayah jadi pengusaha. Kalau lu Bas, apa yang mau lu tuju nanti?"

"I don't know. Gue masih belum pasti mau kemana nanti. Entah kerja atau kuliah masih samar. Mungkin karena gue terlalu terlena sama lingkungan tongkrongan sampe lupa kalau secara nggak langsung nutup jalan masa depan. Gue juga kasian sama nyokap gue setelah bokap nggak ada, pemasukan jadi berhenti, uang tabungan di rekening Mama sama mendiang Papa udah menipis, makin bingung gue"

"Shh... Jangan pernah sekalipun berpikir negatif. Kalau semisalnya nggak bisa kuliah, kan masih bisa kerja. Ayah sering cerita kalau di kantornya banyak banget fresh graduate dan skillnya nggak kalah hebat dari yang lulusan S1. Yang penting bisa makan sama sekolah"

"Orang lain lihat kita bagai orang kaya. Rumah besar, punya mobil dan punya status keluarga berpendidikan. Tapi mereka nggak tau kalau dulu orang tua gue bukan siapa-siapa. Bahkan Ayah cuma lulusan SMA yang kerja jadi salesman, dan Bunda cuma tukang masak catering. Tapi sekarang, Ayah udah selesai S2 Ekonomi jadi pengusaha dan Bunda S1 Bahasa jadi guru SMP. Gitu Bas, kalau hidup selalu bawa positif, pasti bakal balik ke kita positif juga"

Bastian termenung, memikirkan perkataan Hendra tadi. Seperti ada pencerahan yang menyorot hatinya.

"Dra"

"Iya?"

"Kan lu mau masuk senin depan, terus juga kan lu baru belum sepenuhnya pulih juga. Gimana kalau gue anter jemput lu pake motor gue" Bastian mencoba mencairkan kembali suasana.

"Eh? Nggak apa-apa tuh? Kan ke rumah gue mesti muter Bas dari perumahan lu, jauh"

"Justru itu Dra, semakin jauh rutenya, semakin gue bisa belajar menyesuaikan waktu bangun jam berapa, mandi jam berapa juga berangkat jam berapa"

"Yowes lah kalau ditawarin. Nggak boleh nolak rejeki kan"

"Lu punya nomor gue kan?"

"Kayaknya belum punya deh. Nih masukin aja, biar nanti gue yang telepon lu duluan" Hendra mengeluarkan ponselnya dari saku celana, lalu memberikannya pada Bastian.

"Done"

"Bas, kamu jangan dulu pulang ya. Bentar lagi makan malem, Ayah Hendra juga bentar lagi sampe, jadi kita makan bareng"

"Oh iya bund, saya jadi ngerepotin"

"Ah, biasa aja ah. Bunda masuk lagi ya"

"Iya bund"

Belum lima menit Bunda masuk ke dalam, mobil Ayahnya Hendra sudah datang. Beliau pun turun dari mobilnya, Hendra dan Bastian menghampirinya untuk salim.

"Dek Bastian ada disini? Sudah makan?"

"Be-belum Yah, tadi baru aja Bunda nawarin saya makan malem bareng"

"Oh, yowes kalau gitu kita masuk. Bentar lagi Bunda beres masaknya"

***

"Bunda, Ayah, Hendra.. Bas pamit pulang ya. Makasih banyak"

"Ini nak Bastian, Bunda sengaja masak lebih buat di rumah kamu. Ada sayur asem, ikan kembung, tempe orek sama telur dimerahin. Salam ke Mama kamu ya"

"Aduh Bund jadi ngerepotin ih jadinya"

"Nggak apa-apa, ya udah kamu hati-hati di jalan ya"

Bastian memasukkan rantang Tupperware ke dalam tasnya, lalu pulang.

Keluarga Hendra dikenal tetangganya selain baik, namun juga dermawan, terkadang Bundanya Hendra selalu masak banyak untuk dibagikan pada tetangganya, juga sesekali mereka mengadakan acara makan-makan dirumahnya.

"Ade"

"Iya Yah?"

"Minggu depan kan kamu udah mulai masuk nih. Mau Ayah antar jemput aja?"

"Oh nggak usah Yah, tadi kata Bas dia yang mau anter jemput Ade"

"Oh, syukur atuh kalau begitu. Nanti di sekolah jangan banyak aktifitas ya. Apalagi kamu sekarang ketua OSIS, tugas kamu bisa digantiin sama wakil. Jadi kamu di kelas dulu aja sampe nunggu pulih"

"Iya Yah. Ya udah, Ade ke kamar dulu mau tidur"

"Oke" Balas Ayah. Hendra bangun dari kursi lalu berjalan ke kamarnya untuk tidur.

"Yah, tadi Bunda dapet kabar dari rumah sakit. Kalau hasil CT scan udah keluar" Bisik Bunda.

"Terus ada kabar?"

"Ade kena Abses di bagian otak kiri karena infeski pasca gegar otak berat waktu itu. Kata dokter, Ade mesti periksa rutin ke rumah sakit seminggu sekali. Kalau semakin parah, Ade harus dibedah"

"Ya ampun... Bunda, gak apa-apa. Bunda ajuin janji pemeriksaan ke rumah sakit besok. Nggak perlu pikirin biayanya berapa karena emang pasti mahal. Tapi ini yang terbaik buat Ade. Yang terpenting kita perbanyak doa" Ayah menggengam tangan Bunda erat, seraya menenangkan Bunda agar tidak panik.

Sudah tiga hari berlalu, tepatnya hari senin sekarang. Hendra sudah siap dengan atribut sekolahnya, menunggu seseorang untuk menjemputnya.

"Ade Bastian udah dateng tuh, cepetan berangkat. Takut kesiangan nanti"

Ya, itu Bastian yang sedang menunggu di teras. Hendra pun langsung bergegas mengambil tas, lalu mengambil kotak bekal yang Bunda siapkan.

"Udah siap?"

"Udah, ayo. Bunda Ade berangkat ya!"

"Iya, hati-hati di jalan De, Bastian nitip Hendra ya"

"Pasti Bund"

Bastian menyalakan mesin motornya, lalu Hendra naik diboncengnya.

"Ini helmnya, mau dipakein?"

"Nggak usah pak. Tangan saya aktif kok"

"Oke, kalau udah, kita berangkat"

"Ayo"

Sesampainya di sekolah, Bastiam dan Hendra berjalan bersama melewati lorong sekolah menuju kelas mereka. Tidak terlalu banyak orang, tetapi mata mereka tertuju pada keduanya.

"Draaa!!!" Teriak seorang gadis, tepatnya teman dekatnya Hendra. Namanya Dini.

"Gue kangen sama lu anjir. Gimana kabar lu?"

"Why you ask when I stand in front of you sis?" Balas Hendra dengan nada 'periodt' nya. Hendra dan Dini dikenal sangat dekat, bahkan orang-orang di sekolah menyangka mereka berpacaran, tapi bukan.

"Duh... Oh well, kalian jadian?"

Bastian dan Hendra saling nenatap satu sama lain, lalu kembali menatap Dini.

"MANA ADA! Aduh gak bener gue temenan sama lu Din... Semua orang aja lu bilang pacaran" Tegas Hendra diliputi pekikan tawa.

"Buru ah ke kelas. Malu gue kalau telat dikit"

"Yeu elah dasar teladan"

"Bodo"

Lanjut mereka masuk ke dalam kelas, dengan tatapan dari orang-orang yang belum berakhir. Keduanya pun duduk di bangkunya. Dan pelajaran pertama sudah dimulai.

"Dra"

"Hmm? Pulpen?"

"Hehehe itu tau... Yang banyak warnanya dong pinjem"

"Heu. Tipikal Bastian. Nih ambil aja sendiri" Hendra menyodorkan tempat pensilnya ke Bastian.

***

Bel istirahat berbunyi, Hendra bersiap mengambil dompetnya untuk membeli teman makan karena dia juga membawa bekal.

"Bas, anter gue yuk"

"Kemana sih? Lagi sakit juga ntar kenapa-napa. Udah makan aja yang ada"

"Ih gue gabisa makan kalau gak ada tempe bu Acih"

"Ugh... Yaudah buru"

Di kantin terlihat ramai. Bagaikan SCTV sedang menggelar ajang casting. Hendra pun nekat ingin masuk ke dalam kerumunan murid yang kelaparan, tapi kedulu ditarik oleh Bastian.

"Lu stress ya?! Emang gabisa minta tolong gue aja gitu? Gimana kalo kepala lu kesikut sama orang lain?"

"Lah, iya ya... Yaudah deh Bas, tolong beliin tempe lima ribu. Lu kalau mau juga ambil aja" Hendra memberi Bastian uang 20 ribu untuk membeli tempe.

"Nih, buru ke kelas"

Kembali ke kelas, mereka pun duduk di kursinya. Hendra membuka plastik bungkusan berisi tenpe yang tadi dibeli.

Tiba-tiba wakil ketua OSIS datang beserta sekretaris.

"Dra, gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah sukses"

"He?" sang wakil terkedut terheran.

"Apaan?"

"Nggak, gak ada apa-apa. Cuma mau minta tanda tangan pelanggaran"

"Pulpennya mana?" wakil ketua memberikan pulpen lalu Hendra menandatangani catatan tersebut.

"Sebelum lu keluar, gue minta tolong sama lu. Tolong lanjutin tugas gue pagi besokdan seterusnya sampe gue bener-bener pulih. Catatannya langsung lu tanda tangan aja. Kalau pembina nanya, bilang aja udah dapet izin dari ketua"

"Siap, makasih Dra. Kita balik lagi ya"

"Ok-"

Bleurgh...

"HENDRA!!!"

Bersambung...

Maafin rada bertele-tele. Bener-bener masih baru bikin cerita huuhuu😭