"Tidak akan. Aku mengenal Selena dengan sangat baik, dia tidak akan berani." Jawab Andre yakin. Matanya menatap lurus pada sosok Selena, obsesi yang membara tidak dia sembunyikan.
Sampai Selena sudah menghilang ditikungan, Andre mengalihkan pandangannya dan menatap tajam ke arah kelas di bawah, tepatnya ke kelas 11-A, matanya bertabrakan dengan seorang pria yang dibencinya di bawah sana yang melihat dia dan Selena sejak tadi.
"Kamu tidak tahu saja. Alvin dari kelas 12 mengirim surat cinta pada Selena. Itu heboh kemarin, meskipun Selena menolak, kamu tahu apa artinya kan?"
Dia tahu. Gadis yang selama ini dia jaga, diincar pria lain. Tidak masalah, toh, bukan sekali ini saja Andre berurusan dengan pria-pria yang menyukai Selena.
Adapun Lucas.
Andre mengepalkan tangannya geram. Saat dia mendengar kecelakaan Selena pada waktu masa orientasi siswa, dia sudah sangat marah dan ingin memukul Lucas yang menyebabkan Selena terluka.
Meskipun Byanca yang mendorong Selena, tapi tetap saja Lucas lah penyebab hal itu terjadi.
Urusan Byanca, dia akan membiarkannya kali ini. Dia masih membutuhkan wanita rubah itu untuk membuat Selena takut.
Lucas!
Mendengar namanya saja, Andre sudah sangat marah. Instingnya mengatakan bahwa pria brengsek itu akan berulah dalam kehidupan dia dan Selena.
Andre tidak akan tinggal diam.
***
Pelajaran terakhir sudah selesai, waktunya para siswa pulang.
Selena merapikan buku-buku di atas meja dan di dalam laci. Tasnya terasa berat sekali. Dia baru saja mendapatkan buku paket baru, dan ada 10 buku dengan ketebalan yang lumayan membuat tasnya kelebihan muatan.
Selena melihat jahitan benang yang mencuat di ransel sekolahnya. Ransel berwarna biru pudar itu sudah dia pakai dari sejak dia kelas 7 sekolah menengah. Karena Selena merawatnya dengan baik, tas itu masih layak dipakai meski sudah seringkali dia jahit.
Selena menghela napas pelan. Saat dia mengingat kondisi keuangan keluarganya, hatinya tertekan.
"Yoo. Ngapain ngelamun di sana. Kesambet setan tahu rasa." Suara keras dari arah pintu kelas membuat Selena mengangkat kepalanya yang tadi menunduk. Saat dia melihat kalau sahabatnya lah yang datang, senyum hangat terulas di bibirnya yang mungil.
"Risss..." Panggilnya antusias.
Itu Cristine, sahabat karibnya. Sahabatnya ini memiliki wajah yang sangat cantik, dengan warna kulit tan kecokelatan. Meskipun Cristine baru berusia 16 tahun, tubuhnya tinggi dan langsing. Memiliki rambut panjang sepinggang, dengan aksesoris pita mungil yang menjepit poni, Cristine terlihat sangat imut dan menawan. Wajah bulat, hidung mancung, bibirnya kecil dan tebal berwarna peach yang segar.
Kontras keduanya selain warna kulit yang berbeda juga sifat yang bertolak belakang, mereka adalah sahabat tak terpisahkan.
Cristine lebih tinggi dari Selena, hanya berbeda tiga sentimeter saja.
Kalau Selena merupakan sosok yang pendiam dan tidak suka bergaul. Cristine malah kebalikannya, dia cerewet, suka menjadi pusat perhatian, dan juga hobi berganti pacar.
Kalau Cristine di tanya berapa mantan yang dia punya. Cristine akan menjawab dengan senyum menggoda nakalnya dan berkata bahwa dia lupa, saking banyaknya pria yang dia pacari, dia sampai lupa nama-nama mereka.
Meski sifat jelek itu sangat di benci Selena. Tapi Cristine lah orang yang akan membelanya pertama kali, jika ada yang membuat masalah dengannya.
Selena terharu dan bangga, tentu saja.
Selena mengabaikan celetukan sahabatnya itu, dia memeluk ranselnya yang berat, dan menghampiri Cristine yang menunggunya di pintu kelas.
"Apa kamu juga mendapatkan buku baru, Ris?" Tanyanya setelah dia dekat.
"Yups. Berat sekali saat aku membawanya. Karena Robin menawarkan untuk membantu, aku menyerahkan buku-buku itu padanya. Lihat sekarang, tasku ringan." Cristine menaik turunkan tas selempang berwarna marun bermotif hello kitty itu kearah Selena.
Selena hanya memutar matanya sebagai respon. Sambil terkikik Cristine mencium pipi gembul Selena yang cemberut dan kemudian berlari menjauh, takut dipukul. Selena itu galak, selain mudah marah pukulannya bukan main sakitnya.
"Cristine!" Teriaknya nyaring di koridor kelas 10 yang tampak lengang. Selena menyeka pipinya bekas ciuman sayang sahabatnya itu dengan marah. Dia ikut berlari mengejar sahabatnya yang sudah berada di bawah.
Saat dia melihat kelas 12 dan pintunya masih tertutup, Selena menggeram marah menahan emosi. Karena jika pintu itu tertutup, kelas 12 masih berada di dalam.
Cristine lolos.
Meskipun Cristine sudah berlari, dia tetap menunggu Selena di gerbang sekolah. Dengan raut senang di wajah cantiknya.
Saat dia melihat Selena dengan wajah tertekuk, Cristine mulai mengemis pengampunan dan berjanji akan mentraktir Selena es krim dan bakso.
Selena mengangguk sebagai persetujuan. Dan dia sudah tidak marah lagi. Begitu mudah membuat Selena melupakan kekesalannya.
Selain Cristine yang tahu dan pandai bagaimana membujuk Selena yang marah. Adapun orang lain yang tahu yaitu Andre.
Cristine melihat pria itu yang kini juga melihat ke arahnya, tepatnya ke arah Selena. Hatinya berubah dingin. Dia tidak suka Andre, menurutnya Andre adalah orang yang licik yang akan menodai kepolosan sahabatnya yang masih murni.
Karena Andre tidak berbuat macam-macam pada Selena, Cristine tidak bertindak apapun, dan tetap berjaga di samping Selena seperti biasa, mengawasi sahabatnya. Namun Cristine memiliki kebiasaan buruk jika dia sudah benci pada seseorang, Cristine akan secara gamblang menunjukkannya pada orang tersebut.
Seperti sekarang, Cristine menyeret Selena menjauh saat dia melihat Andre menghampiri mereka.
Cristine yang biasanya tersenyum dan bersikap ramah, kini berubah berwajah dingin dan kemudian menyeret Selena dengan tergesa-gesa.
Andre yang ingin berbicara pada Selena, menatap balik acuh tak acuh pada Cristine yang melihat kearahnya galak. Dia sudah terbiasa, dan menatap Cristine dengan sama tidak sukanya.
Jika itu adalah anime, kilatan seperti petir akan terlihat dalam pandangan keduanya. Mereka adalah rival, sejak kecil, demi merebut perhatian Selena.
Jika Cristine ingin melindungi Selena dengan tulus dan tidak ingin membuat dia sakit. Maka Andre tidak demikian, dia ingin melindungi Selena dan kemudian biarkan dia menghancurkan keluguannya itu dengan tangannya sendiri.