Tim Dark Ocean melepaskan kepergian Ryan Cox di depan Villa. Dia dijemput taksi menuju bandara. Jake tidak mengantarkannya kerena dia harus ikut menjalankan misi bersama teman-temannya.
"Terima kasih." Jake memeluk Ryan dengan erat.
"Tidak perlu sungkan. Jika membutuhkan sesuatu kau bisa mengatakannya kapan saja." Ryan menepuk punggung Jake.
Ryan pergi. Tim Dark Ocean masuk ke dalam villa. Mereka masuk ke dalam kamar Ray. Dexter memperhatikan mereka. Dia ingin ikut, tapi dia tahu pasti, apa yang mereka bicarakan adalah rahasia.
"Oke teman-teman. Aran bekerja di perusahaan farmasi, ini kantornya." Arlo membuka laptop.
"Ini foto-fotonya." Arlo menayangkan semua tangkapan foto Aran yang sudah diambil diam-diam selama beberapa hari terakhir.
"Aran bekerja di pagi hari, dia memarkir sepeda motornya di parkiran yang berada di sayap kiri komplek perkantoran.
Kadang-kadang dia pergi ke kelab malam. Sepertinya kita tidak bisa melakukan hal apa pun saat dia bekerja. Sulit menghentikannya," ucap Arlo dengan nada berat.
"Bisa ...." Ray mengeluarkan sekantong besar barang yang terbuat dari bambu.
"Apa ini?" tanya Arlo.
Ray tersenyum lebar, iris abu-abunya berbinar terang. Dia membetulkan kacamatanya yang terlihat turun.
"Itu namanya PRE," sahut Jake cepat.
"Oh, Jake! Kau mengambil bagian terbaikku. Harusnya aku yang terlihat keren memperkenalkan alat ini. Sial!" Ray mengumpat kesal. Dia merengut.
"PRE?" Mereka semua terkejut dan bingung.
"Bagaimana cara menggunakannya?" Daniel mengambil PRE yang diletakkan Ray di atas meja.
"Begini caranya." Jake mengambilnya.
"Jake! Kau membajak ideku! Kau mencuri kesempatanku terlihat keren!" Ray marah.
Jake melihat ke arah Ray sambil tertawa, "Kau terlihat keren saat kau asik dengan komputermu."
"Tapi itu ideku!"
"Ya, ambillah." Jake tertawa.
Ray membicarakan tetang PRE yang dibawanya. Barang itu baru tiba dua hari yang lalu. Dia memesannya dari Indonesia melalui mall online. Ray menjelaskan alat temuannya pada teman-temannya. Mereka segera mengatur rencana mendapatkan sampel untuk tes DNA
***
Aran keluar dari komplek perumahannya jam tujuh pagi. Dua buah motor sudah menunggu kedatangannya di tepi jalan. Saat mereka melihat Aran keluar, mereka juga menjalankan kendaraan.
Oscar berada di depan Aran sedangkan Arlo berada sisinya. Arlo Memastikan agar Aran tetap dijalur yang sudah direncanakan. Sesekali Arlo menyalip lalu melambatkan lagi laju kendaraanya agar tidak menarik perhatian Aran. Dia bersikap seperti pengendara pada umumnya.
Mereka semua sudah mempelajari jalanan dan rute yang akan ditempuh Aran setiap hari. Jadi meskipun mereka bukan penduduk lokal, tapi dengan GPS dan setiap hari mempelajari rute perjalanan Aran membuat mereka hafal medan yang harus ditempuh.
Arlo menyalip Aran dan memposisikan motornya lima meter tepat di depan Aran. Arlo mengangguk pada Oscar dan laki-laki itu bisa melihat anggukan kepala Arlo dari spion motor. Dia merogoh sakunya lalu mengambil paku. Oscar menjatuhkannya dengan menyembunyikan tangan di balik perut.
Arlo berzig-zag menghindari paku yang ditebarkan Oscar. Ia menjadi tameng penghalang pandangan Aran, sehingga Aran tidak melihat paku itu dijatuhkan. Tanpa Aran sadari dia melindas paku yang ditebarkan Oscar.
Arlo dan Oscar memperhatikan bagaimana paku-paku itu dilindas dari kamera yang dipasang di spakbor belakang motor. Terkoneksi ke helm mereka. Helm berteknologi tinggi. Kaca penutup wajah mereka bisa menjadi layar yang menampilkan gambar dari kamera. Helm itu juga bisa mengakses internet dengan perintah suara si pemakai setelah melakukan sinkronisasi suara terlebih dahulu.
Ray memperhatikan kejadian itu dengan perasaan puas di dalam kamarnya di villa Dexters.
"Thanks to Digger. Aku bisa membeli semua alat-alat ini. Love you so much, Babe!" Ray bicara sendiri sambil memperhatikan layar laptopnya.
Arlo kembali mengangguk Oscar juga begitu. Misi Oscar selesai. Dia pergi menjauh. The Octopus Dark Ocean tetap berada di sisi Aran. Berdekatan dengannya. Tugasnya masih belum selesai.
Mereka menunggu beberapa menit. Sesuai perhitungan, dalam kurun waktu paling lama lima belas menit ban motor Aran pasti kempes. Arlo menekan klakson motornya beberapa kali. Aran menoleh, Arlo menunjuk ban sepeda motor Aran yang kempes.
Aran turun dari sepeda motor, dia memperhatikan ban motornya yang kempes. Dia kesal. Sudah hampir waktunya dia masuk kerja. Pantas saja sedari tadi dia merasa tidak nyaman. Stang motornya terasa liar dikendalikan, tapi dia terus memacunya karena harus segera sampai ke tempat kerja. Namun, karena sangat kempes mau tidak mau dia menuntun motornya mencari bengkel terdekat.
Arlo melaju saat melihat Aran memasuki bengkel motor. Bengkel yang sudah mereka perkirakan sebelumnya.
"Misi selesai," ucap Arlo. Dia pergi menjauh dari lokasi.
Aran duduk di bangku panjang yang disediakan bengkel motor itu. Dia menunggu motornya ditambal.
Seorang laki-laki berjalan mendekat membawa banyak mainan dari bambu di tubuhnya. Mainan itu berbentuk tabung kecil dengan panjang sepuluh sentimeter. Terdapat lubang kecil dekat pangkalnya untuk saluran udara sehingga menimbulkan bunyi saat ditiup. Di ujungnya terdapat bilah kecil yang bisa digerakkan turun naik. Berfungsi sebagai pemompa udara.
Laki-laki itu meniup mainan sambil menarik dan menekan bilah yang terdapat di ujung mainan secara bersamaan. Mainan pun mengeluarkan suara seperti siulan burung. Laki-laki itu terus meniupnya sambil berjalan di trotoar jalanan. Dia mendekati Aran. Seorang lelaki lain datang dari arah depannya. Dia bertubuh tegap, berwajah tampan dan bermata hijau. Rusa dan Shark saling mengangguk pelan dari jarak dua puluh meter.
"Go ahead, Sir. Try this toy. Is called PRE. Authentic from Indonesia," ucap Starfish sambil meniup mainan. Dia mengambil mainan lain menyurungkannya pada Aran.
Aran menatap dalam ke wajah Rusa. Dia bingung, kenapa ada turis jualan mainan di negaranya? Mainan negara lain pula.
"Silakan, Tuan. Coba mainan ini, namanya PRE asli dari Indonesia," ulang Rusa menggunakan bahasa Thai. Dia pikir Aran bisa bahasa Inggris mengingat Mekhala pernah bersama Dexters dan tinggal cukup lama di London.
Aran semakin terkejut lagi mendengar Starfish bisa bahasa Thai. Matanya membulat. Aran bisa berbahasa Inggris. Mekhala mengajarinya dengan baik.
Shark mendekati Rusa, "What toy is this?" tanya si Shark.
"Called PRE, Sir." Rusa mencontohkan cara menggunakannya. Rusa memasukkan pangkal PRE ke dalam mulut, meniupnya lalu menarik dan menekan bilah di ujungnya.
Shark mencobanya. Dia meniup sambil memompa bilah kecil di ujungnya.
"Nice." Shark berkomentar.
"Cobalah, Tuan." Rusa menyodorkan PRE pada Aran.
"Go ahead. Try. Is fun!" Shark memainkan PRE yang ada di tangannya.
"Oke," ucap Aran meski malas.
"Ini untukmu, Tuan. Ini baru." Rusa mengambil PRE yang baru lalu menyerahkannya pada Aran.
Aran mengambilnya. Dia melihat pemilik bengkel sedang mengerjakan motornya. Aran meletakkan PRE di mulutnya. Dia meniupnya sambil menarik bilah di ujungnya. Tidak ada suara apa pun yang keluar. Aran bingung, dia melihat mereka berdua sangat mudah melakukannya.
"Lebih kuat, Tuan." Rusa menyemangati Aran.
Shark juga melihat ke arah Aran, "Try harder, Bro!" Jake memainkan PRE-nya. Terlihat sangat mudah.
Aran mencoba meniup lebih kuat. Dia merasa tertantang. Dia terus meniupnya beberapa kali. Sampai-sampai wajahnya merah, "Tidak bisa! Sepertinya mainan ini rusak!" Aran kesal.
"Oh, mungkin saja. Ini yang baru," Rusa memberikan PRE yang lain.
Aran mengambil PRE itu lalu meniupnya.
Voila!
PRE itu berbunyi dengan nyaring. Dia memainkan bilah di bawahnya turun naik. Suaranya sangat mirip cuitan burung. Dia tersenyum saat bisa melakukannya.
Rusa dan Shark tersenyum. PRE yang gagal ditiup mereka simpan baik-baik. PRE itu sudah disumbat di dekat lubang udaranya sehingga bunyinya tidak keluar. Aran sudah meniupnya sekuat tenaga. Di dalamnya sudah terdapat air liurnya. Sumbat itu tidak hanya berfungsi untuk menahan udara agar tidak keluar dari saluran yang seharusnya tapi juga sebagai penahan air liur Aran.
"Berapa harganya?" tanya Shark.
"Hanya 20 Bath," ucap Rusa.
"Aku beli lima termasuk yang dia beli. Tambahkan lagi tiga. Minta dia bagikan ke anak-anak." Shark membayar 100 Bath.
Rusa menerimanya, "Terima kasih, Tuan."
Rusa mengangguk sambil tersenyum. Shark pergi. Dia kembali berjalan. Si Shark memasang kacamata hitam dan berjalan layak turis asing lainnya.
"Ambillah." Rusa menambahkan tiga buah PRE.
"Tidak aku ini saja." Aran menolak.
"Sudah dibayar orang tadi. Dia bilang bagikan ke anak-anak." Rusa berlalu pergi meninggalkan Aran.
"Misi selesai." ucap Rusa. Mereka semua senang. Misi beres tanpa hambatan.
Aran masih menatap punggung Rusa dengan bingung. Bagaimana bisa laki-laki yang mirip turis asing itu bisa bicara bahasa Thai?
Dia ingin menahannya dan bicara banyak hal, tapi sepeda motornya sudah selesai ditambal. Dia segera pergi dari bengkel itu setelah sebelumnya membayar jasa si empunya bengkel.
***
Tim Dark Ocean bersiap untuk misi selanjutnya. Malam ini mereka harus mendapatkan akar rambut dan darah Aran. Mereka sudah tiga malam berturut-turut menunggu di club malam yang biasanya Aran datangi tapi dia tidak datang. Malam ini mereka melihat Aran berada di sana.
Daniel sudah melobi remaja yang berada satu perumahan dengan Aran agar dia meletakkan alat GPS kecil di sepeda motor Aran dengan imbalan uang, tapi tidak boleh ada yang tahu. Daniel meminta anak itu menandatangani surat perjanjian. Tentu saja anak itu menandatanganinya dengan mudah. Daniel menguasai beberapa bahasa sehingga mereka mudah melakukan misi meski mereka di negara berbeda.
"Mari kita bersenang-senang malam ini. Ray kau ikut?!" tanya Arlo dengan nada terkejut.
Arlo melihat Ray sangat keren. Dia seperti mau pergi.
Ray memakai T-Shirt ketat hitam membentuk tubuhnya dengan indah. Si Dolphin memiliki tubuh cukup bagus. Dia melapisinya dengan jaket semi jas ketat berwarna biru gelap. Celana skinny jins berwarna hitam terlihat pas dan sangat. Ray memakai sepatu ankle boot berbahan kulit berwarna hitam. Menutupi kedua mata kaki. Rambutnya disisir rapi. Wajahnya berbinar terang karena bahagia. Mata abu-abunya bersinar meski terhalang kacamata.
"Ya, aku ikut," ucap Ray bersemangat.
"Tumben? Biasanya kau tidak ikut ke lapangan?" Jake memicingkan mata.
"Aku ikut malam ini. Aku mau melihat para gadis menari di club itu. So hot! Ugh!" Ray menggerakkan tubuh. Meliuk dengan dramatis. Tidak berbahaya 'kan? Mumpung gratis." Ray tertawa. Dia ingat semua keperluan mereka ditanggung Dexter selama itu menyangkut penyelidikan.
"Dasar!" Oscar mencibir.
"Ayo cepat! Daniel merangkul Ray. Dia meletakkan tangannya di pundak Ray.
Mereka pergi bersama-sama. Berangkat menggunakan mobil milik Dexter. Mereka memperhatikan kota Bangkok di malam hari. Terlihat indah, lampu banyak gedung-gedung tinggi berwarna warni menghiasi malam. Pemandangan khas kota besar.
Sebelum turun mereka mengecek alat komunikasi. Setelah memastikan semua lancar mereka turun bersama-sama. Kelab malam itu sangat ramai pengunjung.
Tim Dark Ocean berpencar untuk melihat di mana Aran berada. Mereka memperhatikannya meski tidak terlalu dekat. Tim Dark Ocean lebih leluasa karena berada di antara ribuan manusia.
Daniel mendekati seorang wanita yang duduk sendirian di depan bartender. Dia sangat cantik dengan postur tubuh aduhai. Gaun hitam berbahan lycra membentuk tubuhnya dengan sempurna.
"Hai cantik. Siapa namamu?" sapa Daniel menggunakan bahasa Thai.
"Hai," jawab wanita itu dengan senyuman manis, "Kannika." Dia memperhatikan Daniel. Seorang lelaki tampan di depannya.
Daniel memiliki rambut berwarna hitam. Irisnya berwarna cokelat terang. Di dalam kelab cukup gelap, tapi karena mereka sangat berdekatan, Kannika bisa melihat mata indah Daniel saat terbiasa cahaya.
Alis Daniel berwarna hitam, lebat dan melengkung indah. Daniel memiliki rahang yang tegas ditumbuhi misai tipis yang tertata rapi. Kemeja ungu tua yang dia kenakan membuat tubuhnya yang atletis terlihat semakin menarik hati. Kannika terpesona. Daniel sangat tampan.
"Kannika, bisa kau membantuku?"
"Tentu," jawabnya.
"Maaf sebelumnya, kau bersedia menemani temanku malam ini?" Daniel berkata dengan hati-hati.
"Bisa. Aku dibayar berapa?" tanya wanita itu.
Daniel mengeluarkan uang 100$ US. Dia memberikannya kepada wanita itu setelah menyinarinya lebih dulu dengan layar ponsel agar wanita itu melihat nilai uang yang diberikannya.
"Dengar, terima ini. Bawa dia ke hotel. Aku akan memberikan lagi jika kau berhasil.
"Oke." Wanita itu menerima uang yang diberikan Daniel. Dia sangat senang, "Yang mana temanmu?"
"Mari, ikut denganku." Daniel menarik pergelangan tangan Kannika. Dia membawanya ke sayap kanan kelab itu. Aran duduk sendiri menikmati segelas cocktail di depannya.
"Itu dia," bisik Daniel di telinga Kannika.
Dada Kannika berdesir hebat ketika napas Daniel terasa hangat menyentuh daun telinganya. Kannika memperhatikan Aran. Dia tampan, tubuhnya tidak kalah atletis dari Daniel. Wajahnya terlihat eksotis. Kannika yakin Aran memiliki darah campuran.
Kannika memperhatikan Daniel, "Kenapa aku tak menemanimu saja?" tanyanya dengan senyuman menggoda.
"Jika bersamaku kau tidak dapat uang. Jika dengannya kau akan mendapatkan bayaranmu." Daniel tersenyum manis. Perasaan Kannika porak poranda melihat senyuman Daniel.
"Tidak masalah." Kannika melingkarkan tangannya ke tubuh Daniel. Ia memeluknya erat.
Daniel melepaskan tangan Kannika, "Tidak bisa. Aku harus bekerja. Dia bosku. Aku hanya pesuruh. Lain kali saja. Bagaimana?" Daniel kembali tersenyum manis. Dada Kannika yang berisi terasa hangat menyentuh dadanya.
Daniel tersenyum menatap wajah cantik Kannika, "Pergilah. Temani dia. Aku mohon." Daniel pun menyentuh pipi Kannika menggunakan punggung jari telunjuk. Kannika lantas memejamkan mata merasakan sentuhan Daniel.
"Baiklah," ucapnya sambil tersenyum. Wanita itu mendekati Aran.
"Umpan diberikan ke target," ucap Daniel. Dia menyentuh earphone wireless yang terpasang di telinganya. Earphone dengan teknologi tinggi bisa menyaring suara dari kebisingan.
"Copy that," ucap Tim Dark Ocean bersamaan kecuali Ray. Dia mendengar, tapi dia sangat fokus memperhatikan penari telanjang yang mulai melepaskan bajunya.
Pupil Ray membesar saat melihat sang penari meliukkan tubuh dengan gerakan erotis. Sementara itu, Jake, Oscar dan Arlo berada di sekitaran Aran. Begitu juga Daniel. Mereka memperhatikan dia dengan saksama.
Mereka melihat Kannika mendekati Aran.
Aran memperhatikan Kannika.
Kannika berbisik kepada Aran, tapi lelaki itu mengangkat tangan. Mengisyaratkan menyuruh Kannika pergi. Perasaan Kannika terluka. Dia ditolak dengan kasar seperti itu.
Kannika pergi menjauh.
"Sial!" umpat Daniel.
Dia kembali mencari wanita lain. Aran tetap menolaknya.
"Teman-teman, target tidak suka wanita!" ucap Daniel frustasi.
"Sepertinya begitu." Jake menimpali.
"Oscar, kau maju," ucap Jake.
"Apa?!" Oscar terkejut, "Tidak," ucapnya dengan tegas.
"Dia sudah melihat aku dan Daniel beberapa hari yang lalu. Saat itu dia melihat kami biasa-biasa saja."
"Oh, tidak!" Oscar berdecak kesal.
"Ayolah! Oscar. Kenapa kau takut? Ini tidak membahayakan nyawa." Ray tiba-tiba menimpali. Dia menutup mulutnya agar tidak tertawa keras.
"Sial!" umpat Oscar.
Paus Orca mendekati Aran. Dia berdiri di sisinya.
"Pasti menarik!" Ray cekikikan tertawa. Dia menyalakan ponsel untuk melihat di mana teman-temannya. Dia ingin melihat secara langsung adegan yang akan membuat semuanya bergidik geli.
Ray berada cukup dekat dengan teman-teman dan target mereka. Dia melihat Oscar berdiri dengan gagah. Paus Orca, dia berwajah tampan dan memiliki aura pemimpin yang kuat. Tubuhnya atletis proporsional.
"Hai. Maaf mengganggu. Kau punya pemantik?" tanya Oscar sambil tersenyum. Dia mengeluarkan sebatang rokok dari saku.
Aran mengambil pemantik di atas meja lalu memberikannya pada Oscar. Paus Orca mengambilnya. Dia menyalakan rokok dengan perasaan tidak nyaman.
"Kau sendirian?" tanya Oscar sambil menelan ludah.
Seluruh tim Dark Ocean tertawa, tapi mereka berusaha untuk tidak sampai terdengar.
"Ya," sahut Aran cepat dan tanpa minat.
"Mau kutemani?" tanya Oscar dengan nada menggantung. Dia merasa ingin bunuh diri saja.
Semua teman-temannya melepaskan earphone mereka di telinga. Menjauhkannya sedikit lalu tertawa terpingkal-pingkal.
Namun ....
Tawa mereka terhenti. Aran menggeleng kepalanya. Oscar juga ikut menggelengkan kepalanya. Dia pergi menjauh.
"Arlo kau maju." Daniel berkata sambil merasa cemas. Di takut misi ini gagal.
Si Octopus pun maju. Dia mendekati Aran, tapi tanggapannya masih sama. Dia mengibaskan tangannya setelah memperhatikan Arlo. Wajah tampannya masih belum mampu membuat Aran jatuh ke dalam rencana mereka.
"Ray, giliranmu." Jake melihat ke layar ponsel. Dia melihat titik merah si Dolphin berjalan menjauhi mereka.
"Hei, Dolphin jangan lari!" Daniel melihat titik milik Ray terus bergerak.
"Oh sial! Kenapa kau takut, Ray?! Ini tidak membahayakan nyawa." Oscar mengembalikan ucapan Ray.
"Tidak ... tidak! Teman-teman, aku tidak bekerja di lapangan. Aku hanya di belakang layar saja. Kita 'kan sudah membagi tugas!" Suara Ray terdengar terputus-putus karena napasnya tersengal.
"Kau ada di lapangan sekarang. Kau ingat, kau berkata kita setara." Arlo mengingatkan perkataan Ray.
Si Dolphin tidak menjawabnya. Dia tergesa-gesa mencari pintu keluar. Keempat temannya melihat hal itu. Mereka tertawa gelak. Oscar, Jake, Arlo dan Daniel berpencar.
Ray melihat ke layar ponsel. Tubuhnya lemas. Dia terkepung dari segala sisi. Bagaimanapun dia tidak bisa melarikan diri. Mereka satu sama lain bisa melihat posisi seluruh anggota tim.
Nanar mata Ray melihat ke sekeliling dan teman-temannya mendekat dari segala arah.
"Ini pasti menarik." Oscar bergumam. Ia ingin membalaskan dendamnya. Saat dia ketakutan Ray justru cekikikan tertawa.
"Oh, tidak! Teman-teman, kurasa dia hanya lelah dan tak ingin diganggu," ucap Ray dengan wajah memelas.
Teman-temannya tidak peduli. Jake dan Oscar mendekat. Mereka berdua pun menggamit lengan Ray. Memaksanya mendekati Aran.
"Teman-teman jangan seperti ini kepadaku." Ray bergantian memandangi wajah Jake dan Oscar.
"Ray, garansi uang kembali. Kau ingat? Kami tidak mau mengganti uang karena kau tidak mau bekerja sama." Jake menatap dalam mata Ray. Wajahnya terlihat pucat.
"Oscar tolong aku." Ray menahan tubuhnya. Apalah daya, tubuh kecilnya tidak sebanding dengan Jake dan Oscar.
"Tenanglah, Dolphin. Jangan sembunyi ke dalam lubang. Kali ini kau harus mendapatkan mangasamu sendiri. Kami tidak bisa berburu kali ini." Oscar memandangi wajah Ray yang pucat.
"Pergilah!" ucap Oscar dan Jake. Mereka melepaskan kedua lengan Ray.
Si Dolphin menggelengkan kepala. Dia merapikan jaketnya yang berantakan karena Oscar dan Jake sudah menyeretnya.
Ray menarik napas dalam-dalam.
"Oke! Jika dengan mereka saja dia tidak tertarik. Apalagi padaku." Ray berkata di dalam hati dengan optimis.
Ray mendekati Aran.
Kakinya gemetar. Ray menelan ludah.
Dia terus melangkah mendekati Aran dengan dada yang berdebar kencang. Malangnya, Ray terinjak botol minuman suplemen yang tergeletak di lantai.
"No no ... No!" Ray berteriak. Dia terjatuh ke depan. Wajahnya tepat menimpa paha Aran.
Aran jatuh terjengkang bersama kursinya karena dorongan tubuh Ray. Dia jatuh terlentang dan wajah Ray tepat di area kejantanannya.
"What the hell!" Ray berteriak.
"Aku harus bangun. Aku harus menyelamatkan bibirku yang suci!" Ray menopang tubuhnya dengan meletakkan kedua telapak tangannya di lantai. Dia mendorong tubuhnya agar segera bangkit dari posisi yang akan selalu disesalinya seumur hidup.
"Hai, ugh! Aku benar-benar minta maaf. Itu tadi kecelakaan. Aku terinjak botol sialan. Entah siapa yang meletakkannya di situ hingga membuat kita terjatuh dengan posisi yang dramatis," ucap Ray nyaring. Dia mengulurkan tangan ke arah Aran untuk membantunya berdiri.
"Apa-apaan kau, huh? Kau berjalan sambil menutup mata?!" Aran kesal. Meski begitu dia menyambut tangan Ray.
Ray menarik tubuh Aran sekuat tenaga. Tubuh Aran lebih besar dan berisi darinya. Otot tubuhnya bahkan tercetak dengan jelas di bajunya.
"Sekali lagi aku minta maaf," sahut Ray ketika Aran sudah berdiri sempurna.
Ray memperhatikan wajah Aran dan pandangan mereka bertemu. Dia lelaki yang sangat tampan. Darah campuran yang dia miliki membuat wajahnya terlihat luar biasa.
"Tidak masalah. Kau bagaimana? Ada yang sakit?" tanya Aran memperhatikan seluruh tubuh Ray dengan saksama. Pandangannya kembali ke bibir Ray yang tadi sempat berada di atas 'miliknya'.
"Oh, tidak! Mati aku!" ucap Ray dengan wajah memucat.
"Bagus, Dolphin. Sepertinya kau mendapat mangsamu." Jake tersenyum.
"Ini pasti benar-benar menarik." Oscar tertawa gelak.
"Teman-teman selamatkan aku," ucap Ray memelas dan lirih.