webnovel

BAB 5.

Tubuh Ray gemetar saat melihat Aran menatapnya penuh minat.

"Kau tidak apa-apa?" Aran tersenyum manis. Di mata Ray senyuman itu sangat menakutkan. Tubuhnya bergidik geli.

"Aku baik-baik saja," ucap Ray gugup.

Dia berjalan beberapa langkah.

"Hei, mau ke mana? Aran menarik pergelangan tangan Ray, "duduklah. Aku yang traktir."

"A..aku harus pergi," Ray tergagap. Dia membetulkan letak kacamatanya.

Aran mengambil kursi yang tadi jatuh bersama dirinya ke lantai. Dia mendirikan kursi itu lalu memberikannya untuk Ray, "Duduklah," ucap Aran di telinga Ray dengan nada menggoda.

Ray menjauhkan wajah, telinganya terasa geli dalam arti kata yang sebenarnya saat mendengar bisikan Aran.

"My Lord, please save Me," ucap Ray sambil memejamkan mata, "kirimkan malaikatmu untuk menggantikan posisiku di sini. Aku mohon, Ya Lord, jangan aku." Si Dolphin sangat khusuk berdoa.

"Duduk," ucap Aran sambil tersenyum manis.

Ray menelan ludah, "Cobaan apa ini?" ucapnya di dalam hati. Dia duduk dengan takut-takut.

Aran memanggil waiter dia memesan minuman untuk mereka berdua.

Aran menggeser kursinya merapat ke kursi Ray, "Siapa namamu?" tanya Aran dengan mata berbinar. Senyuman selalu terkembang di bibirnya.

"Danny." Ray beringsut lebih dalam ke kursinya.

"Danny, kau terlihat manis." Aran menyentuh dagu Ray.

Ray tersenyum kaku, "Terima kasih. Kau juga. Kau terlihat luar biasa."

"Begitu? Mari kita cari tahu, Sayang." Aran meletakkan telapak tangannya di paha Ray.

"Shit! You make me on fire, Beb." Ray berdiri dari kursinya, "Fewh!" Ia menyapu keringat dingin di kening. Dia berdiri dengan maksud menyingkirkan tangan Aran dari pahanya.

Waiter datang membawakan minuman pesanan mereka.

Ray segera menyambar gelasnya dan meminum langsung isinya hingga habis.

"Pelan-pelan, Sayang," ucap Aran. Keningnya mengkerut saat melihat 'Danny' langsung menghabiskan minumannya.

"Aku mau pesan lagi?" seloroh Ray. Ia kembali memanggil waiter, berharap mabuk berat hingga tidak sadar akan menghajar Aran membabi buta ketika tergetnya itu mencoba untuk kembali menggerayanginya.

"Tentu." Aran tersenyum manis. Dia memandangi tampilan Ray yang begitu manis dan menggoda, "pesanlah apa pun yang kau mau," ucap Aran sambil meraih pinggang Ray merapat ke tubuhnya.

"Holy shit!" Ray berang saat dadanya merapat ke dada Aran. Dia semakin ketakutan, "kau ... kau sangat agresif." Ray tergagap dan merasa frustasi.

"Ada apa, Sayang? Kau terlihat cemas?" Aran menatap lekat bibir Ray sambil menelan ludah. Wajah mereka saling berdekatan.

Seluruh tubuh Ray bergidik, dia tahu arti tatapan liar Aran yang siap melahapnya.

Aran mendekatkan wajahnya.

Ray segera membuang wajahnya, "What the hell are you doing?!Shit!" Si Dolphin menggumam marah sambil menggeram dan terdengar oleh semua anggota Tim Dark Ocean.

"Aku harus pergi!" Ray melepaskan tangan Aran yang melingkari pinggangnya.

"Mau ke mana?" tanya Aran kecewa.

"Aku harus pergi ke toilet. Sial! Aku hampir mengompol!" Ray memandangi wajah Aran yang terlihat sangat mesum. Ray menyentuh organ sensitifnya. Dia yakin tak lama lagi Aran akan melancarkan aksinya hingga ke bagian sana. Ray merasa dia harus menyelamatkan kesucian dirinya sebagai penyuka wanita.

"Aku tidak bisa menahannya lagi!" Ray berkata dengan tegas. Dia memberi isyarat kepada semua teman-temannya.

"Aku temani." Aran menawarkan. Pikirannya semakin liar.

"A..apa?!" Ray terpikik, "tidak! Aku bisa sendiri!" Ia berkata dengan kesal. Ray melangkahkan kakinya menjauh. Membiarkan Aran menemaniya ke toilet menurutnya sama artinya menyerahkan diri bulat-bulat.

Baru berjalan empat langkah, Ray tiba-tiba berhenti.

Jake, Oscar, Arlo dan Daniel mereka berdiri sejajar tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini.

"Hei, Dolphin! Jangan coba lari. Selesaikan misimu!" ucap Jake tegas sambil mengerakkan dagunya.

"Sial! Sial! Kalian akan membayar ini!" ucap Ray gusar.

Ray kembali mendekati Aran, "Hei ... uhm ... dengar. Ini kali pertama bagiku bertransisi. Bisa kau lebih lembut? Aku sangat gugup. Aku merasa hampir kencing di celana karena ... karena ... kau tau. Maksudku ... hmm ... aku masih canggung." Ray menggeram.

"Tentu, Sayang." Aran mengangguk pelan. Dia menyapu bibirnya menggunakan ujung jemari. Imajinasinya semakin liar saat mendengar Ray masih perjaka.

"Oh, My God!" Ray semakin gusar melihat wajah mesum Aran yang semakin menjadi-jadi.

Waiter mendekati mereka. Ray berbisik kepadanya meminta minuman. Begitu juga Aran, ia memesan minuman sambil melihat lekat ke arah Ray. Dia tersenyum penuh makna.

Ray semakin gerah. Ingin rasanya dia mengamuk, tapi garansi uang kembali itu seperti musik film horor yang terus berulang-ulang di kepalanya.

"Aku harus ke toilet. Jika aku dihalangi aku akan terkencing di sini!" Ray berkata dengan nada menekan.

"Pergilah. Aku menunggumu." Aran mengangguk pelan.

Sebenarnya Ray berkata pada semua temannya. Ia melangkah ke toilet dengan perasaan gusar. Mereka beriringan menuju toilet laki-laki.

Setelah mereka antri cukup lama, Tim Dark Ocean berjejer di urinoir. Si Dolphin tepat berada di tengah-tengah mereka. Dia diapit Oscar dan Jake di sisi kanan dan kiri. Daniel dan Arlo sisi luar Jake dan Oscar.

"Hey, Dolphin. Kau harus lebih dekat dengannya. Bagaimana kau mau mengambil rambutnya?" Oscar bicara dengan nada cuek sambil bersiap membuka resleting celana.

"Kau saja yang lebih dekat dengannya sana!" Ray berkata dengan suara nyaring dan berat.

"Tenanglah, Dolphin. Ini tak membahayakan nyawa," ucap Jake sambil menepuk pundak Ray.

"Tapi ini membahayakan masa depanku!" ucap Ray dengan hidung kembang kempis menahan amarah.

"Jake! turunkan tangan sialanmu itu dari pundakku. Kau belum cuci tangan!" Nada bicara Ray semakin meninggi.

"Ops, sorry!" ucap Jake tanpa rasa bersalah. Dia mencuci tangan, "Ray sebentar lagi kau yang cuci tangan. Tidak mungkin dia membiarkan tanganmu yang gemetar itu menganggur." Jake menggelengkan kepalanya sambil tertawa.

"Fuck you, Man!" Ray mengumpat dengan gusar.

Mereka kembali ke tengah klub malam. Ray juga kembali ke kursinya duduk manis di sisi Aran bagai anak gadis.

"Ini minumanmu." Aran menyerahkan gelas berisi Martini untuk Ray.

"Terima kasih." Ray mengambil gelas yang diberikan Aran lalu menyesap minumannya. Keningnya mengerut dan saling bertaut. Ray mengangkat gelas itu memperhatikan ke tengah-tengah gelas.

"Kenapa?" Aran heran.

"Rasanya sedikit pahit," ucap Ray. Dia mengangkat kedua bahunya lalu meminumnya lagi hingga tinggal separuh.

"Lebih dekat, Ray. Supaya kita bisa cepat pulang!" Jake bicara di alat komunikasi mereka.

"Sialan kalian semua!" Ray kesal, tapi dia menuruti perkataan Jake.

Dia berpikir ada benarnya juga. Semakin cepat misi selesai semakin cepat dia bisa lepas dari Aran. Seseorang yang akan selalu diingatnya di sepanjang hidupnya.

Ray kembali menyesap minumannya demi menghilangkan rasa gugup dan stress yang dirasakannya. Si Dolphin mengambil rokok milik Aran yang tergeletak di atas meja. Dia menggeser kursinya merapat ke Aran.

Ray dan Aran bicara hal-hal ringan layaknya orang yang baru berkenalan. Aran bercerita di mana dia bekerja dan juga lingkungan tempat tinggalnya. Semuanya itu tentu saja sudah diketahui Ray, tapi dia bersikap seakan-akan belum mengetahuinya.

Empat puluh menit berselang, Ray mulai merasa ada yang berubah di tubuhnya. Pelan tapi pasti suara musik yang menghentak terdengar semakin nyaman di telinganya. Ray merasa euforia yang berlebihan. Kebahagiannya terasa meluap-luap. Dia merasa bisa melakukan apa saja. Hidupnya terlalu bahagia sehingga tidak ada rasa yang lain, selain keinginan untuk tenggelam ke dalam sensasi kebahagiaan yang memabukkan.

Ray mendongakan kepala ke atas sambil merentangkan kedua tangan. Ia memperhatikan lampu-lampu laser berwarna warni yang terlihat sangat indah mengisi seisi club.

Tubuh Ray bergoyang dengan sendirinya.

"Perasaan apa ini?" Ray tertawa.

Aran berdiri, dia mendekat Ray lalu merangkul pinggang Ray, "Are you happy, Baby?" tanya Aran sambil tersenyum.

Ray mendengar suara Aran, dia memicingkan mata mencoba mengenali siapa seseorang yang berada di depannya. Ray tertawa, "I'm so happy," ucap Ray. Dia tidak bisa mengenali siapa yang ada di depannya. Pandangannya buram.

"Hei! Dolphin!" Sadar! Oh tidak sepertinya Aran memasukkan ekstasi ke dalam minumannya. Jake cemas saat mendengar Ray bicara. Dia memperhatikan perubahan sikap Ray.

Aran tersenyum puas, dia mengulurkan tangan menarik Ray turun dari kursinya, "Move your body," bisik Aran di telinga Ray.

"I am so happy!" teriak Ray sekeras-kerasnya. Ia merentangkan kedua tangan sambil tertawa.

Aran kembali menyodorkan minuman kepada Ray. Dengan senang hati si Dolphin menyambut dan menghabiskan isinya. Ia meletakkan gelas kosong di atas meja. Ray juga melepas kacamatanya lalu diletakkan di atas meja. Dia terus menggerakkan tubuh tanpa henti.

"Ray! Ray!" Jake dan dan Oscar bergantian memanggil.

Ray tidak peduli. Dia justru melepaskan earphone kemudian memasukkan ke dalam saku celana. Ray kembali bergoyang. Ia tidak peduli pada apa pun. Reaksi ekstasi mengambil alih tubuh dan kesadarannya.

"Kau sangat manis," ucap Aran memeluk Ray dengan erat. Tangannya menyusuri punggung Ray dengan gerakan erotis.

"Teman-teman, kita bergerak." Jake sangat cemas. Dia takut si Dolphin benar-benar dilecehkan.

"Daniel!" perintah Jake dengan nada tegas agar mereka segera bergerak.

Starfish mengangguk. Malam ini hanya Jake dan Daniel yang belum mendekati Aran. Mereka berharap Aran tidak mengenali mereka.

Jake dan Daniel mendekati Ray. Si Dolphin masih saja terus menerus menggerakan tubuhnya.

"Hey, Buddy!" Jake memeluk erat tubuh Ray. Dia melihat Aran nampak marah saat dia memeluk Ray.

Daniel mendekati Aran, "Dia teman kami. Hanya menyapa. Kalian sudah lama?" tanya Daniel mengalihkan perhatian Aran. Dia mengajak targetnya terus bicara.

"Ray," panggil Jake.

"Who are you?!" Ray mendorong tubuh Jake dengan kuat.

"Ray! Dengar. Ini aku, Jake! Aku tau kau bisa bertahan. Kita sedang dalam misi.

"Hey, Dolphin! Dengarkan aku! Kau dalam misi. Kita tidak boleh gagal. Ini hanya misi sederhana." Jake menepuk pipi Ray berkali-kali.

"Oke, Jake! Oke. Apa yang terjadi kepadaku. Oh sial! Aku tidak bisa berpikir," ucap Ray terengah-engah. Dia tidak bisa melawan zat yang memasuki sistem saraf otaknya. Zat itu memaksanya untuk terus bergoyang dan merasakan bahagia yang meluap-luap.

"Dengarkan aku. Ambil rambutnya. Ambil darahnya." Jake meremas lengan Ray.

"Kau harus melawannya! Jika tidak kau akan berakhir di ranjang bersama lelaki malam ini. Bersama lelaki, Ray!"

"Oke." Ray mengangguk.

"Kau paham?!" Jake semakin menekan.

"Iya," Ray mengangguk dengan tubuh yang lemah.

"Ini jarum dan kasa. Dapatkan darahnya," ucap Jake tegas.

Jake memasukkan pen jarum dan selembar kasa kecil ke dalam saku jaket Ray. Ia menggagahi saku jaket dan saku celana Ray mencari earphone lalu memasangkannya ke telinga sahabatnya.

Jake melangkah mendekati Daniel, ia mengangguk pelan memberikan isyarat agar mereka segera pergi. Jake mengambil kacamata Ray yang tergeletak di atas meja lalu memasukkan ke dalam saku jaketnya.

"Baiklah, selamat bersenang-senang," ucap Daniel. Mereka berdua menjauh dari meja Ray dan Aran.

"Ingat, Ray. Dia targetmu! Dia laki-laki!" Jake bicara di earphone.

Ray tersenyum dia menggerakkan tubuhnya seraya mendekati targetnya.

Aran duduk di kursi, dia melingkarkan tangannya ke punggung Ray.

Tangan Aran bergerak erotis, menjelajahi punggung dan perut Ray yang rata.

Ray menggeram marah saat dia merasa tangan Aran mulai bermain dia area pribadinya. Si Dolphin mengepal tangannya kuat-kuat. Namun reaksi dari Amphetamin di dalam tubuhnya membuat Ray tetap merasa bahagia meski dia terganggu dengan sikap Aran. Senyuman lebar terkembang sempurna di bibir Ray. Aran pun memperhatikan wajah manis Ray.

"Kau menyukainya?" Aran tersenyum lebar. Dia lantas menggerakan tubuhnya dengan perasaan bahagia sambil meremas 'milik' Ray dengan gerakan yang lembut.

"Shit!" Ray tertawa gemas. Dia ingin sekali menelan Aran hidup-hidup.

Ray menarik kepala Aran untuk merapat ke dadanya. Dia mencengkeram rambut Aran. Ia menatap wajah Aran dalam-dalam, tapi tetap terlihat buram di matanya

"What the hell, are you doing?" umpat Ray di dalam hati. Ia meremas rambut Aran dengan gemas sambil tersenyum rumit.

Aran melihat reaksi yang ditunjukkan Ray justru semakin membuatnya bahagia dan bersemangat, dia meremas bagian sensitif Ray semakin liar.

"Argh! Damn it!" Ray berteriak histeris sambil menjambak lalu mencabut rambut Aran sekuat tenaga.

"Argh!" Aran berteriak tak kalah histeris.

"Fucking shit! Apa yang kau lakukan?!" Aran menyapu kepalanya di bagian yang terasa sakit. Dia merasa kulit kepalanya dikoyak. Aran melihat ke tangan Ray, ada sejumput rambutnya di tangan Ray.

"Ada kecoa di kepalamu!" Ray menunjukkan rambut yang berada di tangannya.

"Kecoa?!" Aran terkejut. Dia memperhatikan lebih jelas apa yang ada di tangan Ray, "Itu rambutku! Bukan kecoak!" Aran berteriak kesal.

Ray mendekatkan rambut itu ke wajahnya, "Oh iya. Kau benar. Ini rambut. Maaf aku sepertinya berhalusinasi," ucap Ray enteng. Dia memasukkan rambut itu ke sakunya.

"Sorry, Baby." Ray menarik kepala Aran ke dekapannya.

Ray harap dari sekian banyak rambut yang dicabutnya ada yang tercabut bersama akarnya. Ray tersenyum penuh kemenangan. Dia yakin rambut Aran di bagian itu pasti pitak. Ray meliukkan tubuhnya dengan riang.

Aran kembali bergerilnya. Tangannya menyusup masuk ke dalam baju Ray. Dia meraba perut Ray dan terus turun kebagian pinggangnya.

"Holy Shit! Fuck! Oh, My God!" Ray merinding geli. Ia menggeram dan rahangnya mengeras.

Aran mendengar teriakan Ray. Dia yakin si 'Danny' sangat menyukai sentuhannya. Dia membuka ikat pinggang Ray.

"Damn It. Damn it!" Ray histeris ketiik tangan Aran menjelajahi isi celananya dengan gerakan erotis.

Ray melihat ke wajah Aran. Dia melihat senyuman Aran terkembang sensual saat melihat Ray berteriak.

Ray memajukan wajahnya dengan cepat. Dia menancap giginya sekuat tenaga di kening Aran.

"Argh!" Aran pun berteriak sejadi-jadinya. Ray menggigit keningnya keras sekali.

"Sialan kau!" Aran mendorong tubuh Ray sekuat tenaga.

Tubuh Ray terdorong ke belakang beberapa langkah. Ia menumpahkan kekesalan dengan menggigit Aran hingga puas.

"Apa yang kau lakukan?! Dasar brengsek!" Aran mengumpat penuh amarah. Dia menyentuh keningnya yang berdarah.

Ray terdiam sesaat. Ia terkejut dengan reaksi Aran. Dia mendengar Aran marah-marah sambil menyentuh keningnya. Si Dolphin meludah ke lantai. Dia yakin Aran sudah terluka. Dia merasakan rasa dan aroma darah di dalam mulutnya.

"Oh My Lord. I'm so sorry, Babe!" Ray mendekat.

Ray memperhatikan kening Aran. Penglihatannya buram tapi samar-samar tahu di mana luka bekas gigitan yang dibuatnya.

"I'm sorry. Sentuhanmu sangat nikmat. Aku tidak bisa menahan diri." Ray merogoh kantongnya mencari kasa yang diberikan Jake tadi.

"I'm so sorry, Baby." Ray menyapu kening Aran yang berdarah hingga kering.

"Kau seperti ini? Selalu begini?" Aran terkejut. Dia yakin Ray memiliki kelainan seksual lainnya. Menyakiti pasangannya untuk mendapatkan sensasi kenikmatan.

"Maaf, aku sulit menahan diri," ucap Ray sambil memasukkan kasa itu ke dalam saku.

Aran terdiam. Beberapa saat kemudian dia tersenyum hambar, "Tidak papa," katanya sambil meringis menyentuh keningnya yang terluka.

"Baby, I feel so high. Aku ke toilet dulu. Aku mau membasuh wajah," ucap Ray nyaring.

"Oke!" jawab Aran.

Aran melihat punggung Ray menjauh. Dia segera pindah dari tempatnya. Dia tidak ingin terluka lebih banyak lagi.

"Misi selesai," ucap Ray. Dia berjalan mendekati meja bartender.

"Good job, Dolphin," ucap teman-temannya. Mereka mendekati si Dolphin.

Ray saat ini merasa kebahagiaannya berlipat-lipat. Dia merentangkan tangannya sambil meloncat-loncat. Hentakan musik semakin keras. Ray merasa terbang tinggi. Kesadarannya semakin menurun. Reaksi Amphetamin berada di puncaknya.

"Wow!" Ray histeria. Tim Dark Ocean saling pandang. Mereka menggelengkan kepala sambil berdecak cemas.

"Bagaimana, kita bawa dia ke rumah sakit?" tanya Oscar kepada teman-temannya.

"Aku harap dia tidak terlalu banyak dicekoki Aran," ucap Jake. Dia menggagahi saku Ray.

Ray terkejut, dia mendorong tubuh Jake dengan kasar. Dia takut kembali dilecehkan.

"Tenang, Dolphin! Ini aku." Jake mencengkeram lengan Ray, "aku mencari sampelnya."

Ray paham kata-kata Jake. Dia melepaskan jaket dan memberikannya kepada Jake, "Cari di sana."

Jake mengambil jaket itu dan memberikannya pada Arlo, "Ambil sampelnya," ucapnya kepada Arlo.

Arlo mengangguk paham. Dia segera menyelamatkan barang berharga mereka.

Oscar dan Jake menggamit lengan Ray. Mereka takut tubuh Ray tidak sanggup menerima asupan narkoba yang diberikan Aran karena terlalu banyak. Mereka membawanya keluar dari tempat itu.