webnovel

Ternyata Aya memang hamil

Aya dan Ara sedang duduk menunggu giliran untuk dipanggil masuk ke dalam ruangan poli dokter kandungan di Rumah Sakit Umum.

Sebenarnya bisa saja Ara meminta tolong kepada kenalannya untuk dimasukkan terlebih dahulu ke ruangan tanpa mengikuti antrian. Namun Aya menolaknya, karena ia tidak mau membuat orang lain merasa iri kepada mereka.

"Terkecuali darurat mas." Sahut Aya waktu itu saat Ara hendak menghubungi kenalannya di Rumah Sakit.

Sambil menunggu, Ara menggenggam tangan Aya. Aya tidak keberatan.

Tampak peluh keringat di sekitaran dahi Aya. Ara dengan segera mengelap keringat tersebut menggunakan tisu yang berada di dalam tas Aya yang ditaruh di samping Ara.

"Kamu nggak apa-apa Ay?" Tanya Ara sembari mengelap keringat Aya.

Aya hanya menggelengkan kepalanya dan bernafas berat.

"Aku mual mas." Katanya. "Aku mau ke toilet." Saat berkata, Aya berdiri hendak mencari toilet. Ara pun segera berdiri dan menemani Aya menuju toilet.

Sesampainya di depan toilet, Ara menarik lengan Aya. "Kamu bisa sendiri? Aku temani?" Katanya.

"Bisa mas. Aku bisa sendiri. Kamu tunggu disini aja." Sahut Aya sambil membuka pintu toilet.

Ara mengangguk. "Jangan dikunci Ay." Pinta Ara sebelum Aya menutup pintu.

Toilet terdekat dengan poli kandungan, berjumlah dua buah saja. Satu untuk pria dan satunya untuk wanita.

Ara menunggu di depan pintu toilet wanita. Didengarnya Aya seperti sedang muntah-muntah. Ara merasa tidak sabar menunggui Aya di luar pintu. Ingin rasanya ia masuk ke dalam untuk bisa menemani Aya, untuk bisa mengurut bagian belakang Aya.

Tak lama setelah Ara mengetuk pintu toilet, menanyakan keadaan Aya, Aya keluar dengan wajah yang sedikit pucat.

"Kamu kenapa Ay? Mukamu pucat." Seru Ara khawatir. Aya hanya menggelengkan kepala dengan lemah.

Ara langsung memapah Aya, menggandengnya serta menuntunnya menuju kursi di ruang tunggu pasien.

Aya terduduk lemas. Ia disodorkan air putih oleh Ara dan segera meminumnya.

Setelah minum, Aya menatap Ara dengan nanar. Air matanya menggenang di pelupuk mata. Ara mengernyit melihat tatapan Aya yang tidak biasa.

"Ada apa Ay?" Tanya Ara lembut sembari mengelus pipi kiri Aya.

Bola mata Aya bergerak ke kanan dan ke kiri menatap Ara. Sampai akhirnya dengan berat ia menjawab pertanyaan Ara.

"Aku hamil mas." Kata Aya, yang sukses membuat Ara terhenyak dan menahan nafas.

Tidak ada alasan lagi Aya tidak memberitahukan Ara. Sudah terlambat pula jika Aya ingin melakukan sesuatu terhadap kehamilannya.

Setelah mendengar pernyataan dari Aya, Ara tidak berkata apapun. Ia tidak tahu hendak berkata-kata. Ia terlalu kaget dengan percakapan ini. Jantungnya berdegup cepat tak berirama.

"Mas?" Panggil Aya, menyadarkan Ara dari kekagetannya.

"Darimana kamu tahu?" Selidik Ara.

Gantian Aya yang tidak bisa menjawab pertanyaan Ara. Ia terdiam karena bingung bagaimana menjelaskan kronologisnya.

"Ay?!" Tanya Ara tidak sabar. "Kamu tahu darimana kamu hamil?" Tanyanya lanjut. Wajah Ara tampak serius. Ia bukannya senang atau bahagia. Ara marah.

Aya sudah menduga hal ini. Kemungkinan Ara akan marah karena Aya tidak langsung memberitahukannya.

"Kamu sudah tes di rumah?!" Volume suara Ara bertambah satu oktaf. Aya menggangguk menjawab pertanyaan Ara.

Sontak wajah Ara berubah merah. Ia marah. Marah sekali.

Ara berusaha sekuat tenaga menahan amarahnya untuk tidak memukul Aya. Entah kenapa, kali ini ia sangat marah dengan Aya.

Mungkin karena Aya yang menutup-nutupi sesuatu yang penting untuk dirinya, bahkan untuk hidupnya. Sesuatu yang sudah lama diidamkannya. Sesuatu yang diharapkannya dari orang yang dicintainya selama ini.

Belum sempat Ara berkata-kata, perawat yang merupakan asisten dokter kandungan memanggil nama Aya untuk segera masuk ke dalam ruangan.

Aya menoleh saat namanya dipanggil. Sedangkan Ara masih tetap fokus menatap Aya dengan tajam. Sampai-sampai si perawat merasa heran melihat tatapan Ara kepada Aya.