webnovel

Aku Adalah Hujan

[Romance dengan sedikit magical realism. Dikemas unik, bertabur quote, manis dan agak prosais. Hati-hati baper, ya. Hehe] Kamu percaya tentang malaikat di bawah hujan? Malaikat itu menjelma perempuan bermata teduh, membawa payung dan suka menulis sesuatu di bukunya. Lalu, ini istimewanya. Ia membawa payung bukan untuk menjemput seseorang. Namun, akan memberikan payung itu sebagai tanda rahmat. Terutama untuk mereka yang tulus hati. Siapa yang mendapatkan naungan dari payung itu, ia akan mendapatkan keteduhan cinta sejati. Kamu percaya? Mari membaca. Selamat hujan-hujanan. Eh, kamu masih penasaran siapa dia? "Aku adalah Hujan. Yang percaya dibalik hujan memiliki beribu keajaiban. Aku akan lebih menagih diri berbuat baik untuk orang lain. Pun, mendamaikan setiap pasangan yang bertengkar di bumi ini. Demikian keindahan cinta bekerja, bukan?" Gumam Ayya, perempuan berbaju navy yang membawa payung hitam itu. Ayya tak lagi mempercayai keajaiban cinta. Tepat ketika dikecewakan berkali-kali oleh Aksa. Ia memutuskan lebih berbuat baik pada orang lain. Impiannya adalah bisa seperti malaikat di bawah hujan. Yang sibuk memberi keteduhan, meskipun mendapat celaan. Sejak itu, ia menjuluki dirinya sebagai "Hujan" Sebuah bacaan tentang perjalanan cinta, pergulakan batin, pencarian jati diri, dan apa-apa yang disebut muara cinta sejati. Tidak hanya romansa sepasang kekasih. Baca aja dulu, komentar belakangan. Selamat membaca.

Ana_Oshibana · Teenager
Zu wenig Bewertungen
194 Chs

Part 24 - Balikan?

Ayya mengangkat wajahnya yang menunduk. Lalu berjalan mengejar langkah Aksa. Kini, mereka berjalan beriringan.

"Nah... gini kan lebih tenang."

"Hum?" Ayya menengok wajah Aksa. Seolah mencari sesuatu yang membuatnya terasa nyaman di dekatnya.

"Kenapa?" Ledek Aksa mengagetkan Ayya.

"Gapapa. Wee." Kini, Ayya yang menjulurkan lidahnya. Balik meledeknya.

"Yuk cepetan. Nia ntar nungguin lo. Oh ya, temennya yang namanya Oki tadi, gimana? Nungguin juga kah?"

"Kenapa? Naksir?"

"Apaan si. Maksudnya barangkali nungguin kamu, Sa. Aku kan kawatir aja."

"Ndakpapa, ko. Tenang."

"Kamu haus ndak?"

"Dikit."

"Jus alpukat, mau?"

"Boleh."

"Bentar, ya."

Ayya berjalan menuju ruang tunggu. "Aku nunggu di sana, ya. Nanti biar masuknya bareng."

"Siap, nona!"

"Apaan nona."

"Nona dongeng."

Terik mentari justru bersinar makin terang menjelang sore itu. Agak aneh cuacanya. Rumah sakit itu tak begitu jauh letaknya dari tempat semula Ayya dan Aksa duduk bersama.

Gesperrtes Kapitel

Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com