17 Leon si Licik

Semua orang yang ada di dalam mobil hanya bisa diam sambil menatap ke arah depan. Beberapa pria berbadan kekar keluar dari sebuah mobil Jeep berwarna hitam. Wajahnya yang sangat dan tubuh yang kekar seolah memberi ancaman kepada semua orang yang ada di dalam mobil.

Leon menghela napas dengan kasar. Pria itu sudah tahu siapa yang baru saja menghalangi jalannya pagi itu. Ia mengambil ponselnya dari dalam saku sambil memandang wajah Nona.

"Ini pasti ulah kekasihmu," sindir Leon sebelum memandang ke arah lain.

Tanpa di perintah, supirbyang duduk di bangku kemudi segera turun. Pria itu memegang tongkat baseball yang selalu ada di dalam mobil. Ia berjalan dengan sangat tenang untuk menghadapi musuh yang sudah menghalangi laju mobilnya. Tidak peduli lawan yang akan ia hadapi berjumlah empat orang.

"Apa maksudmu?" tanya Nona dengan wajah bingung. Setelah memandang supir yang berjalan ke depan mobil, Nona mengalihkan pandangannya ke arah Leon. Alisnya saling bertaut. Nona masih belum paham dengan apa yang dikatakan Leon baru saja. "Kekasih?" celetuknya lagi dengan wajah yang polos. Bahkan kedua matanya tidak berkedip saat memandang Leon.

Leon melirik wajah Nona sekilas sebelum memandang ke arah depan. "Franz. Kau pikir siapa lagi? Dia tidak akan tinggal diam. Dia akan terus mengirimkan anak buahnya untuk menangkapmu," jawab Leon masih dengan ponsel yang melekat di telinga.

"Franz … kenapa dia sangat ingin menculikku? Aku tidak melakukan kesalahan apapun padanya. Bahkan hubungan kami hanya pura-pura saja. Apa dia sejahat itu? Dia ingin aku ada di sampingnya agar bisa menjadi Bonek untuknya?" gumam Nona di dalam hati.

Dua pria berjalan mendekati mobil. Sedangkan dua yang lainnya telah serius bertarung dengan supir milik Leon. Dua pria berbadan kekar itu berjalan mendekati pintu mobil yang terdapat Nona di dalamnya.

"Shift!" umpat Leon kesal saat nomor yang ia hubungi tidak juga tersambung. Pria itu melipat lengan kemejanya dan membuka pintu mobil.

"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Nona dengan wajah khawatir. Bahkan secara spontan Nona memegang lengan Leon. Ada rasa khawatir dan takut di raut wajahnya. Nona tidak ingin Leon terluka lagi. Apa lagi terluka karena perbuatan pria yang sama. "Kita bisa menghubungi polisi," ucap Nona lagi. Ia mengambil ponselnya dari dalam tas dan siap menghubungi nomor polisi untuk menyelamatkan nyawanya saat itu.

"Tidak semudah itu," ucap Leon sambil menurunkan ponsel Nona. Pria itu mengukir senyuman tipis. " Apa kau mengkhawatirkanku, Baby?" Wajah Leon terlihat berseri. Ucapan Nona pagi itu seperti sebuah perhatian yang sangat ia rindukan. Sejak dulu Nona tidak mau ia celaka. 

Nona tertegun beberapa saat. Ia tidak tahu perasaan apa yang kini memenuhi hatinya. Kedua matanya turun ke tangan yang kini sedang menggenggam lengan Leon. Dengan gerakan cepat, Nona melepas genggaman pria itu. Ia membuang tatapannya ke arah lain. 

Leon menyunggingkan senyuman sebelum turun dari mobil. Pria itu terlihat tidak sabar untuk menghajar pria yang sudah menghalangi jalannya.

Nona diam membisu di dalam mobil. Kedua tangannya kini ada di depan dada. Ia melihat ke arah Leon yang sedang bertarung untuk melindungi dirinya. "Apa yang kini aku rasakan? Apa mungkin rasa itu datang lagi? Atau ini hanya sebuah simpati karena ia pria baik? Aku tidak mungkin kembali padanya. Bagaimanapun juga, hubungan kami itu sangat mustahil."

Leon menghajar satu persatu pria yang berdiri di hadapannya. Walau hanya menggunakan tangan kosong, namun Leon sudah berhasil membuat lawannya babak belur. Bahkan dua pria berbadan kekar itu harus jatuh terduduk di permukaan jalan.

Leon merapikan penampilannya sambil melihat dua pria ayang sudah tidak berdaya itu. Ia berjalan mendekat dan menjambak rambut pria itu. "Kerja yang bagus. Pergi dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Aku akan mengirim uangnya segera," bisik Leon dengan senyuman licik.

Pria itu hanya mengangguk pelan sebelum beranjak dari sana. Ia berdiri dan berlari kencang ke arah mobil. Wajahnya terlihat ketakutan karena kalah saat melawan Leon.

Leon melipat kedua tangannya di depan dada. Wajahnya terlihat sangat bahagia. "Jangan pernah main-main denganku, Franz. Kau tidak akan pernah menang melawanku. Daerah ini adalah wilayah kekuasaanku. Apapun bisa aku lakukan. Apa lagi untuk menyingkirkanmu. Itu hal yang sangat mudah bagiku," gumam Leon di dalam hati.

Leon sengaja membayar orang untuk memfitnah Franz. Ia ingin membuat nama Franz jelek di dalam pikiran Nona. Hanya dengan membuat Nona membenci Franz, maka hubungan antara Leon dengan Nona akan memiliki harapan besar. 

***

Franz membuka mata saat cahaya matahari menembus ke dalam kamarnya. Pria itu duduk di atas tempat tidur sambil memandang wajah Waren yang telah sibuk membuka gorden jendela. Franz mengambil segelas air putih yang ada di atas nakas. Tanpa pikir panjang, Farnz meneguk minuman itu.

"Tuan, kita harus meeting di salah satu pengusaha yang berasal dari kota Medan. Setelah itu, kita akan-"

"Batalkan semuanya," ujar Franz cepat.

Waren mematung saat mendengar perintah Franz. Ia tidak bisa menyetujui permintaan Franz begitu saja. Bagaimanapun juga, mereka tiba di Indonesia karena perintah dari Ayah kandung Franz Rainer. Jika sampai pekerjaan ini gagal, maka semua akan hancur berantakan. Bukan hanya masa depan Franz saja, bisa jadi Waren tidak lagi bisa bekerja sama dengan keluarga besar Rainer.

"Maaf, Tuan. Saya diperintahkan tuan besar untuk menjaga Anda dan mengingatkan Anda. Untuk perintah Anda kali ini saya tidak bisa melakukannya," tegas Waren sambil menatap wajah Franz. Terlihat jelas kalau pria itu benar-benar menentang Franz pagi ini.

Franz membalas tatapan Waren. Ia menyunggingkan senyuman kesamping. "Aku akan menuruti perintahmu jika kau berhasil membawa Nona di hadapanku lagi. Aku akan mengurus semua bisnis kita," ucap Franz mantap. 

Waren diam sejenak. Ia benar-benar berpikir keras untuk hal yang satu ini. "Tapi, Tuan …."

"Kau mau bilang tidak sanggup? Apa kau lupa kalau tadi malam kau telah menyetujuinya?" ucap Franz tanpa peduli dengan wajah bingung Waren pagi itu.

"Tuan, kita tidak bisa bebas di negara ini. Pria itu telah menguasai beberapa daerah. Apapun yang akan kita lakukan akan diketahuinya dan sudah pasti akan dihalanginya. Apa lagi jika hal ini menyangkut soal … mantan istrinya," ucap Waren takut-takut.

"Kau ingin mengingatkanku untuk jangan menyentuh mantan istri pria lain?" ujar Franz dengan ekspresi wajah yang berubah. Sorot matanya berubah tajam dan siap melahap siapa saja yang ada di hadapannya. 

Waren menekuk kepalanya dengan wajah bersalah. "Saya akan memikirkan caranya, Tuan."

Franz mengukir senyuman. "Bagus!"

avataravatar
Next chapter