webnovel

unSpoken

Hanny_One · Teen
Not enough ratings
42 Chs

BAB 35: salah paham yang masih berlanjut

Alvin masih nampak gusar,sepertinya dia masih terbayang kejadian lalu. hampir satu Minggu ini dia terus melamun dan tidak konsen dengan pekerjaan nya. dia juga menjadi pendiam dan tidak bersemangat. hal ini tentu saja cukup berpengaruh kepada suasana rumah sakit. beberapa orang pasien dan juga para perawat wanita banyak yang membicarakan nya. wajar lah karena Alvin salah satu aset disana, dokter muda dan ganteng itu begitu mempesona.

sepertinya bukan hanya ditempat kerja dia bersikap sedemikian bahkan dirumah pun juga. dia tidak mampu menyembunyikan perasaan nya. padahal selama ini dia cukup pandai. kedua orang tua nya juga ikut khawatir. bahkan si Reyhan yang biasa nya acuh pada Alvin juga merasa iba pada Abang nya itu. walaupun dia tidak tahu persis permasalahan nya,dia nampak paham dan mampu menerka bahwa ini masalah yang bersangkutan dengan seorang wanita.

Alvin berada didalam kamarnya,dia duduk dipinggir kasur, memandang keluar jendela. sepertinya lagi-lagi pikiran nya melayang entah kemana. sampai-sampai dia tidak menyadari bahwa Reyhan masuk ke kamarnya. dia tidak menoleh atau pun merespon Reyhan yang memanggil namanya.

"hei" Reyhan menepuk pundak Alvin

Alvin nampak terkejut, menoleh kearah Reyhan yang duduk disebelah nya.

"kamu! kalo masuk ketuk pintu dulu." Alvin meingatkan. lalu kembali memandang langit pagi nan cerah diluar jendelanya.

"sudah. telinga Abang tu yang bermasalah. dipanggil-panggil tapi nga dengar." Reyhan protes

Alvin nampak tersadar,tapi tetap mempertahankan ketenangan nya.

"lagi apa? betah banget tiap pagi melamun memandang langit."

Alvin diam,tidak menjawab.

"lagi banyak pikiran ya? aku perhatikan beberapa hari belakangan Abang jadi lemot dan banyak diam. kalo ada masalah kan bisa curhat keaku. jangan dipendam sendiri gitu. ngeri tahu,lihat Abang kaya gini" Reyhan mengeluarkan isi hati nya.

suasana rumah yang biasanya hangat menjadi sedikit dingin akhir-akhir ini. karena salah satu sumbu api nya padam. Reyhan yang selalu punya teman diajak berkelahi dan beradu argumentasi setiap hari kini didiamkan walaupun sudah membuat onar dan memakai barang-barang Alvin. suasana yang tidak biasa ini sangat menggangu Reyhan. dia memutuskan akan bertanya langsung hari ini.

"maaf. aku hanya sedang ada sedikit beban pekerjaan" Alvin berbohong pada Reyhan.

"jangan bohong gitu. aku kenal Abang. pasti ini masalah cewe kan?" Reyhan merangkul leher Alvin.

"ayo ngaku. Abang pasti lagi suka sama cewe ya? pasti lagi galau mau nembak apa engga? ya kan? ya kan?"

"apaan sih. lepas!" Alvin menepis tangan Reyhan.

"siapa sih cewe yang Abang taksir?" Reyhan melingkarkan tangan nya kembali

Alvin diam,dia berdiri menjauhi Reyhan.

"kasih tau lah,kenalin keadik mu ini. aku kan mau tahu siapa calon kakak ipar ku nanti" Reyhan membuntuti nya.

"curhat lah keaku,aku gini-gini ahli cinta Lo,kali aja perlu inspirasi untuk nyatakan cinta ala-ala Drakor"

"ini bukan hal yang seperti itu" Alvin nampak terganggu dengan sikap reyhan.

"lalu ini masalah yang kaya apa?"

"masalah ini ... ya seperti itu lah" Alvin binggung gimana membicarakan hal ini dengan Reyhan.

"seperti itu gimana?" Reyhan makin menyudutkan nya.

"kalo Abang nga jelaskan gimana aku tahu"

"jangan disimpan sendiri kalo ada masalah" Reyhan lagi-lagi merangkul alvin.

"aku kan adik mu,kita keluarga. cerita lah" Reyhan benar-benar penasaran.

"ini bukan tentang ku" Alvin menipis rangkulan Reyhan. tapi kali ini tidak mudah. karena Reyhan menguatkan rangkulan nya. mereka terputar dan terduduk karena beradu kuat.

"lalu tentang siapa?"

Alvin diam,berusaha mempertimbangkan menceritakan atau tidak.

"siapa?" Reyhan mendekatkan wajahnya.

"siapa?"

"Liana" Alvin menyerah untuk melepaskan rangkulan Reyhan.

"maksud Abang?" Reyhan nampak terkejut, rangkulan nya melonggar.

"Liana" Alvin kembali menjawab singkat.

"kenapa dengan Liana?" reyhan melepaskan rangkulan nya,menegakkan tubuh nya,menagih penjelasan dari Alvin.

"huh," Alvin nampak ragu. "Liana ..." Alvin menceritakan kejadian lalu. dia menjelaskan nya dengan seadanya. berusaha tidak menambahkan isi pikirannya.

. . .

"kamu yakin tentang ini?" Marcello menatap Liana dengan tajam.

"iya, aku yakin" Liana menjawab mantap.

"kapan kamu akan memulainya?"

"hari ini. siang ini aku akan memulainya. aku sudah membuat janji. aku juga sudah mengajukan ijin untuk siang ini." Liana nampak serius dengan keputusan nya.

"perlu ditemani?" Marcello mengajukan diri.

"tidak usah. aku bisa sendiri. Kaka pasti sibuk." Liana tersenyum manis.

"baiklah. semoga lancar ya!" Marcello mengelus puncak kepala Liana dengan lembut.

"Mmm..." liana meangguk.

senyum keduanya sungguh merekah. saling bertukar tatapan sayang dan melempar gerak-gerik pasangan yang sedang jatuh cinta. Reza yang juga berada didalam lift bersama mereka nampak jealous. dia tersenyum kecut. beberapa kali berdehem,berusaha menunjukkan diri. tapi sungguh keduanya tidak sekalipun menoleh kebelakang. pak Handoko terkekeh menertawakan Reza yang berusaha keras mengganggu keduanya.

Liana memutuskan untuk mencoba terapi. dia inggin bisa berbicara dengan normal. walaupun orang-orang disekitarnya nanti akan merasa aneh dengan perubahannya. Liana sudah mempersiapkan diri dengan perubahan yang akan terjadi nanti nya. dia sungguh ingin memulai hal baru,dia tidak ingin terjebak selamanya dengan ketakutan nya ini.

"siapa dokternya?" Marcello bertanya sesaat sebelum lift terbuka.

"ka Alvin" Liana menjawab dengan ringan dan riang.

"apa?" ekspresi Marcello berubah seketika. tapi lift sudah terbuka,ada beberapa orang diluar.

Liana keluar,melangkah meninggalkan Marcello. dia sempat menoleh dan melempar senyum perpisahan.

'kenapa wajah nya kaya gitu' batin Liana. sepertinya dia tidak mengerti arti kecemburuan.

"hey,jalan." Reza menepuk pundak Marcello yang mematung didepan lift.

"eh..." Marcello tersadar,memandang para karyawan diluar yang menunggu ingin masuk.

"Ehem" Marcello mendehem ringan,berusaha mengatur mimik wajahnya. lalu melangkah keluar dengan berwibawa.

. . .

keheningan sempat menyeruak beberapa saat, setelah Alvin selesai dengan ceritanya didalam kamar itu. Reyhan tertunduk dengan wajah nya yang lesu. dia tidak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya. hatinya terasa sakit,dia menutup wajahnya sejenak. berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya. 'ini tidak mungkin. tapi Abang juga tidak mungkin mengarang semua ini. dia bukan tipe orang yang akan bercanda dengan hal semacam ini." batin Reyhan.

"Liana bukan wanita seperti itu" Reyhan menyangah cerita Alvin.

"aku tahu,mungkin aku hanya salah paham." Alvin menunduk.

"Abang sudah tanya Liana?" Reyhan bertanya serius

Alvin menggeleng

"kenapa?" Reyhan merasa aneh dengan Abang nya yang membiarkan masalah ini berlarut-larut.

"aku tidak berani mendengar jawaban nya,aku juga tidak berani bertemu dengan nya" Alvin menutup wajahnya dengan kedua tangan nya.

"kalo gitu biar aku yang bertanya padanya" Reyhan berdiri.

"Han,jangan. biar aku."Alvin menahan tangan reyhan. dia tahu jika Reyhan yang bertanya semuanya akan kacau. karena dia tidak pernah bisa mengendalikan emosinya. masalah kecil ini akan menjadi besar dan mungkin akan menghasilkan perselisihan.

"baiklah. tapi jika sampai sore ini Abang belum bisa mendapatkan penjelasan. aku yang akan turun tanga"