Teesha membuka buku sejarahnya dan kembali membaca semua materi yang akan muncul di ulangan harian nanti, sesuai dengan kisi-kisi yang sebelumnya sudah di informasikan oleh guru yang bersangkutan. Secangkir cokelat panas yang entah dikirimkan oleh siapa itu menemani Teesha menghapal mengenai 'Prinsip-prinsip Penelitian Sejarah'.
"Astaga, kenapa sih kapasitas penyimpanan otak aku cuma sedikit?" Adrea menjambak rambutnya frustasi, "Deretan kalimat di buku ini sama sekali gak ada yang nyangkut di otak aku!"
Deretan kalimat mengenai jenis-jenis sejarah berhasil membuat Adrea pusing tujuh keliling. Entah kenapa kalimat-kalimat tersebut sangat sulit ia pahami meskipun sudah membacanya berkali-kali.
Sepertinya kapasitas otakmu memang perlu di upgrade, Drea.
Teesha melirik Adrea sekilas, "Kamu harus ada niat dulu buat belajar." Mengingat Adrea yang biasanya malas menghadapi pelajaran apapun, kecuali olahraga.
"Nah itu dia masalahnya." Adrea membolak-balik halaman buku sejarahnya, "Aku sama sekali ga ada niat buat belajar."
Teesha dan Divinia hanya bisa menghela nafas dan kembali fokus pada bacaan mereka, tidak menghiraukan gerutuan Adrea yang meluncur terus-menerus tanpa henti. Sesekali Teesha menyesap coklat panasnya dan juga memakan cemilan yang ia dapatkan secara gratis itu. Tenang saja, Teesha suka berbagi. Tentu saja Adrea dan Divinia juga dipersilahkan mengambil cemilan yang mereka mau.
BRAK!
Seorang pria beriris onyx menutup— ah bukan, mungkin lebih tepatnya membanting pintu mobilnya dan pergi meninggalkan tempat parkir dengan langkah terburu-buru. Jalanan kota yang cukup padat membuat mood paginya menurun drastis.
Tadinya William berniat pergi ke kantin untuk membeli sarapan pagi. Tetapi entah kenapa kakinya malah membawanya ke kelas 1-4 yang berada di lantai dua. Mungkin William hanya ingin memastikan apa gadis berisik itu sudah sampai di sekolah atau belum.
Dan akhirnya William menyesal ketika sampai di kelas Teesha. Bukan hanya si rambut karamel yang ia lihat. Tapi si pria berambut ash brown juga ada disana, sedang berbincang entah membicarakan apa. Yang jelas William tidak suka Teesha tersenyum karena pria itu.
Oh tidak. Kendalikan mood mu, William! Kau tidak lihat mood mu semakin turun ke batas kritis?! Tenang saja, kau hanya terlambat beberapa menit dari pria ash brown itu. Sekarang, angkat kaki mu dan jemput dia!
"Myria."
Suara dingin yang sudah tidak asing di telinga Teesha membuat dirinya dan Rey menoleh bersamaan ke arah seorang pria tampan dengan sorot mata tajam yang kini berdiri tegak di belakang Rey. Bahkan Divinia dan Adrea yang memang sudah sedari tadi tidak fokus sejak kedatangan Rey ke kelas mereka makin menajamkan pendengarannya ketika William datang menghampiri.
"William?" Teesha menutup buku sejarahnya.
"Yo, Wil." Sapa Rey sambil bergeser dari tempatnya berdiri. Kini pria itu tak lagi membelakangi William.
Sang pangeran es masih terdiam, ia bahkan tidak membalas sapaan dari Rey. Ia hanya melirik Rey sekilas dan kemudian perhatiannya tertuju pada cemilan yang berserakan di atas meja Teesha. Wajahnya masih datar. Dataaarr sekali.
Teesha yang sadar kemana arah pandang William langsung buru-buru memasukan semua cemilannya ke dalam laci meja, takut-takut William salah sangka. Teesha sedang berusaha menghindari agar tidak ada kesalahpahaman lagi diantara mereka.
Well, Teesha. Sebetulnya kau tidak perlu berbuat seperti itu karena William kan belum tentu tahu kau dapat paket rahasia atau tidak. Dan lagipula, jika William salah sangka pun apa masalahnya? Kalian tidak sedang ada dalam hubungan apapun, kau ingat?
Dan kini Teesha merutuki kebodohannya.
"Kenapa, Wil? Tumben kamu datang ke kelas aku."
Sebenarnya ini bukan kali pertama William datang ke kelas Teesha. Hanya saja gadis itu heran melihat William yang tiba-tiba datang menghampirinya tanpa mengabari via telpon. Atau biasanya pria itu akan menghubungi Teesha untuk segera menemuinya tanpa mau repot-repot datang ke kelasnya.
"Kamu sibuk?" Tanya William.
Teesha menggeleng pelan, "Nggak terlalu. Kenapa?"
William melihat jam tangannya dan masih tersisa tiga puluh menit sebelum bel masuk berbunyi, "Ada hal penting yang harus kita lakukan."
Teesha mengerutkan dahi, "Hal penting apa, Wil?"
William menghela nafas, "Bisa gak kamu gak usah banyak tanya dulu dan ikut aku sekarang?" Ia melirik Rey sekilas, "Ini hal penting yang gak boleh diketahui sama orang lain."
Kerutan di dahi Teesha semakin dalam. Melihat raut wajah William yang terlihat kesal sepertinya memang ada hal penting yang harus mereka lakukan. Teesha sangat tahu jika William tidak suka membuang-buang waktunya.
Sedangkan di sisi lain, Adrea dan Divinia sedikit tegang. Pikiran mereka berlarian kemana-mana ketika mendengar William berkata 'hal penting yang tidak boleh diketahui oleh orang lain.' Mereka berdua mengira-ngira, apakah William akan menyatakan cintanya pada Teesha sekarang?
"Oke." Teesha menutup buku pelajarannya. Ia berdiri dari bangkunya dan menoleh ke arah Rey yang sedari tadi terdiam mendengar percakapannya dan William.
"Rey, ngobrolnya kita lanjutin nanti ya. Ada hal penting katanya." Kata Teesha menunjuk William dengan dagunya.
Rey mengangguk, "Iya, gak masalah." Pria itu tersenyum manis.
Rey sudah mengangkat sebelah tangannya untuk menepuk puncak kepala Teesha seperti apa yang biasa ia lakukan. Tetapi sebelum ia berhasil mendaratkan tangannya di kepala Teesha, William sudah lebih dulu menggenggam tangan Teesha dan menarik gadis itu pergi dari kelasnya, membiarkan tangan Rey menggantung di udara.
Rey terdiam beberapa detik dan kemudian menyeringai sambil menurunkan tangannya perlahan.
Jadi, apa ini sudah kembali dimulai?
.
.
Suasana kantin pagi ini sedikit lebih ramai daripada biasanya. Mungkin karena cuaca yang mendung disertai angin yang sedikit kencang membuat para murid berbondong-bondong menyerbu kantin untuk membeli sesuatu yang bisa menghangatkan tubuh mereka. Lihat, para murid SMA Adyatama terlihat asyik mengobrol ditemani secangkir teh panas atau cokelat panas yang mereka beli. Wajah mereka juga terlihat ceria seperti biasanya, kecuali satu orang.
Teesha.
Gadis yang menempati salah satu kursi di tengah kantin bersama seorang pria pujaan para siswi di sekolah itu lebih banyak menunduk. Kakinya bergerak gelisah menunggu si raja iblis yang sedang asyik memakan sandwich yang baru saja ia beli.
"Kamu gak makan?" Tanya William santai.
"Ya?" Teesha tidak fokus.
William menghela nafas, "Aku beliin kamu roti buat dimakan, Myria. Bukan buat kamu perhatiin gitu."
Teesha berdecak, "Gimana aku bisa makan, Wil?! Situasi dan kondisi disini ga memungkinkan aku buat makan." Teesha memelankan suaranya.
"Kenapa? Aku lihat ga ada yang salah disini." Pria itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Yang bisa ia lihat, banyak dari para siswi langsung memalingkan wajahnya ketika William memberikan tatapan tajamnya ke arah mereka.
William menyeringai tipis ketika tahu jika ia dan Teesha sedang menjadi pusat perhatian disini.
"Gak ada yang salah gimana?! Kamu gak lihat daritadi mereka memperhatikan kita berdua, Wil?! Aku gak nyaman dilihat kayak gitu."
Teesha tidak mengada-ngada. Ia memang merasa sangat terganggu dengan tatapan para murid khususnya para penggemar William semenjak mereka berdua keluar dari kelas. Entah apa yang merasuki William, pria itu tidak melepaskan genggaman tangannya sampai mereka mendapat tempat di kantin.
Dan Teesha benar-benar kesal kepada William gara-gara dari banyaknya meja yang kosong saat ini, kenapa William harus memilih meja di tengah-tengah kantin?! Ini membuat mereka semakin menjadi pusat perhatian.
"Mereka punya mata, Myria. Wajar kalau mereka liatin kamu." Ujar William masih santai. Mood pria itu naik satu tingkat, meninggalkan batas kritis yang sempat akan ia lewati sebelumnya.
Teesha kembali berdecak, "Oke. Jadi apa hal penting yang harus kita lakukan Wil?" Teesha ingin segera menyelesaikan urusannya dengan William dan kembali ke kelasnya, meninggalkan para siswi yang masih menatapnya seolah ingin menerkam dan mencabiknya hidup-hidup.
Baiklah, Teesha benar-benar merinding sekarang.
William menyeruput jus tomat tanpa gula kesukaannya, "Kita lagi melakukannya, Myria."
"Huh?" Teesha memandang William tidak mengerti, "Bukannya kamu ngajak aku buat melakukan hal yang penting?"
William menghela nafas, "Sekarang kita lagi apa?"
Teesha mengerutkan dahi, "Kita lagi sarapan."
"Iya." William mengambil potongan sandwich milik Teesha dan membawa roti isi itu lebih dekat dengan mulut Teesha, "Sarapan adalah satu hal yang penting, Myria. Dan kita lagi melakukannya. Sekarang, buka mulut kamu."
Teesha masih terpaku di tempatnya, mencerna semua perkataan William. Setelah membawanya pergi ketika ia sedang menghapal untuk ulangan harian, membuatnya diperhatikan oleh siswi satu sekolah, dan Teesha menurutinya hanya karena William bilang ada hal penting yang harus mereka lakukan. Teesha kira hal penting itu menyangkut bakti sosial yang akan diadakan akhir pekan ini, tapi ternyata hal penting itu adalah sesuatu yang bahkan tidak terlalu penting! Astaga, sepertinya memang ada yang sedang merasuki William. Lihat, bahkan kini William ingin menyuapi Teesha?!
Demi apapun yang ada di dunia ini, ingin sekali Teesha menendang William sampai ke langit ke tujuh dan membuatnya tidak kembali lagi ke bumi!
Ah, yang benar?
.
.
To be continued