13 Bagian 2 Suara Misterius

"A a Apa?" Aku menganga ketakutan sehingga mulutku terbuka, aku ketakutan karena tubuhku belum mampu melawan monster golem itu.

Meskipun telah menjalani dua kehidupan, apa yang dilihat mata saya, otak milikku menolak untuk percaya. Seekor monster, karena tidak ada kata yang lebih baik, yang dengan mudah menjulang setinggi lebih dari sepuluh meter, duduk bersila, di atas takhta batu bergerigi yang diukir kasar dengan lengan malas menopang kepalanya. Dengan mata merah membatu yang menatap ke arahku, sambil mengancam, membawa kualitas yang anehnya tenang. Dua tanduk besar menonjol keluar dari sisi kepalanya, melengkung ke bawah dan mengelilingi tengkoraknya, melengkung ke atas ke titik di dekat bagian depan, mengingatkan saya pada sesuatu yang hampir mirip dengan mahkota. Ia memiliki mulut dengan dua taring yang mengintip dari bibirnya dan sementara tubuhnya dihiasi dengan baju besi hitam ramping yang tidak memiliki dekorasi maupun hiasan, ia masih bersinar dengan kualitas harta yang tak ternilai harganya.

Mengulangi fakta bahwa aku pernah menjadi raja, tetap saja, tubuhku di dunia ini masih belum cukup mampu melawannya, makhluk yang berdiri di depanku ini sekarang membuatku malu bahkan memiliki keberanian untuk menyebut diriku seorang raja. Tidak, orang yang duduk di singgasana raksasa itu adalah makhluk yang bahkan akan membuat bidak yang paling tidak setia sujud dalam ketundukan.

Namun ini dia, dalam semua kemuliaannya… dengan kepala bertumpu pada lengannya, sementara tangan lainnya dengan santai menggaruk hidungnya.

Apa yang gagal saya perhatikan sampai sekarang, karena pencahayaan redup di dalam gua dan tubuhnya benar-benar hitam, makhluk ini memiliki lubang menganga di sisi dadanya, darah terus mengalir keluar.

"Akhirnya kita bertemu nak." Ulangnya dengan senyum setengah malas yang memperlihatkan deretan gigi runcing.

Aku mencoba bangun, tetapi gagal di tengah jalan dan berakhir kembali di pantatku, wajahku masih kendur karena shock yang dilihat mataku.

"Serangga akan masuk kedalam mulutmu jika kau tetap membiarkannya tetap terbuka Dira."

Bagus. Setidaknya itu punya selera humor.

"Mengenai siapa aku ini, aku tidak akan mengatakan apa-apa selain apa yang kau lihat dari melihat," kata monster humanoid bertanduk itu dengan matanya yang seakan menatap lurus ke arahku.

Aku langsung menutup mulutku, terdiam dan merasakan hawa keberadaanya yang sangat kuat dan jauh lebih kuat dari beast beruang yang aku lawan bersama ayahku.

"Aku punya rencana Speasial untuk menjagamu sampai waktunya tiba, kamu mempunyai takdir yang tidak akan kamu inginkan, aku juga mengetahui kamu hanya menginginkan hidup normal bersama orang tuamu, sepertinya itu sulit jika kamu sekedar melindungi mereka. Namun sebelumnya makan buah itu terlebih dahulu petik saja."

"Terima kasih Nona." Sembari aku memegang buah yang tidak pernah aku lihat di bumi, buah itu.

"Yang itu rasanya lebih baik." Balas Leviathan golem humanoid tersebut yang mengejutkan diriku.

"Splash!" Aku memecahkan buah yang akan ku petik, karena di kejutkan oleh nona golem ini.

"Ba Baik lah." Kami pun memakan buah bersama yang terdapat di goa tersebut, rasanya memang enak lembut di lidah dan manis.

"Uhmmm. Nona memberitahuku bahwa kamu adalah seorang wanita, tapi maafkan aku karena bersikap kasar, tapi kamu tidak benar-benar terlihat seperti seorang wanita. Bagaimana aku harus memanggilmu dengan tepat?" Kataku, melakukan kontak mata dengan makhluk itu." Aku memulai percakapan selagi kami makan bersama.

"Kamu benar! Aku tidak benar-benar terlihat seperti seorang wanitakan? Ha ha ha, Aku bertanya-tanya mengapa aku mengatakan itu. Namaku Rindia." Jawab dengan mengeluarkan tawa kecil.

Dia seperti Monster Humanoid batu atau golem yang menjadi raja iblis raksasa yang menyeramkan bagi diriku, tetapi aku memilih untuk menyimpannya untuk diriku sendiri

            "Rindia bolehkah aku, apakah kamu keberatan jika aku ini mengajukan beberapa pertanyaan." Balasku pada rindia.

"Silahkan tanyakan yang kamu ingin tanyakan, tapi tidak mungkin, untuk diriku menjawab semua petanyaan darimu." Ucap Rindia.

"Dimana ini? Kenapa kamu sendirian? Dari mana kamu berasal? Dari mana kau mendapatkan luka itu? Dari mana kamu mengetahui diriku yang sebenarnya?"

 "Kamu pasti punya banyak pikiran. Pertanyaan pertama mudah dijawab. Tempat ini adalah zona sempit yang berada di antara Glades Mountain dan Hutan Aishire yang kamu tinggali. Tidak ada yang tahu tempat ini karena aku telah melindunginya dengan Barier yang tidak terlihat namun tidak bertahan lama. Jadi siapa saja yang mendekat akan tersesat, meski kasusnya jarang karena tidak ada yang berani kesini. Kamu anak kecil, yang pertama masuk ke domain ini," dia menjelaskannya dengan mudah.

"Kau bisa memanggilku Dira seperti kamu memanggilku tadi. Uhh maaf jika aku kurang sopan, keluargaku selalu memanggilku Dira, Nona."

"Kukuku… Baiklah nak, aku akan memanggilmu Art!" Mata birunya berkaca-kaca, pada saat menjawab pertanyaanku selanjutnya

"…" Terdiam sejenak kemudian dia melanjutkan menjawab beberapa pertanyaan dari diriku ini

"Untuk pertanyaan kedua, aku disini sendirian karena memang tidak mempunyai siapa pun, aku mempunyai banyak musuh yang ingin merebut sesuatu milikku, luka ini kudapatkan saat pertempuran terakhir dan pada saat aku ingin kabur."

"Apa? Seperti apa mereka sehingga membuatmu terluka seperti itu." Aku bertanya lagi karena penasaranku tentang yang akan ku hadapi

"Dengarkan aku terlebih dahulu Dira." Membuat diriku mengangguk dan terdiam karena memang aku menyadari tidak sopan memotong jawaban seseorang saat lagi berbicara.

"Dan alasan kenapa aku memanggilmu, mungkin aku tersentuh oleh keberanianmu menghadapi Leviathan beast beruang merah bertanduk mahkota, atau mungkin karena aku hanya kesepian, untuk pertanyaan terakhirmu, kamu mempunyai kekuatan yang besar namun tubuhmu tidak mampu menampungnya, karena itu aku mengetahui kamu bukan dari dunia ini. Dan aku mulai tertarik denganmu sejak kau menghadapi beruang itu, aku mengawasi dirimu dari saat kau pulang, sampai kau tidur, dari itu juga aku mengetahui namamu. Kamu akan menghadapi monster dan iblis, sebenarnya iblis di dunia ini adalah manusia mempunyai kekuatan besar namun tenggelam dalam kegelapan. Kamu dapat menjadi bantuan kekuatan unttuk melawan mereka nantinya, namun maafkan aku tidak bisa mengatakan rincinya, karena lebih baik kamu mengetahui sendiri Dira."

Saat sosok golem seperti baju besi yang di gunakan manusia itu, menjawab pertanyaan dariku, aku tidak bisa memikirkan betapa kesepiannya dia selama ini. Rindia dan aku menghabiskan waktu berjam jam, untuk membicarakan banyak hal, kami membicarakan tujuan kami masing masing. Tapi Rindia tidak pernah, membicarakan tentang kehidupan pribadinya, hingga aku mengerti dia orang yang tertutup dan misterius.

Rindia mengingatkanku pada istilah bijak "Jangan pernah menilai buku dari sampulnya." Berbeda dengan penampilannya yang bisa membuat seseorang trauma, jika orang lain atau seorang selain diriku melihatnya sosok Rindia. Sebenarnya dia itu sangat ramah, lemah lembut dan sabar dan hangat.

"Apa kau ingin memakan sesuatu yang lain dimakan? Buah ini sangat enak jarang tumbuh di sekitar sini dira."

"Terima kasih rindia, ehmm ini enak sekali, rasanya manis." Aku memakan buah yang rindia berikan.

Dia mengingatkanku yang sangat lembut dan ramah, dan dia selalu menegurku jika aku berbuat salah. Tidak terasa sudah sore hari.

" Sepertinya harus kembali kerumahku karena agar orang tuaku tidak mengkhawatirkan diriku." Ucapku padanya.

"sebelum kembali mendekatlah, karena yang aku takutkan besok mungkin aku sudah tidak." Dia membalas dengan mata yang berkaca – kaca.

"Apa kenapa begitu, aku akan kesini setiap hari untuk menemanimu dan melindungimu Rindia."

"Jangan banyak bicara, mendekatlah Dira, lebih baik kamu berlatih untuk melawan musuhmu di masa depan."  Sembari aku mendekatinya.

Cahaya ke emasan bersinar keluar dari tubuhnya. Melindungi mataku dari kebutaan, aku mencoba untuk fokus pada bentuk yang terbentuk dari tempat Rindia pernah duduk. Di tempat sosok seperti titan sepuluh meter itu ada naga yang bahkan lebih besar. Dari moncongnya hingga ujung ekornya, dia dibalut mantel putih mutiara dengan sisik berkilauan. Di bawah mata lavendernya yang berwarna-warni ada tanda emas bercahaya yang menandai lehernya dan menyebar ke seluruh tubuh dan ekornya seperti ukiran suci. Tanda-tanda ini mengingatkan saya pada pola kesukuan yang sangat elegan, hampir seperti langit, bercabang secara harmonis dan dengan tujuan seperti tanaman merambat yang ditempatkan dengan hati-hati. Sayap naga itu putih bersih dihiasi dengan bulu-bulu mata pisau putih yang begitu halus dan tajam sehingga bisa membuat pedang yang ditempa oleh para master smith menjadi malu.

Cahaya keemasan yang menyelimuti naga itu meredup sampai itu sepenuhnya menggantikan makhluk yang tadinya berbentuk titan golem menakutkan sekarang dia berubah menjadi naga.

"Dan sekarang Dengarkan dengan baik baik Dira, ada beberapa hal sebelum kita berpisah, Namun sekarang … Apakah aku lebih sudah cocok dengan nama perempuan Rindia?" Rindia tersenyum menyeringai lebar.

"Ri rindia??  Kau itu … kamu itu naga?" ucapku pada rindia dengan wajah yang terkejut saat aku pertama bertemu dengannya.

"Ya , aku lah yang dipanggil yang di panggil dengan sebutan sebagai naga dan sekarang aku akan memberimu kekuatanku seluruhnya, aku harus menggunakan bentuk asliku untuk memberimu kekuatan, tapi karena ini membuat ke beradaanku akan di ketahui oleh mereka, mereka itu sangat berbahaya, mungkin  sekarang mereka akan bergegas kemari." Sembari dia memberikan diriku kekuatannya.

"Mereka? Siapa yang datang," dengan sambil merasakan kekuatan darinya yang sangat besar membuatku mengeluarkan darah dari hidungku.  Dan aku Terkejut, pada saat melihat mata ungu Sylvia dan tanda emas menyala lebih terang daripada saat dia pertama kali berubah. Saat tanda-tanda itu semakin redup dan kemudian menghilang, Rindia menusuk kan sayap ke dalam inti tubuhku dan mengeluarkan asap emas yang berderak dalam percikan ungu.

Jeritan tajam keluar dari mulutku saat aku berkedip, bingung dan terkejut. Aku terus menatapnya saat dia menggerakkan kepalanya ke belakang, meninggalkan jejak darah dari lubang di bajuku. Tulang dada saya berdarah, tetapi ketika saya mengusap area tersebut, tidak ada luka.

Ekspresi Rindia menjadi sangat sedih dan lemah; itu jelas bahkan untuk naga perkasa yang bahkan lebih besar dari ilusi sebelumnya. Namun, yang menarik perhatianku adalah bahwa iris matanya yang dulu berkilauan ungu kini hanya berwarna kuning redup dengan rune indah yang mengalir di wajah dan tubuhnya sekarang hilang. Dan memberikanku sebuah batu seperti bola untuk aku lindungi dan dia memberikan bulu untuk menyembunyikan keberadaan diriku disini.

Sebelum aku sempat bertanya apa yang telah dia lakukan dan untuk apa aku menerima kekuatan besar ini, terjadi sebuah ledakan besar yang mengganggu mengganggu kami.

Aku mengangkat kepalaku untuk melihat bahwa langit-langit gua telah meledak dan yang muncul dalam pandanganku adalah sosok yang mengingatkanku pada wujud Rindia sebelumnya.

Dibalut dengan batu seperti baju besi hitam ramping dan jubah merah darah yang cocok dengan matanya. Kulit abu-abu pucat sosok itu cocok dengan langit mendung di latar belakang. Tanduknya berbeda, karena makhluk ini memiliki dua tanduk yang melengkung ke bawah dan di bawah telinganya, melapisi dagunya.

Rindia segera menutupiku dengan salah satu sayapnya tepat waktu untuk melindungiku dari puing-puing yang berjatuhan dan mungkin membuatku tersembunyi dari pengunjung kami.

"Nona Rindia! Saya menasihati Anda untuk menghentikan sikap keras kepala Anda dan menyerahkannya. Anda sudah cukup merepotkan kami setelah menyembunyikan diri Anda! Jika Anda tunduk, Dewa bahkan dapat menyembuhkan luka Anda," entitas itu beralasan dengan tidak sabar.

Segera setelah dia selesai berbicara, dunia di sekitarku sepertinya berhenti. Segalanya kecuali Rindia dan diriku sendiri, warna dunia seolah-olah dilihat melalui lensa terbalik. Yang paling mengejutkan diriku adalah semuanya diam. Entitas, awan di belakangnya, dan bahkan puing-puing langit-langit yang berjatuhan.

Kemudian terdapat cahaya yang berbentuk lingkaran yang di sebut portal, dengan cahaya yang berwarna warni dan Rindia menghempaskanku dengan sayapnya agar aku cepat masuk.

Perjalanan melalui celah dimensional menimbulkan sensasi yang sangat aneh. Rasanya seperti terjebak di tengah-tengah adegan film yang dipercepat. Lingkungan saya menderu-deru dalam warna kabur yang tidak jelas saat saya duduk di pantat saya, menatap kosong di kejauhan tanpa ada lagi air mata yang tersisa untuk menangis.

Tanah tempat aku mendarat merupakan setumpuk daun dan tanaman merambat yang membuatku tidak mengalami luka saat terjatuh. Tapi itu tidak masalah. Bahkan jika aku mendarat di bebatuan bergerigi, aku mungkin tidak akan menyadarinya.

Aku tetap dalam posisi duduk yang sama selama perjalanan, itukah musuh yang akan aku hadapi dimasa depan.

"Apakah dia sama dengan rindia? Bahkan aku tidak dapat mengcupkan terima kasih kepadanya."

"Sekarang Rindia telah pergi sungguh menyakitkan, padahal Cuma sehari, tapi rasanya di dalam gua bersama rindia itu seperti berbulan bulan, aku tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk melihatnya lagi." Kedua pikiran itu memicu gelombang emosi lain saat aku mengeluarkan isak tangis entah ini karena tubuh kecilku atau pikiranku yang dewasa yang begitu emosional.

"UGH!." Tiba tiba inti manaku terasa sakit yang seperti tertusuk pedang, membuat diriku tertidur di tanah untuk mengatasi rasa sakit, aku meringkuk menjadi bola tempat aku mendarat ketika rasa sakit yang membakar menopang diriku kembali.

Bersambung…

Spesial dari Author

Terima kasih yang telah membaca cerita novel fantasi ini, jika nantinya novel ini updatenya sedikit lama. Mohon maaf sebelumnya, dikarenakan saya seorang guru, jadi saya disibukkan dengan kegiatan mengajar dan kerja keperluan rumah lainya. Terima kasih lagi untuk para pembaca, terus dukung novel ini dengan cara like komentar yang positif agar saya tambah semangat dalam mengerjakan novel ini yang penuh Fantasi, Misteri, Dialog di dalamnya.

Terima kasih selamat membaca dan tunggu kelanjutan dari ceritanya.

avataravatar
Next chapter