webnovel

The Kingdom of NETERLIANDIS

NETERLIANDIS sebuah kerajaan yang melibatkan bentuk mata dan fantalis sihir dalam penentuan kasta dari takdir seseorang. Hingga pada suatu ketika, lahirlah seorang bayi yang akan merangkai takdirnya sendiri. Seorang bayi pemilik fantalis berbeda yang akan mencoba menciptakan perubahan di kerajaan Neterliandis. Percintaan, pemberontak, penghianatan serta ribuan rahasia akan terungkap dalam perjalanannya membentuk keadilan. Akankah keadilan benar-benar tercipta di tangan seorang bayi yang akan menjadi dewasa nantinya? Atau malah kehancuran yang akan di dapat oleh kerajaan Neterliandis. Note: Cerita ini belum direvisi, bisakah kalian membantu saya untuk mencari paragraf yang mana typo dan sebagainya dalam cerita ini? jika iya kalian hanya perlu memberi komentar pada paragraf yang sebaiknya perlu saya revisi. 07 Oktober 2021

Aksara_Gelap · Fantasy
Not enough ratings
40 Chs

Tidak Mungkin

"DINATA!!!"

Suara familiar di telinga Pangeran Dinata berteriak kaget dari arah pintu belakang, matanya tampak melotot ke arah pedang Pangeran Dinata yang beberapa cm lagi sampai ke leher Perdana Menteri Suliam jika tidak segera dihentikan.

Refleks gerakan pedang kristal es itu diubah Dinata hingga hanya menebas angin dan akhirnya menancap di tanah. Sekarang pandangan Pangeran Dinata beralih melihat ke arah pintu, menatap sosok yang hampir ia bunuh ayahnya.

"Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu ingin membunuh ayahku, jika kamu ada masalah pada saya selesai dengan saya saja. Jangan pernah bawah orang lain, itu sikap seorang pecundang besar, Dinata!!!"

"Pecundang? Itu ungkap yang pas untuk pria tua dan licik ini," Dinata menunjuk ke arah Perdana Menteri Suliam yang masih kaku gemetar.

"Jaga ucapan kamu, bagaimanapun juga dia ayah saya. Saya akan membunuh kamu, jika sedikit saja melukainya," ucap Pangeran Antoni yang mulai mengeluarkan pedang pusaka yang ia miliki dari sarungnya.

"Ah," Dinata menghela napas dan berjalan pincang ke arah Pangeran Antoni yang juga mendekat ke arahnya, "kamu berbicara seperti itu karena kamu tidak tahu apa-apa dan terus menutup telinga dan matamu untuk tidak melihat perbuatan liciknya, Antoni."

Sebenarnya Pangeran Dinata merasakan racun dari pisau yang ditancapkan Bayan sudah mulai naik dan menyebar, tapi untungnya fantalis sihir pembeku Dinata mampu memperlambat racunnya.

"Terserah apa katamu Dinata, sejahat-jahatnya orang tua dia selalu menyayangi anaknya. Termasuk ayah saya, dia tidak akan menyakiti saya, dan apapun kesalahannya saya akan mencoba memakluminya."

"Walaupun dia telah membunuh Liliana dengan keji?"

Antoni terdiam mendengar ucapan Pangeran Dinata yang mengatakan ayahnya telah membunuh kekasihnya, Liliana. Pikiran Antoni menolak percaya apapun yang diucapkan Dinata saat ini.

"Apa maksudmu? tidak mungkin ayah membunuh Liliana. Saya kemarin sore menemui Liliana, dan dia baik-baik saja. Tapi kami sedikit bertengkar dan saya mening..." Pangeran Antoni teringat pertemuannya dengan Liliana kemarin juga membahas tentang ayahnya, dan akhirnya Antoni meninggal Liliana di tempat itu sendirian.

"Ah ternyata kamu yang membuat Liliana menangis, Antoni. Apa kamu juga meninggalkannya sendirian, dan membuat Bayan berhasil membunuhnya serta membuangnya di magam gunung Negalitipus. Kamu orang paling egois yang pernah saya kenal."

Dinata selanjutnya memilih pergi dari sana, karena dia berpikir sudah cukup biar Antoni yang mengurus ayahnya. Ia meninggal Antoni yang masih tak bisa berkata apa-apa sambil menatap kosong ke arah ayahnya.

"Benar ayah telah membunuh Liliana? Dan orang suruhan ayah ini telah membuangnya di magma Negalitipus? Jawab, Ayah jangan diam saja!!!"

Antoni terus berteriak pada Perdana Menteri Suliam yang sudah tak bisa mengelak lagi. Semuanya telah terbongkar, tak ada alasan lagi untuk menutup-nutupi kematian Putri Liliana.

"Ma.. maafkan ayah, Antoni. Ayah melakukan ini demi masa depan kamu, supaya tidak terhambat oleh siapapun. Ayah benar-benar menyesal, Antoni maafkan ayah..." Ucap Perdana Menteri Suliam tanpa berani melihat mata Pangeran Antoni secara langsung.

"Saya tidak habis pikir dengan ayah, bagaimana bisa saya melanjutkan masa depan yang anda katakan itu jika Anda sendiri telah membunuh alasan saya untuk tetap bertahan," air mata Pangeran Antoni benar-benar sudah tak tertahan lagi.

Pangeran Antoni lantas pergi melangkah keluar menuju tempat Putri Liliana terakhir kali, puncak gunung Negalitipus.

***

Arghhh, rasa sakit dari racun ini terasa telah melumpuhkan seluruh syaraf di kaki saya. Berat sekali hanya untuk sekedar melangkah, tak mungkin saya bisa ke puncak Negalitipus dan menemukan Liliana dengan keadaan seperti ini. Saya harus kembali ke istana dan meminta bantuan Paman Gandara untuk mengeluarkan segala racun ini.

Dengan sisa tenaga serta kesadarannya, Pangeran Dinata melakukan sihir teleport munuju istana.

Cringg, dalam beberapa detik lebih lambat dari berbagai biasanya akhir Pangeran Dinata tiba di istana Neterliandis, tepat di dekat Raja Indra dan Paman Gandara. Mata Pangeran Dinata terasa berat dan pandangan nya semakin buram, hingga akhirnya gelap.

Tubuh Dinata mendadak lemas dan roboh, Raja Indra dan Gandara sontak kaget dengan apa yang terjadi pada Pangeran Dinata. Mereka lantas berdiri dan memopong tubuh Dinata untuk memindahkannya ke kursi yang cukup panjang.

"Dinata? Dinata? Apa yang terjadi padamu putraku?" Tanya Raja Indra yang sama sekali tak ada respon dari Pangeran Dinata.

"Apa yang terjadi pada Dinata sekarang, Gandara? Kenapa dia tiba-tiba pingsan seperti ini?"

Gandara belum langsung menjawab pertanyaan Raja Indra, ia tampak sibuk menghisap racun mematikan itu dari tubuh Pangeran Dinata dengan sihirnya.

Setelah memastikan racun itu telah benar-benar hilang dari tubuh Pangeran Dinata barulah Gandara menjelaskan kepada Raja Indra tentang apa yang terjadi dengan Pangeran Dinata.

"Sepertinya dia terkena racun dari tumbuhan Higanium yang dicampurkan bisa ular kobra. Dari bentuk lukanya seperti sebuah penyerangan yang disengaja, untung tusukannya tidak terlalu dalam dan kuat. Tapi sepertinya ada hal lain yang terjadi di tubuh Pangeran Dinata, yang membuatnya belum mampu sadar sekarang," tutur Paman Gandara yang terus mencari masalah lain di tubuh Pangeran Dinata dengan teliti.

"Racun? Siapa yang berani-beraninya menyerang Dinata seperti ini?"

Emosi Raja Indra mulai terasa di nada ucapnya, tampak ia tak terima dengan hal yang terjadi pada putranya saat ini.

"CELAKAA!!" Gandara berteriak cukup keras ketika tangannya mendeteksi sesuatu di dada bagian bawah Pangeran Dinata, "ini gawat Raja Indra, fantalis sihir Pangeran Dinata membekukan hampir seluruh hatinya. Kita harus segera bertindak, jika tidak Pangeran Dinata bisa menjadi orang yang sama sekali tidak memiliki perasaan."

"Maksudmu bagaimana, Gandara? Kita harus melakukan apa?"

"Jika hatinya sepenuhnya beku dan fantalisnya sepenuhnya menguasai otak dan tubuh, bisa dikatakan Pangeran Dinata akan menjadi monster penghancur tanpa hati sedikitpun."

"Saya tidak mau putra saya menjadi monster, Gandara. Cepat katakan cara mengobatinya, Gandara?"