webnovel

Tersipu Malu

Cukup puas menikmati keindahan senjata, Hexa memutuskan untuk keluar bersama dengan Hector yang mengikutinya dari belakang. Sementara itu, Aileen berjalan melewatinya. Terlihat wanita itu tengah membawa sebuah keranjang berukuran sedang di tangannya. Dalam sekejap, Hexa berhasil menghalangi langkah Aileen. Sehingga membuat wanita itu terhenti, hampir saja wajahnya menabrak dada bidang milik Hexa yang berada tepat di hadapannya.

"Hexa." Aileen menggeram kesal.

"Hei, kau hendak ke mana?" Hexa memainkan alisnya, naik dan turun.

"Pergi, aku akan mencuci pakaian di sungai. Jangan menghalangi pekerjaanku."

"Aku akan ikut," pinta Hexa.

Awalnya Aileen menolak dan mengatakan sebaiknya Hexa berada di rumah saja. Tetapi Hexa tidak hilang akal, ia merebut keranjang dari tangan Aileen. Tingkahnya itu menyebabkan Aileen mengerutkan bibirnya membentuk kerucut.

"Berikan keranjang itu!" perintah Aileen.

"Tidak. Aku akan memberikannya kalau kau mengizinkan aku untuk ikut dengan kamu."

Aileen menghela napas panjang sekali, "Ini urusan wanita. Apa kau ingin berada di tengah para wanita ketika di sungai nanti?"

Aileen memasang wajah menantang. Hal itu tidak menyurutkan semangat Hexa untuk membantu Aileen. Bahkan ekspresi wajah Aileen membuatnya gemas. Tidak disangka-sangka, Hexa mencubit pelan bagian pipi Aileen. Sontak itu membuat Aileen terkejut bahkan sampai membulatkan kedua matanya.

Pipinya yang semula putih, kini berubah menjadi kemerahan. Ketika Hexa melihat perubahan itu, ia pun akhirnya terkekeh geli. Baru pertama kali ini Hexa menyaksikan Aileen yang sedang menahan rasa malunya.

"Hahaha, wajah kau mirip sekali dengan kepiting rebus." Tawa Hexa terdengar sampai ke seluruh sudut rumah.

"Kau sangat menyebalkan!" Aileen benar-benar marah dan pergi begitu saja.

Merasa bersalah, Hexa menahannya dengan menarik tangan Aileen. Kelakukannya itu menyebabkan Aileen terhenti, tubuhnya tertarik sehingga saling menabrak dengan tubuh Hexa. Sadar akan benturan tersebut, Aileen tertegun dan telah mendapati tubuh kekar milik Hexa berada sangat dengan dengannya.

Jantung Aileen tidak bisa terkontrol. Berdegub kencang tanpa jeda sedikit pun. Mungkin Aileen mengira kalau Hexa dapat mendengar degub jantungnya. Kedua mata mereka saling bertemu satu sama lain. Karena tubuh Aileen lebih pendek darinya, sehingga Hexa harus menundukkan kepala. Perlahan tapi pasti, Hexa tersenyum indah membuat Aileen semakin salah tingkah dibuat olehnya.

Sementara itu, kedua tangan masih menyatu dalam satu genggaman. Hexa tidak melepaskannya, ia mengusapnya pelan. Menyebabkan kehangatan tersendiri yang dapat dirasakan oleh Aileen. Suasana romantic kembali menyelimuti kedua hati yang sedang jatuh cinta itu. Sorot mata berbeda, teduh dan mendamaikan. Setiap pancaran yang diberikan oleh Hexa, membuat Aileen tidak bisa berkata apa-apa. Hexa menyusuri setiap lekuk dari wajah cantik milik Aileen. Mengagumi setiap senyum yang tergores indah di bibirnya.

"Kalau seperti ini, aku akan jatuh cinta kepada Hexa," batin Aileen dalam hatinya.

Beberapa saat kemudian, Jelena datang. Ia memergoki anaknya sedang bermesraan dengan pria tampan itu. Jelena terlihat senang, ia membiarkan kejadian itu dan tidak ingin mengacaukannya. Pandangan Jelena tidak terlepas dari mereka. Secara tidak sengaja, Jelena yang membawa gelas tiba-tiba saja terjatuh.

Prakk..

Gelas itu jatuh ke lantai hingga hancur berkeping-keping. Sontak membuat Aileen dan Hexa terkejut. Begitupun dengan Jelena yang memegangi dadanya karena terkejut.

"Ibu kenapa?" tanya Aileen cemas.

Jelena tersenyum, "Ibu tidak apa-apa. Hanya tidak fokus saja melihat kalian begitu mesra seperti itu."

Merasa digoda oleh ibunya sendiri, Aileen menundukkan kepala. Ia menyembunyikan rona di pipinya. Hexa tidak mengeluarkan sepatah kata pun, ia membantu Jelena untuk membersihkan kepingan gelas yang pecah. Jelena merasa terbantu ketika Hexa hadir di rumah ini.

"Terima kasih," ujar Jelena.

"Nyonya hati-hati, biar saya bersihkan yang lainnya. Masih banyak serpihan gelas di sekitar sini."

Jelena menjawab dengan anggukan kepala.

Jelena tidak henti-hentinya berdecak kagum dengan sikap baik yang dimiliki oleh Hexa. Kepribadian Hexa tidak dimiliki oleh pria lain. Ia begitu santun saat berhadapan dengan orang yang lebih tua dari dirinya. Antara Jelena dan Aileen, mereka saling melirik dan seperti menyimpan sesuatu. Tetapi, lirikan itu diakhiri dengan tawa lepas.

"Aileen, kamu pasti lupa untuk mencuci pakaian di sungai."

"Tidak lupa, Ibu. Tapi, tadi Hexa menggoda aku. Jadi, aku lama untuk pergi ke sungai." Aileen mengadu kepada ibunya tentang kejahilan yang diperbuat oleh Hexa.

"Sudah. Sekarang kalian pergi saja ke sungai. Pakaian kotor telah Ibu siapkan di halaman belakang."

Aileen mengangguk paham.

Setelah selesai membersihkan sisa gelas yang jatuh, Hexa beranjak pergi menuju halaman belakang. Ketika Aileen dan juga Hexa berjalan. Suatu hal mengejutkan keduanya melewati pintu secara bersama-sama. Karena pintu yang berukuran sedang, sehingga tidak mampu menampung kedua tubuh itu. Aileen terhenti, begitupun dengan Jelena. Seketika mata mereka saling bertemu untuk kesekia kalinya. Tubuh mereka pun saling berhimpitan.

"Jadi, siapa yang akan mengalah?" tanya Aileen yang masih kesal dengan Hexa.

Hexa menaikkan bahunya, "Aku tidak tahu."

Satu kali hentakan, Aileen berhasil keluar dari himpitan tersebut. Tubuhye terdorong ke arah depan. Dan kini menyisakan Hexa yang berdiri di ambang pintu. Karena kejadian aneh itu, Aileen malah tertawa lepas. Mendengar tawa itu, Hexa mengkerutkan bagian keningnya.

"Kenapa tertawa?"

"Apa kau tidak berpikir kalau semua ini sangat lucu?"

"Tidak," jawab Hexa singkat.

Untuk kesekian kalinya Hexa membuat Aileen mendengus kesal, "Kau ini, membuat aku kesal saja."

"Hahaha, sinis sekali."

Tidak memperdulikan lagi perkataan Hexa, kemudian Aileen menaruh pakaian kotor ke dalam keranjang yang ada di tangannya. Hexa tidak tinggal diam, ia ikut membantu dan merebut keranjang. Hexa tidak membiarkan Aileen membawa keranjang yang berat itu. Sebagai seorang pria gagah, untuk mengangkat keranjang bukan hal sulit baginya.

"Biar aku saja yang membawanya." Aileen menarik kembali keranjang miliknya.

"Aku saja. Apa kau kuat mengangkat keranjang yang berat ini?"

"Kuat," jawab Aileen penuh keyakinan.

Hexa membiarkannya untuk mencoba. Aileen memang berhasil mengangkatnya, tetapi terlihat dari raut wajah yang menahan sakit di bagian lengannya. Karena tidak tega, akhirnya Hexa meraih keranjang dan meminta agar ia saja yang membawanya. Oleh sebab itu, Aileen tidak bisa menolak serta membiarkan Hexa melakukan apa yang ia inginkan.

Setelah semuanya selesai, lalu Aileen berjalan di depan Hexa. Mereka melewati para warga yang sedang melakukan aktifitas seperti biasanya. Ada beberapa wanita juga hendak pergi ke sungai, dan terlihat Licha berlari ke arah Aileen.

"Aileen," panggil Licha.

Mendengar ada suara yang memanggil dirinya, Aileen menoleh.

"Pasti kalian akan pergi ke sungai?" tebak Licha.

"Seperti yang kau lihat, Cha." Aileen membalas dengan nada malas.

"Ya sudah. Sebaiknya aku ikut saja dengan kalian."

Aileen tidak membalas apa-apa lagi. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Sedangkan di tempat lain, Damian tengah mengintai dari kejauhan. Damian tahu kalau pagi ini Aileen akan pergi ke sungai. Dan ia terkejut ketika mendapati ada Hexa di sana. Itu sebabnya Damian mengikuti dari belakang tanpa sepengetahuan Aileen dan yang lainnya.

Sampainya di sungai. Keadaan di sana ramai oleh para wanita yang mencuci pakaian. Selain pakaian, mereka juga mencuci peralatan yang ada di rumah. Sebab, hanya di sungai ini sumber air mengalir. Beruntung jarak antara sungai dan permukiman tidak terlalu jauh. Sehingga mereka tidak memerlukan waktu yang banyak.

Setelah mencari tempat yang pas, Aileen mulai membasahi pakaian yang kotor satu per satu. Dibantu oleh Hexa yang sudah turun ke dalam sungai. Aliran air mengalir cukup deras, tapi cocok untuk mencuci pakaian di sana. Airnya yang jernih tidak tercemar, masih terawat dengan baik. Alam pun masih alami, serta udara segar menambah kesan keindahan di sekitar sungai itu.