webnovel

Mimpi Buruk

Perasannya berkecamuk, antara senang dan juga sedih. Apa yang dikatakan oleh Damian ada benarnya. Lambat laun Hexa akan tahu yang sebenarnya, dan ia akan pergi meninggalkan Aileen di saat mengetahui kalau dirinya adalah manusia serigala. Aileen menggelengkan kepalanya, menepis jauh pikiran seperti itu.

Kemudian ia memutuskan untuk memejamkan kedua mata. Sebab, esok masih banyak pekerjaan yang menanti dan ia harus mempersiapkan tenaga lebih menghadapi hari esok. Suasana berubah menjadi hening, tidak ada suara yang mengganggu kecuali suara hewan kecil yang mencari makan di malam hari.

**

Matanya memicing tatkala ada sebuah cahaya datang secara tiba-tiba. Menyebabkan aura berbeda. Hexa terlempar dari sebuah portal berukuran besar serta membawanya ke tempat yang tidak ia kenali. Tubuhnya terjatuh membentur batuan kecil yang bertebaran di tempat tersebut. Ia sendiri di padang pasir yang teramat luas. Dirinya benar-benar sendiri tanpa adanya siapa pun.

Ia pun memasang mata waspada sambil terus melihat sekeliling. Hexa tidak mengenali tempat itu. Kepalanya terasa berdenyut akibat portal yang mengeluarkan cahaya sehingga membuat matanya sakit. Hexa berusaha untuk bangkit, ia berjalan terhuyun menuju ke sebuah pohon besar yang terletak di tengah pandang rumput.

Tempat itu indah sekali, tetapi sangat sunyi. Tidak ada satu pun orang di sana kecuali Hexa sendiri. Hexa menoleh ke kanan dan ke kiri, terus berteriak meminta bantuan. Tetapi tetap saja tidak ada yang menjawabnya. Hingga akhirnya, ia pun sampai pada pohon besar itu. Tubuhnya bersandar dan merasakan hembusan angin yang menerpa pohon.

"Di mana aku sebenarnya?" Pertanyaan besar terus saja hinggap dalam diri Hexa.

Pada suatu saat, cahaya bersinar terang kembali. Sama seperti ketika pertama kali Hexa melihatnya dan muncul sebuah portal. Tetapi kali ini berbeda, bukan portal yang ia lihat melainkan sosok pria berwajah teduh. Hexa mengkerutkan dahinya, ia memperhatikan pria tersebut.

"Kau pernah datang menemui aku, bukan?" tanya Hexa dengan lantang.

"Hahaha, kau benar sekali."

"Apa keinginanmu? Mengapa kau muncul kembali? Dan mengapa aku bisa ada di tempat ini?" cecar Hexa.

Dia adalah helios, yang menemui Hexa untuk menyampaikan sesuatu kepadanya. Suasana hati Hexa berubah menjadi takut. Ia masih mengingat dengan baik siapa pria yang sedang bersamanya sekarang ini.

"Jangan pernah mencari dari mana kau berasal," ujar Helios dengan tegas.

"Mengapa?" Hexa terus mempertanyakan hal itu kepadanya.

"Karena kau akan menemukan kebahagiaan jika kau bersama wanita itu. Jangan pernah tinggalkan distrik ini, karena kau akan tahu jawaban yang sebenarnya."

Hexa benar-benar tidak mengerti. Sekeras apa pun dirinya bertanya, maka Helios tetap saja tidak memberitahukan kepadanya. Hexa bangkit, sehingga sekarang mereka saling bertatapan satu sama lain. Wajah Helios tampak berseri bahkan tidak ada yang bisa menandinginya.

"Cepat! Katakan padaku, mengapa aku harus menetap di distrik itu?" Hexa terus saja memaksanya.

"Jangan tanyakan hal itu. Sebab, kau akan tahu jawaban dari semua ini."

Helios pergi meninggalkan Hexa sendiri. Hexa memanggilnya terus menerus tetapi Helios tidak mendengarkannya. Perlahan tubuh pria itu menjauh dan hilang dari pandangan.

"Tunggu!" pekik Hexa dan ia tersadar.

"Kau kenapa?" Ternyata Aileen telah berada di sampingnya.

Hexa menoleh dan mendapati ada Aileen beserta dengan Jelena dan juga Hector. Keringat bercucuran sehingga membasahi wajah serta pakaian yang ia kenakan. Napasnya tidak kalah memburu. Aileen memberikan air minum kepada Hexa supaya pria itu lebih tenang dan bisa menceritakan semuanya.

Semua yang ada di sana menatapnya bingung, sementara itu Hexa meraih gelas yang diberikan oleh Aileen. Ia pun meneguk air putih sampai habis tidak tersisa. Saat ini Hexa sudah lebih tenang. Ia dapat mengatur napas dengan baik.

"Kau kenapa? Mimpi buruk?" tanya Aileen yang telah penasaran.

Hexa mengangguk pelan.

"Ya sudah. Sebaiknya kau beristirahat kembali. Aileen, biarkan Hexa beristirahat," pinta Hector.

"Baik, Ayah." Aileen menuruti perintah dari ayahnya.

Kemudian mereka keluar dan membiarkan Hexa sendiri di dalam kamar. Di benak Hexa, masih saja terbayang sosok Helios yang memperingatinya untuk tetap berada di distrik tanpa harus mencari asalnya. Hexa menatap lurus ke arah jendela kamar yang terbuka, maka angin bisa masuk ke dalam. Gelap masih menyelimuti malam, masih jauh tanda-tanda matahari akan terbit.

Hexa menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan. Setelah itu, Hexa tidak dapat terlelap kembali. Ia memilih untuk diam sambil terus berpikir arti dari perkataan yang diucapkan oleh Helios di dalam mimpinya.

Tanpa terasa matahari telah menyingsing di ufuk timur. Saatnya para warga terbangun dan mulai beraktifitas kembali seperti biasanya. Hexa tidak melanjutkan tidurnya, menyebabkan ia sedikit mengantuk. Untuk menyiasati rasa kantuk itu, Hexa pergi ke sungai untuk membasuh wajahnya agar terasa lebih segar.

"Hexa," panggil Aileen.

Ia menoleh, "Iya, ada apa?"

"Mari duduk." Aileen memundurkan kursi agar Hexa dapat duduk di sampingnya.

"Memangnya kalau boleh tahu, semalam kau mimpi apa?"

"Aku tidak tahu," jawab Hexa singkat.

Jawaban yang diberikan Hexa semakin membuat Aileen penasaran. Ia belum puas dan terus memaksa Hexa. Tetapi pria itu tidak ingin memberi tahu yang sesungguhnya. Kemudian, Jelena datang dengan membawakan sarapan pagi untuk semuanya.

Segera Aileen membantu ibunya untuk menyiapkan makanan di atas meja makan. sedangkan Hector baru pulang berkeliling distrik. Setiap pagi, Hector selalu mengecek keadaan warganya. Bukan tanpa sebab, Hector mengawasi para pemuda yang masih labil yang terkadang memangsa manusia. Maka dari itu, Hector harus lebih waspada. Ia tidak ingin salah satu warganya melanggar peraturan yang telah dibuat.

"Ayah, makan dulu," ujar Aileen.

"Kau sudah membaik, Hexa?" Hector menyodorkan piring untuk disiapkan makanan oleh istrinya.

"Sudah, Tuan. Tubuh saya telah membaik."

"Bagus kalau begitu. Kita lanjutkan sarapan pagi."

Hexa mengangguk pelan.

Pagi ini Jelena menyiapkan sayur mayor untuk dikonsumsi. Ia sengaja tidak memasak daging, sebab dirinya takut kalau nanti akan menimbulkan rasa curiga pada diri Hexa. Ini atas permintaan Hector. Aileen menghabiskan makanannya dengan lahap sekali. Beruntung ia sudah biasa memakan sayuran seperti ini.

Beberapa kali Aileen melirik ke arah Hexa, begitupun dengan pria itu. Mereka saling mencuri pandang satu sama lain. Jantung Aileen berdebar tatkala mendapat tatapan intens dari Aileen. Senyuman terukir indah di bibir Aileen walau hampir tidak terlihat sama sekali. Selesai sarapan Hexa kemudian membantu Hector menyiapkan senjata.

Karena sebentar lagi, Hector akan pergi ke tempat latihan. Hexa memasuki sebuah ruangan yang ada di dalam rumah itu. Di dalam sana, terdapat banyak sekali senjata. Mulai dari busur panah, sampai pedang berukuran besar. Hexa sampai dibuat takjub ketika pertama kali menginjakkan kakinya.

"Ini semua digunakan jika dalam keadaan bahaya," ucap Hector.

Hexa berjalan memegang satu per satu dari pedang yang terbungkus rapi, "Ini semua milik Tuan Hector?"

"Iya benar sekali. Tidak ada satu pun orang yang aku izinkan untuk masuk. Hanya kau dan Aileen saja."

Hexa tersenyum, "Suatu kehormatan untuk saya bisa menikmati keindahan dari banyaknya senjata ini, Tuan."

Hexa sedikit membungkukkan tubuhnya. Hector membalas dengan senyuman lalu meraih sebuah pedang berukuran sedang. Semua koleksi itu merupakan barang berharga bagi Hector sebagai seorang pemimpin. Hexa memegangi dengan sangat berhati-hati sekali, cemas kalau ada yang rusak. Sebab, selama ini Hector merawat dengan baik.