webnovel

Keanehan

Selagi menunggu sampai Hexa keluar, Jelena memasak daging matang. Semua Jelena lakukan hanya untuk menutupi identitas bangsa mereka saja. Terlebih dari itu, memang keluarga mereka senang memakan daging yang telah dimasak sempurna. Walau sebenarnya, daging yang masih ada darahnya itu jauh lebih nikmat dan lezat.

"Nak Hexa. Mari duduk," ujar Hector.

Hexa mengangguk kemudian menarik kursi dan duduk bersama dengan mereka.

"Anggap saja rumah sendiri," timpal Aileen.

"Terima kasih banyak kalian telah baik dan merawat ku."

"Tidak perlu di pikirkan. Setelah makan, kita akan berkeliling distrik untuk melihat suasana di sekitar sini."

Hexa mengangguk.

Sementara itu, Jelena menyiapkan sarapan pagi keluarganya. Mereka semua bercengkrama dalam balutan kehangatan. Hector maupun Jelena telah terbiasa bertemu dengan manusia, begitupun Aileen. Jadi, mereka dapat mengontrol hawa napsunya untuk memangsa manusia. Aileen sangat menikmati makanan yang dibuat oleh ibunya. Ia makan dengan lahap dan hanya menyisakan tulangnya saja.

Porsi makan Hexa sedikit sekali, sebab ia belum terlalu pulih dari sakitnya. Sehingga, indera pengecapnya belum berfungsi dengan normal. Selesai makan, Hexa memasang mata dan melihat seisi rumah itu. Tampak seperti rumah pada umumnya. Hanya saja semua terbuat dari kayu dan bahkan tidak ada satu bingkai foto yang terpajang di dinding.

"Hem, maaf. Bolehkah saya bertanya?" Hexa mulai membuka pembicaraan.

"Apa itu?" sahut Hector.

"Memang semua warga di sini kalau membasuh tubuhnya di sungai? Saya melihat ada beberapa wanita pergi untuk memabasuh tubuh di sana."

"Iya, Hexa. Harap maklum, di sini semua beraktifitas di sungai," timpal Aileen.

Sekarang Hexa mengerti. Dari awal memang ia telah mengetahui kalau distrik ini dekat dengan hutan dan jauh untuk mengakses ke permukiman yang lebih ramai. Segera Aileen menyelesaikan makannya. Setelah itu, ia beranjak pergi dan tidak lupa mengajak Hexa berkeliling distrik.

Aileen akan memperkenalkan pria itu pada teman-temannya, dan juga warga sekitar. Saat keluar rumah, semuanya terlihat. Beberapa pria terlihat dengan membawa wadah besar berisikan air yang akan dibawa ke rumah masing-masing. Aileen telah berjalan jauh di depan, sementara Hexa masih berada jauh di belakangnya.

"Hexa, cepat," teriak Aileen.

Hexa tidak menjawab, ia menyegerakan langkah kakinya.

Masih tercengang dengan semuanya. Hexa merasa kalau dirinya sedang berada di tempat yang asing. Suasanya pun berbeda. Tetapi Hexa tetap berusaha untuk tenang, tidak menunjukkan apa-apa selain diam. Aileen mulai berbicara, ia menjelaskan apa yang ada di distrik. Kalau semua pemuda wajib mengikuti pelatihan untuk membela diri ketika berada dalam bahaya.

"Licha," panggil Aileen dengan melambaikan tangannya.

Licha mendekat, ia menghampiri temannya itu. Ketika berada dekat dengan Hexa, tiba-tiba saja Licha mendengus. Perlahan langkah kakinya mengarah ke leher bagian belakang dan mengelilingi tubuh Hexa. Itu sebabnya Hexa sampai mengkerutkan dahi. Ia selangkah maju agar menghindari Licha yang berbuat aneh menurutnya.

Melihat tingkah laku temannya yang membahayakan. Secepat kilat, Aileen menarik tangan Licha agar menjauh. Ia juga mengedipkan kedua matanya. Penciuman Licha sangat tajam, ia sensitive ketika mencium aroma darah segar manusia. Bahkan saat ini kedua taring andalannya muncul, beruntung Aileen dapat menyembunyikan itu.

"Jangan tunjukan keanehan di depan pria ini," ucap Aileen berbisik.

"Aku lapar sekali, Aileen. Biarkan dia menjadi mangsaku untuk hari ini." Licha kembali mendengus. Ia juga memejamkan mata merasakan aroma makanan lezat yang ada di depannya.

"Jangan bodoh! Atau kau akan aku laporkan pada ayahku," ancam Aileen.

Mendengar ancaman tersebut, nyali Licha langsung mengkerut. Licha mengalihkan pandangan dan mengatur napasnya yang telah memburu. Dan pada akhirnya, Licha berhasil mengendalikan emosinya. Ia bersikap baik kembali. Tetapi Hexa menatape kedua wanita itu dengan tatapan aneh.

"Kalian kenapa?" tanya Hexa memasang wajah bingung.

"T-tidak. Sudah lupakan, sekarang kita pergi. Masih banyak yang belum aku tunjukkan kepada mu."

"Baik," balas Hexa singkat.

Licha tersenyum, mengulurkan tangannya yang bertujuan untuk berkenalan dengan Hexa. Mereka akhirnya berkenalan dan menjadi teman. Walau sudah menjadi teman, tetapi Aileen menjaga jarak antara Licha dan Hexa. Takut kalau nanti Licha akan berbuat macam-macam yang akan membongkar identitas bangsa mereka.

Beberapa orang melintas, dan bersikap ramah menyapa Aileen dan juga Hexa sebagai penghuni baru distrik. Kedatangan Hexa disambut baik oleh mereka semua. Bahkan tidak jarang warga sekitar mempersilakan untuk singgah di rumah mereka. Sebagai anak dari seorang pemimpin, Aileen sangat disegani. Tidak heran jika banyak orang yang membungkukkan tubuhnya saat bertemu dengan Aileen.

Memberikan hormat kepada anak seorang pemimpin. Hexa berjalan melihat sekitar yang terlihat subur. Banyak pohon tumbuh di pinggir jalan, dan pohon tersebut menjulang tinggi. Suasana hutan sangat terasa sekali di sana. Selagi mengedarkan pandangan, Hexa bertanya banyak hal. Mulai dari kebiasaan warga sekitar, sampai pekerjaan mereka.

"Rata-rata di sini memanfaatkan kekayaan yang telah disediakan oleh alam," jawab Aileen.

"Oh, begitu. Lantas, mengapa kalian tinggal di dalam hutan seperti ini? Memangnya kalian tidak ingin hidup di tempat yang lebih baik?"

"Kami telah nyaman berada di sini. Menyatu dengan alam, dan yang pastinya alam menyediakan semua kebutuhan kami," sahut Licha.

Aileen membenarkan perkataan temannya.

Karena lelah, Aileen memutuskan untuk menghentikan langkah kakinya. Mereka duduk di bawah sebuah pohon besar yang tidak berada jauh dari sana. Aileen menyandarkan tubuhnya, begitupun dengan Hexa dan juga Licha. Semakin lama, terik matahari menyengat. Siang mulai menyingsing, dan mengharuskan mereka untuk beristirahat sejenak.

Aileen mengusap keringat yang mengalir di dahinya. Sementara mata Hexa masih menjalar melihat ke segala sudut permukiman. Menarik untuk dilihat, dan sejauh itu Hexa masih terus mengingat kenapa dirinya bisa sampai di sini dan bertemu dengan Aileen. Memperhatikan Hexa yang sedang melamun, Aileen menepuk pundaknya menyebabkan Hexa terkejut.

"Kau sedang melamun?" Aileen bertanya dan mendekatkan tubuhnya.

"Tidak. Aku hanya tertarik saja dengan distrik ini."

"Oh, begitu. Apa yang menarik? Perasaanku biasa saja dan tidak ada yang menarik."

"Aku masih berusaha untuk mengenali diriku sendiri. Sampai saat ini, aku belum tahu bagaimana bisa sampai ke tempat ini dan bersama dengan mu."

Aileen menaikkan bahunya, "Aku juga tidak tahu. Aku hanya menemukan kamu di dasar jurang saja dan membawa karena kau terluka parah," jawab Aileen.

Tidak jauh dari sana, ada suara gemricik dari aliran sungai yang biasa digunakan untuk membersihkan tubuh serta beraktifitas seperti biasanya. Wajah Aileen yang dipenuhi oleh keringat, memilih untuk beranjak pergi dan membasuh wajahnya itu. Agar dapat lebih segar dan bisa melanjutkan perjalanan menuju tempat ia berlatih.

Di bawah pohon hanya tinggal Hexa bersama dengan Licha. Mereka berdua saling diam, tidak bertegur sapa. Apalagi berbincang ria. Licha masih belum bisa terkontrol, untuk menghindari segala sesuatunya, ia pun memalingkan wajah dan tidak melihat ke arah Hexa berada. Merasa ada yang aneh, kemudian Hexa mendekat. Seketika suasana berubah, aroma darah segar berhasil tertangkap oleh indera penciuman Licha.

Alhasil, mata Licha kembali berubah menjadi merah. Kedua taringnya terlihat memanjang, dan ia terus mendengus tiada henti. Desir aliran darah naik sampai ke ubun-ubun. Sedangkan Hexa dengan santainya menepuk pundak wanita itu serta menyapanya.

"Sudah lama kau berteman dengan Aileen?" tanya Hexa belum sadar kalau ia telah menjadi incaran Licha saat ini.

Tidak ada jawaban. Licha terus melawan kebuasan yang ada di dalam dirinya. Ia berperilaku aneh, membuat Hexa kebingungan dan menggaruk kepalanya. Perlahan mata yang merah itu meredup. Taring yang semula memanjang, kini berhasil normal kembali. Sebab, aroma masakan mengalihkan semuanya. Indera penciuman Licha akan beralih fungsi ketika ada aroma masakan yang melintas di hidungnya.

Semua itu berkat Aileen. Sebab, dari kejauhan Aileen melihat tingkah laku temannya. Dengan sigap Aileen memerintahkan orang lain untuk mengibaskan makanan yang baru saja matang ke arah Licha berada. Dan semua itu berhasil, Licha dapat normal kembali. Setelah dirasa cukup aman, kemudian Aileen berjalan menghampiri mereka berdua.