webnovel

Pria Asing

"Aku sepertinya tertarik dengan manusia ini. Biarkan dia menjadi santapanku." Damian mengerlingkan kedua matanya.

"Tidak!" bentak Aileen dan menjauhkan tubuh pria itu dari hadapan Damian.

Kesal dengan sikap Damian ketika melihat darah segar. Aileen terus memaksa agar Damian mengizinkannya. Ia kesal karena Damian tidak percaya dengan perkataannya. Hampir saja Aileen menyerah, hingga akhirnya datang seorang pria bertubuh tegap dengan wajah menyeramkan. Melesat menghampiri kerumunan itu.

Aura berbeda datang ketika sosok pria dewasa itu mendekat. Semua memberikan jalan untuknya bertemu dengan Aileen. Seketika Aileen menunduk, memberikan penghormatan. Begitupun dengan yang lainnya.

"Dari mana kau mendapatkan manusia ini?"

"Da-dari hutan, Ayah," jawab Aileen yang masih merunduk. Kakinya gemetar tatkala mendengar suara sang ayah yang berat.

Dia adalah Hector. Pimpinan manusia serigala yang ada di sana. Semua tunduk pada perintahnya, kalau tidak akan mati di tangan Hector sendiri. Bukan hanya orang di sana, bahkan Aileen saja tidak ada keberanian untuk menatap ayahnya ketika sedang marah besar.

"Untuk apa kamu membawa manusia ini? Apa kamu sudah lupa siapa kita sebenarnya?" tanya Hector masih memasang wajah datar.

"Aku tahu, Ayah. Tapi, apa alahkah baiknya kita merawat pria ini. Kasihan, dia terluka parah dan perlu ditangani secepatnya."

"Tidak, Tuan. Saya tidak setuju dengan itu. Bagaimana kalau dia membawa pasukan dan akan menyerang distrik kita," sahut Damian.

Hector mengangkat tangannya dan membuat Damian menjadi diam. Langkah kaki Hector terhenti, ia mendengus ke arah darah yang berada di leher pria itu. Kemudian Hector melangkahkan kaki mundur menjauhinya. Setelah berpikir panjang, akhirnya Hector mengambil suatu keputusan.

"Baik kalau begitu. Ayah izinkan kamu untuk merawat pria ini. Tapi dengan syarat."

Aileen gembira, "Terima kasih, Ayah. Aku akan melaksanakan syarat apa pun yang diberikan oleh Ayah."

Hector mengangguk puas, "Bagus. Jangan biarkan dia tahu identitas kita yang sebenarnya. Kalau bisa, rahasiakan. Dan untuk semua yang ada di sini, jangan menunjukkan sikap buruk kalian ketika berdekatan dengan pria ini."

Mendengar keputusan yang keluar dari mulut Hector, semua tidak ada yang membantah dan melaksanakannya. Lalu Hector meminta agar pria asing itu dibawa ke rumahnya. Sebab, akan berbahaya jika tidak di rumahnya. Maka pria asing itu akan menjadi santapan manusia serigala lainnya.

Sampai di rumah Aileen, perlahan tubuh pria itu diletakkan di atas tempat tidur. Aileen membersihkan sisa darah yang kering akibat terpapar angin. Ia mengobati lukanya dengan menggunakan ramuan yang diracik oleh Jelena – ibu Aileen.

Tanpa disadari, sekarang malam telah tiba. Aileen menghabiskan waktu bersama dengan pria asing yang saat ini tinggal di rumahnya. Sebagai keluarga pemimpin, Aileen diajarkan untuk tidak memangsa manusia. Begitupun dengan manusia serigala lainnya. Mereka dituntut untuk mengkonsumsi hewan saja. Jika ada yang melanggar peraturan dan masih memangsa manusia. Maka Hector tidak segan memenggal kepalanya.

"Aileen," panggil Jelena.

"Iya, Bu."

"Berikan ramuan ini. Agar lukanya cepat kering."

Aileen menerima ramuan dan ia segera mengoleskannya pada luka yang ada di kaki. Saat sedang mengoleskan ramuan, Aileen memandangi wajah pria yang ia rawat. Sampai saat ini Aileen belum tahu siapa nama dari pria yang ditolongnya.

Tidak ada identitas membuat Aileen sulit untuk menyelidikinya. Hanya saja Aileen yakin kalau dia adalah seorang pangeran. Apalagi wajahnya begitu tampan dan mempesona. Membuat Aileen tidak berpaling darinya.

"Aku sudah tidak sabar, menunggu kau sadar," batin Aileen dalam hati.

Lelah merawatnya, Aileen terkapar di samping pria itu. Tubuhnya lemas tidak berdaya. Ia baru ingat kalau sejak tadi pagi belum mengkosumsi apa pun. Karena tidak mau kehilangan banyak tenaga, lalu Aileen memutuskan untuk pergi dan menghampiri sang ibu yang sedang menyiapkan makanan.

Mereka hidup di dekat hutan yang mayoritas banyak hewan di dalamnya. Jelena memanfaatkan itu agar keluarganya dapat menikmati makanan lezat. Terkadang mereka memakan daging rusa yang sengaja ditangkap oleh tangan Hector sendiri. Suata pemandangan langka terjadi, ketika seorang pemimpin turun langsung memburu hewan.

"Ibu sudah siapkan makan untuk kamu," ucap Jelena.

"Terima kasih, Bu."

Jelena membalas dengan senyuman di bibirnya.

Rupanya Hector lebih dulu berada di meja makan. Tanpa mengulur waktu lama, segera Aileen menyantap hidangan yang ada di depannya. Hector menatapnya dingin, tanpa ekspresi berarti darinya. Sudah biasa bagi Aileen mendapat tatapan seperti itu.

"Bagaimana dengan keadaan manusia yang kamu temukan?" Hector membuka pembicaraan.

"Dia belum kunjung sadarkan diri. Tapi lukanya sudah membaik."

"Bagus kalau begitu. Ingat pesan Ayah, jangan sampai dia tahu identitas kita yang sebenarnya."

Aileen mengacungkan dua ibu jarinya, "Tenang saja, Ayah. Rahasi akan aman di tangan aku."

Hector merasa puas dengan kerja baik anaknya. Ia mengakhiri makan malam dan pergi untuk beristirahat. Sebab esok masih banyak pekerjaan yang menanti. Sementara Aileen belum merasa kenyang dan masih memakan habis daging yang disiapkan oleh ibunya.

Jelena mendekat dan duduk di samping Aileen. Mereka saling diam untuk beberapa saat. Hingga akhirnya, Jelena meraih buah apel yang ada di depannya.

"Ibu tadi sempat dengar kalau Damian tidak setuju dengan pria yang kamu bawa," ujar Jelena yang telah berhasil menggigit buah apel tersebut.

"Biarkan saja, Bu. Aku tidak ingin bertengkar. Lagipula aku hanya ingin membantu saja, tidak lebih dari itu."

"Ibu tahu, tapi bagaimanapun dia itu calon suami kamu."

Mendengar hal itu membuat selera makan Aileen menghilang. Ia meletakkan daging sisa di atas piring dan mengakhiri dengan tegukan air minum. Aileen menghela napas panjang. Pernikahan mereka hanya diingikan oleh orang tua Aileen, bukan karena cinta.

Beberapa kali Aileen menolak, tetapi ia tidak bisa membantah semua keputusan ayahnya. Kalau mengingat itu semua, membuat kepala Aileen terasa berdenyut. Selagi memingat masa lalu, tiba-tiba hormone dalam tubuh Aileen meningkat. Penciumannya menajam, dan sorot matanya berubah.

Aileen menggunakan indera penciumannya serta mengendus aroma yang baru saja ia rasakan. Dan ternyata, Licha – teman Aileen. Baru saja mendapatkan kelinci hutan dan berhasil ia mati akibat anak panahnya. Aroma khas dari darah segar menyebabkan Aileen tidak bisa menahannya. Taringnya muncul serta memanjang.

"Aileen!" bentak Jelena.

"Ini harus sekali, Bu."

Ia sudah tidak tahan lagi dan memutuskan untuk mencari di mana darah segar itu berada. Dan ternyata Licha menyembunyikannya agar tidak terdeteksi oleh penciuman Aileen. Ternyata Licha salah, Aileen dapat menemukannya. Dan memakan habis kelinci tersebut sampai tidak tersisa sedikit pun.

Aileen menjadi buas ketika mendapati darah segar hewan. Sejak kecil memang ia dibiasakan untuk memangsa hewan saja, bukan manusia atau sebangsanya. Jelena menggelengkan kepala menyaksikan kelakuan anaknya. Bercak darah sekarang menempel di bibir Aileen bagian pinggir. Ia tidak perduli dengan penampilannya, yang terpenting adalah perutnya terisi oleh makanan.

"Ini, untuk mengusap darah yang ada di wajahmu." Licha memberikan sebuah kain kecil padanya.

"Terima kasih, Licha."

Licha mendengus panjang, tatkala melihat hewan buruannya telah lenyap. Padahal saat membawanya pulang, Licha membayangkan betapa lezatnya daging segar serta darah segar langsung dari kelinci yang baru saja mati. Tetapi semua itu lenyap begitu saja, dan telah masuk ke dalam perut Aileen.

"Maaf, Licha. Esok kita berburu lagi," ucap Aileen sambil membujuknya agar tidak merajuk.

"Aku pegang ucapan kamu."

"Baik. Aku tidak akan melanggar."

"Bagus kalau begitu."

Aileen mengakhiri semuanya dan kembali ke kamarnya. Mengecek keadaan pria yang ia temukan. Dan rupanya pria itu masih dalam keadaan pingsan dan belum terlihat tanda-tanda ia akan sadar. Aileen membiarkannya sampai keadaannya benar-benar pulih kembali.

Malam semaki larut, dan kedua mata Aileen belum merasa kantuk. Biasanya Aileen akan pergi ke halaman belakang rumahnya. Menyaksikan bintang yang ada di langit. Kebetulan malam ini tidak ada tanda akan turun hujan.

Menyandarkan kepala pada sebuah baru besar. Melihat ke arah langit dan menatap bintang-bintang yang berkilauan. Semilir angin dirasa hangat, dan berhembus menambrak pepohonan menyebabkan pohon kecil bergoyang mengikuti arah angin tersebut.