webnovel

Caspar Salah Paham

"Aku tak menyangka Lauriel keluar dari pertapaan," kata Sophia sambil menuangkan wine untuk dirinya sendiri setelah Lauriel dan Aleksis pergi. "Dia hampir terlihat normal. Aku ingat ia terkenal tidak menyukai manusia dan lebih senang menyendiri. Siapa yang mengira ia akan berada di salah satu kota paling padat di dunia. Rupanya cinta bisa mengubahnya menjadi seperti ini..."

"Semua orang bisa berubah." Caspar mengangkat bahu. "Kau seorang purist, sekarang kau juga berubah. Kau bahkan mengkhianati kakakmu untuk menolongku."

Sophia menyesap wine-nya lalu menunduk dan mempermainkan gelasnya. "Aku tidak menyangka kakakku akan melakukan cara selicik itu. Aku mendukungnya untuk menjadi pemimpin klan, tetapi bukan dengan cara licik dan mengorbankan kekasihnya sendiri... Kalau Famke saja bisa dikorbankannya, aku takut suatu hari nanti dia juga akan mengorbankanku..."

"Alexei sakit jiwa," komentar Caspar. "Orang-orangku masih berusaha melacaknya. Dia harus dihentikan."

Sophia diam saja mendengar ucapan Caspar. Terlihat ada kedukaan di matanya.

Ia akhirnya menghabiskan wine di gelasnya lalu mengangkat wajahnya dan menatap Caspar dengan bersungguh-sungguh. "Aku minta maaf atas kelakuan kakakku..."

Caspar tidak menjawab. Pikirannya melayang pada gadis bermata sedih yang ditemuinya di bandara lebih dari dua tahun yang lalu. Selama enam bulan ia berhasil membuat gadis itu berubah bahagia dan banyak tersenyum, tetapi kemudian senyumnya hilang digantikan tatapan kebencian.

Ia sangat merindukan Finland.

"Kau diam saja..." komentar Sophia menggugah lamunannya.

"Hmm..." Caspar mengeluarkan laptopnya dan mulai bekerja. "Aku sibuk. Kau tahu pintu keluar."

"Aku belum menyampaikan apa yang menjadi tujuan kedatanganku..." kata Sophia cepat. "Kau tidak mau mendengar apa yang mau kusampaikan? Aku sengaja tidak membahasnya di depan Lauriel karena aku menjaga nama baikmu."

"Apa itu?" tanya Caspar dengan nada malas.

"Banyak yang curiga kau memberikan ramuan abadi kepada manusia biasa. Isunya mulai terdengar sejak Tristan bekerja dalam satu film dengan Jean Pierre Wang. Tristan mengenali semua ciri alchemist pada dirinya. Kita pernah bertemu Jean di acara ulang tahun Aldebar dan saat itu dia hanyalah manusia biasa..." Sophia menatap Caspar dengan pandangan menyelidik.

"Kalau aku melakukannya, itu bukan urusan kalian..." jawab Caspar sambil balik menatap Sophia dengan tajam. "Kenapa kalian sangat usil?"

"Bukankah ramuan abadi itu untuk istrimu? Mengapa kau berikan kepada Jean? Apakah Jean lebih penting daripada istrimu?"

"Aku sibuk, Sophia. Aku tidak punya waktu menjawab semua pertanyaanmu." Tiba-tiba saja Caspar merasa sangat lelah. "Aku berterima kasih karena kau telah membersihkan namaku, dan karenanya kau sekarang harus meninggalkan keluargamu dan hidup dalam pelarian. Aku telah berjanji untuk melindungimu sebagai balas budi, tetapi aku akan menghargai jika kau tidak ikut campur urusan pribadiku..."

"Apakah kau memberikan ramuan abadi kepada Jean, demi istrimu...? Kau rela kalau istrimu menua hanya agar sahabatnya tetap hidup?" Sophia menekap mulutnya dengan pandangan tidak percaya. "Kau tahu tidak akan ada ramuan sampai 10 tahun..."

"Sophia!" Caspar tiba-tiba membentak Sophia. Ia sudah kehilangan kesabaran. "Aku tidak biasa meminta sampai dua kali."

Sophia sangat terkejut melihat ekspresi keras Caspar. Ia buru-buru minta maaf.

"Maafkan aku. Aku peduli padamu dan sedih melihatmu seperti ini. Kau sudah sangat banyak berkorban, tapi hingga kini perempuan itu masih tidak memaafkanmu. Mau sampai kapan kau menunggu teleponnya? Jean sudah bangun setahun lamanya, tapi ia masih belum menghubungimu. Ia tidak memegang janjinya..."

Sophia mengambil tasnya dan berjalan ke arah pintu. "Kalau aku jadi kau, aku akan mencarinya untuk terakhir kalinya dan menyelesaikan urusanku sampai tuntas. Aku tidak akan menunggu seperti orang bodoh."

Pintu ditutup di belakangnya.

Caspar melanjutkan pekerjaannya setelah Sophia pergi, tetapi ia tak dapat berkonsentrasi. Ia terus teringat pada Lauriel dan anaknya tadi. Ia sungguh iri karena Lauriel yang penyendiri, bahkan sekarang telah hidup bahagia dan memiliki anak. Sementara ia masih terus menunggu seorang perempuan untuk memaafkannya.

Ia selalu merindukan Finland, tetapi demi janjinya kepada gadis itu ia hanya bisa menunggu. Ia tahu Jean sudah bangun dari koma, tetapi Finland masih belum menghubunginya. Ia sering tergoda untuk melacak Finland, tetapi ia masih berhasil menahan diri. Ia tidak bisa mengambil risiko lagi setelah ia mengetahui bahwa Finland benar-benar serius mengujinya.

Jadeith hampir menyelamatkan Finland saat gadis itu pura-pura mau terjun dari gedung apartemen barunya ketika pindah dari Rose Mansion. Untunglah Jadeith terlambat sedikit dan Finland tidak mengetahui keberadaannya. Sejak itu Caspar tidak berani lagi mengirim anak buahnya untuk membuntuti Finland karena gadis itu sangat pintar. Ia juga mengenali anak buah Caspar yang dikirimnya untuk mengikuti Finland naik pesawat dari Paris ke Singapura. Semua ini membuat Caspar tidak punya pilihan selain menunggu.

Kalau Finland memang ingin kembali padanya, sangat mudah bagi Finland untuk menghubunginya.

Tetapi perkataan Sophia terus terngiang-ngiang di benaknya.

Benarkah ia selama ini menunggu seperti orang bodoh?

Caspar tidak tidur semalaman karena memikirkan Finland. Akhirnya saat pagi menjelang ia menghubungi Jadeith dan memintanya menyelidiki sesuatu.

"Jadeith... aku akan melanggar janjiku kepada Finland. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku mau menemuinya. Cari tahu keberadaannya sekarang."

"Baik, Paman."

Caspar membuat kopi untuk menjernihkan pikirannya. Ia membuat berbagai skenario di kepalanya, apa yang akan ia lakukan jika ia menemukan keberadaan Finland. Apakah ia akan datang begitu saja dan meminta Finland memberinya kesempatan kedua? Ataukah ia akan mengamatinya dari jauh?

Ia tak bisa memutuskan.

Satu jam kemudian Jadeith menelepon. Caspar yang sedang melamun tersentak oleh bunyi dering teleponnya dan buru-buru mengangkat telepon.

"Kau sudah tahu di mana dia berada?"

"Uhm... Nyonya baru saja meninggalkan Hotel St. Laurent menuju bandara..." Suara Jadeith terdengar agak aneh, tetapi Caspar tidak memperhatikan. Ia sangat terkejut mendengar berita itu.

"Apa katamu? Finland tadi di hotel ini?"

"Nyonya menginap di hotel Paman, sudah empat hari. Sekarang dia sedang menuju ke bandara untuk terbang ke Singapura."

"Siapkan mobil, aku akan ke bandara."

Caspar segera mengutuki dirinya sendiri yang mengambil keputusan terlalu lama. Seandainya ia menyuruh Jadeith menyelidiki dari tadi malam, tentu ia masih akan bertemu Finland, di hotelnya sendiri!

Ia buru-buru mengganti pakaiannya agar terlihat rapi dan berusaha menyegarkan kepalanya dengan dua cangkir espresso.

Ia akhirnya akan bertemu Finland kembali.

Ia sudah sangat rindu. Ia rela menerima kemarahan gadis itu sekali ini karena melanggar janjinya dan kembali melacak Finland. Itu urusan nanti.

Ia berkali-kali menyuruh Jadeith untuk menyetir lebih cepat. Ia tidak memperhatikan wajah keponakannya yang tampak gelap. Setibanya di bandara ia buru-buru berlari ke counter check in SQ untuk penerbangan ke Singapura. Jadeith hanya bisa menghela napas panjang melihatnya keluar dari mobil dengan tergesa-gesa. Ada satu informasi yang ingin disampaikannya kepada Caspar tetapi ia tidak tega.

Caspar telah melihat Finland yang sedang mengantri untuk check in di counter bisnis. Ia hampir menghambur ke arah perempuan yang demikian dirindukannya itu, ketika tiba-tiba ia melihat Rory datang dengan menggendong Aleksis sambil membawa secangkir kopi dan menyerahkannya kepada Finland. Finland tersenyum dan menerima kopi itu sambil mengucap terima kasih. Wajahnya tampak sedikit mengantuk tetapi ekspresinya dipenuhi kebahagiaan.

Ia meminum kopinya seteguk lalu mengembalikannya kepada Rory dan ganti menggendong Aleksis.

Seketika Caspar tertegun.

Ia sudah bisa menerima Finland mendonorkan sel telurnya beberapa tahun yang lalu dan mempunyai anak bersama Jean... Tetapi kini melihat Finland memiliki anak bersama Lauriel membuat hatinya sakit luar biasa. Caspar sekarang mengerti mengapa Finland tidak menghubunginya setelah Jean bangun dari koma. Ia ternyata bertemu Lauriel dan melupakan Caspar. Finland sendiri yang waktu itu mengatakan bahwa hubungan mereka sudah berakhir.

Caspar merasa karma sungguh terlalu kejam kepadanya.

Ia memang menyakiti sangat banyak wanita di masa lalu, tetapi ia merasa sudah cukup dihukum selama ini dengan kepergian Finland.

Ia tak menyangka karma akan menghukumnya dengan lebih berat dan membuatnya melihat satu-satunya perempuan yang ia cintai sekarang bersama Lauriel dan bahkan punya anak bersamanya.

Tak terasa air matanya mengalir pelan-pelan.

Hatinya belum pernah sesakit ini.

.

@@@@@@@@@@@

Dari Penulis:

Iya, kasian sih sama Caspar, dia salah paham begini. Hanya karena ingin memegang janji sama Finland, dia tidak melacaknya selama hampir dua tahun dan setia menunggu Finland yang menghubungi...

Tapi bayangin, berapa banyak perempuan yang sudah dia sakiti di masa lalu? Mungkin memang Caspar sedang dikasih pelajaran supaya tidak mempermainkan cinta perempuan. Pelajarannya pahit tetapi penting. Nanti kalau dia sudah bersatu lagi dengan Finland, dia akan ingat betapa beratnya perjuangan agar mereka bisa kembali bersama.. dan akan lebih menghargai setiap momen kebersamaan mereka.

Maaf ya, untuk para penggemar Babang Caspar, kalian mesti lihat dia patah hati begini... Saya juga nggak tega. Tapi kan nggak bisa ujug2 happy ending tanpa ada penyelesaian semua konflik mereka terlebih dulu.

Saya janji cerita ini happy ending kok. Tapi kalian bersabar ya... Semua harus melewati alur cerita yang runut dan rapi.

Next chapter