webnovel

Adu Domba Sophia

Dengan susah payah Caspar keluar dari penthousenya dan turun ke lobi Hotel St. Laurent. Ia menelepon Jadeith agar menyiapkan mobil untuk membawanya ke bandara. Staf hotel dan para tamu yang melihatnya berjalan agak terhuyung merasa keheranan.

Caspar tidak pernah terlihat mabuk sebelumnya seperti itu. Para staf tampak tidak tahu harus bersikap bagaimana. Mereka ingin membantunya tetapi takut dianggap tidak sopan.

"Hei... kau kenapa, sih?" Mereka tampak lega karena Sophia yang baru keluar dari lift segera menghampiri Caspar dan memegang bahunya. "Kau mabuk?"

"Hmm.." Caspar mengangkat bahu.

"Ada sesuatu yang terjadi? Kau tadi pagi buru-buru ke bandara, dan sekarang malah minum banyak begini..." Sophia menyipitkan matanya dan mengamati Caspar penuh perhatian. "Kau mau ke mana?"

"Ke Singapura."

Jadeith sudah tiba dan memberi tanda bahwa mobil sudah siap.

"Aku ikut. Kau tidak bisa dibiarkan pergi dalam keadaan begini. Setidaknya biarkan aku membalas kebaikanmu padaku dan membantumu kali ini."

Sophia membantu Caspar berjalan ke mobil dan duduk di sampingnya. Sesaat sebelum mobil bergerak ia berubah pikiran.

"Jadeith, tunggu sebentar, aku akan mengambil sup hangover dari restoran."

Sophia keluar dari mobil dan masuk kembali ke hotel. Ia kembali beberapa menit kemudian dengan tempat makanan berisi sup hangover dan alat makan dari restoran hotel. Ia membiarkan Caspar tidur di perjalanan menuju bandara. Setibanya di sana ia mengurusi dokumen mereka dan membantu Caspar masuk ke dalam pesawat pribadinya. Setelah mereka mengudara ia segera menyajikan sup hangover dan kopi untuk Caspar agar pemuda itu segera pulih.

"Makanlah... biar keadaanmu membaik," kata Sophia sambil menyuapi Caspar. "Aku belum pernah melihatmu seperti ini. Apakah ini ada hubungannya dengan istrimu? Aku tak bisa membayangkan penyebab selain itu..."

Caspar mengangguk pelan. Ia semula menolak sup dari Sophia, tetapi setelah didesak beberapa kali akhirnya ia menerima juga.

"Ada apa dengannya?" tanya Sophia.

"Ia akhirnya meneleponku," Caspar menjawab dengan enggan.

"Apa? Kenapa lama sekali? Lalu apa katanya?"

"Katanya ia sudah memaafkanku..."

"Lalu?"

"Ia ingin bertemu. Aku rasa ia ingin agar kami bertemu terakhir kalinya, untuk menyelesaikan masalah di antara kami."

"Lalu mengapa kau sampai minum hingga mabuk seperti ini? Bukankah itu kabar baik?"

"Kau masih ingat anak Lauriel kemarin?"

"Hmm.. kenapa rupanya?"

"Itu anak Finland."

"Ohh..." Sophia menekap mulutnya dengan ekspresi terkejut. "Itukah... itukah sebabnya kau jadi seperti ini?"

Caspar mengangguk.

"Aku tidak tahu apakah aku akan sanggup bertemu langsung dengannya. Aku mungkin akan tambah mempermalukan diriku di depannya kalau itu terjadi. Aku takut kalau aku bertemu dengannya, aku hanya akan memohon Finland untuk kembali kepadaku... Itu pasti akan sangat memalukan."

Sophia menggigit bibirnya. "Jangan lakukan itu. Aku tidak rela melihatmu mempermalukan dirimu di depannya. Kau sudah terlalu banyak berkorban..."

Caspar tidak menjawab.

Perjalanan ke Singapura baginya terasa terlalu singkat. Hatinya belum siap. Tahu-tahu mereka sudah tiba di Hotel Continental dan jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Finland akan segera tiba.

"Kalau kau tidak sanggup bertemu dengannya, biarkan aku saja yang mewakili. Aku akan menyampaikan pesanmu, dan menerima pesan darinya untukmu," kata Sophia yang melihat wajah Caspar yang sangat muram.

Finland sudah tiba di lobi hotel dengan Aleksis. Ia segera mengirim SMS kepada Caspar memberi tahu kedatangannya. Caspar yang sudah melihatnya dari balik dinding lift hampir berjalan ke arah Finland, ketika ia melihat Aleksis dalam gendongan gadis itu.

Seketika ia terpaku dan matanya menjadi sangat sedih. Ia lalu menoleh kepada Sophia.

"Sophia... aku tidak sanggup bertemu dengannya. Tolong kau mintakan cincin ibuku darinya, agar urusan kami selesai. Aku tunggu di penthouse."

Setelah berkata begitu ia lalu masuk ke dalam lift dan memencet tombol lantai 40. Pintu lift menutup tepat saat Finland menoleh ke arahnya. Ia sedikit menangkap bayangan tubuh Caspar sebelum pintu lift tertutup dan jantungnya berdetak cepat.

Apakah itu Caspar? Mengapa ia tidak keluar lift?

"Selamat malam, Finland." Sophia tahu-tahu sudah ada di hadapannya saat Finland sibuk dengan pikirannya sendiri. "Caspar mengirimku untuk bicara denganmu."

"So.. Sophia? Kenapa ia tidak mau menemuiku?" tanya Finland dengan kekecewaan yang tidak dapat disembunyikan.

"Maaf, dia sibuk. Ia memintaku untuk menerima cincin ibunya darimu."

"Aku mau bertemu langsung dengannya..." desak Finland.

"Maaf, dia tidak mau bertemu."

"Ada yang mau kusampaikan kepadanya... Ini penting."

"Kau bisa sampaikan kepadaku."

Finland menatap Sophia yang cantik dan berpenampilan anggun di depannya. Seketika ia ingat bahwa Sophia adalah seorang purist yang tidak berhubungan baik dengan keluarga Caspar. Kenapa sekarang ia ada di sini?

"Kenapa kau ada di sini?" tanyanya dengan suara tercekat.

"Aku sudah tinggal bersama Caspar sejak setahun yang lalu. Aku meninggalkan keluargaku untuk bersamanya."

Finland menggigit bibirnya.

"Apakah kalian....?"

Sophia mengangguk mendengar pertanyaan Finland yang tidak berhasil diucapkannya hingga selesai,

"Aku sangat mencintainya. Ia memang sulit melupakanmu, tetapi akhirnya ia sadar bahwa hubungan dengan manusia biasa sepertimu terlalu rumit."

"Tapi aku... " Finland tanpa sadar menggigit bibirnya hingga berdarah. "Tapi anak kami...."

Wajah Sophia tampak terkejut tetapi ia cepat menyembunyikan kekagetannya.

"Dia tahu sejak tahun lalu bahwa kau punya anak, tetapi ia menduga itu adalah anak hasil hubunganmu dengan Jean. Itulah yang membuat ia sadar bahwa sudah saatnya ia melupakanmu dan melanjutkan hidupnya."

"Kalau dia tahu aku punya anak... kenapa ia tak pernah menghubungiku?"

"Kau pikir Caspar tidak tahu apa yang terjadi denganmu? Dia memiliki akses luar biasa ke mana saja. Ia tidak mau menghubungimu karena ia sengaja ingin melupakanmu. Kau tidak tahu betapa ia banyak menderita setelah kau meninggalkannya."

Finland segera berurai air mata mendengar kata-kata Sophia yang diucapkan dengan dingin.

"Tidak mungkin... Caspar tahu aku dan Jean bersahabat. Aku tidak pernah tidur dengan orang lain. Anakku ini adalah anaknya..."

Sophia tersenyum prihatin dan menggeleng-geleng.

"Kau tidak bisa menyalahkannya. Kau selalu lebih memilih Jean daripada dirinya... tentu beralasan jika Caspar menduga itu bukan anaknya. Kumohon jangan buat ia lebih menderita lagi. Caspar sudah berjuang keras melupakanmu selama setahun terakhir ini..."

"Aku harus mendengar sendiri darinya...." Finland berkeras.

"Kau mau mendengar langsung dari Caspar bahwa ia sudah membencimu dan menolak anak ini? Silakan saja..." Sophia menyerahkan ponsel kepada Finland, menyuruhnya menelepon Caspar, "Aku tadinya ingin menjaga perasaanmu, tapi kau keras kepala."

Finland mengigit bibirnya yang sudah berdarah dengan perasaan kalut. Ia teringat nada suara Caspar tadi siang di telepon yang begitu dingin. Air matanya mengalir semakin deras.

Semuanya terjadi tidak sesuai perkiraannya.

Caspar bukannya gembira saat dihubungi olehnya, ternyata ia sebenarnya sudah lama tahu Finland punya anak, tetapi malah menduga Finland selingkuh dengan Jean dan melahirkan Aleksis...

Finland merasa sedih sekali...

Ia mengangkat teleponnya dan dengan terisak-isak menghubungi Lauriel.

"Bi... bisakah kau menjemput kami ke sini...? Aku... aku tidak sanggup pulang sendiri...." bisiknya lirih.

Sophia memandang Finland dengan seringai tersungging. Ia lalu mengulurkan tangannya.

"Tolong kembalikan cincin ibunya Caspar."

Finland berusaha menahan agar tangisnya tidak tambah pecah, segera melepaskan cincin bertatahkan berlian berwarna biru seperti mata Caspar dari jarinya lalu diserahkan kepada Sophia. Ia lalu menghapus air matanya dan berjalan ke sofa lobi berusaha menenangkan diri hingga Lauriel tiba.

Sophia tersenyum menerima cincin itu lalu masuk ke lift dan naik ke penthouse Caspar di lantai 40.

Lauriel tiba 10 menit kemudian dan Finland tak dapat menahan kesedihan segera menghambur ke pelukannya. Ia menangis pedih di dada Lauriel.

"Ssshh... kalian bertengkar?" tanyanya lembut sambil mengusap-usap rambut Finland.

Finland tidak menjawab. Ia hanya sesenggukan dan mengangguk.

Lauriel menunggu hingga tangis Finland reda dan terus menenangkannya. Ia sama sekali tidak mempedulikan pandangan orang-orang yang menatap mereka keheranan.

Setelah beberapa saat akhirnya Finland menjadi tenang.

"Kita pulang ke hotel kita, ya..." kata Lauriel sambil mengambil Aleksis dari tangan Finland. Ia merangkul bahu gadis itu dan membawanya keluar Hotel Continental.

"Aku mau pulang ke Amerika..." bisik Finland dengan suara serak. "Aku tidak punya tujuan lagi di sini..."

"Baiklah. Kita akan pulang ke hotel mengambil koper, lalu langsung ke bandara," kata Lauriel dengan suara lembut. "Besok kita sudah di San Francisco."

Finland mengangguk. Ia mengusap bibirnya yang berdarah dan menahan tangisnya yang kembali hendak pecah.

Masih sedih sih... tapi ya mau gimana lagi. Casparnya terlalu cinta sama Finland, jadi dia nggak sanggup ketemu langsung sama Finland. Jadinya timbul kesalahpahaman lagi...

Plus ada Sophia yang mengambil kesempatan dalam kesempitan...

Yang sabar ya, bacanya.... sengaja saya kasih 2 chapter lho...

Caspar dan Finland pasti bersatu kembali kok nanti...

Missrealitybitescreators' thoughts
Next chapter