35 35. Kemarahan Ken

Sebuah mobil mewah memasuki halaman rumah pantai tersebut, seorang pria dengan pakaian rapi keluar dari dalam mobil dan melihat ke sekeliling rumah.

" Selamat Pagi, Pak Feri!" sapa seorang pria setengah baya sambil membawa sapu lidi.

" Pagi, Pak Maman!" jawab Feri.

" Apa dia ada?" tanya Feri.

" Ada, Pak! Di Bar!" kata Maman.

" Cih! Dasar Pria Lemah!" kata Feri.

" Apa ada yang perlu saya bantu, Pak?" tanya Maman.

" Tidak usah, Pak! Pak Maman pergi saja melanjutkan pekerjaan!" kata Feri.

" Kalo begitu saya permisi!" kata Maman. Feri menganggukkan kepalanya dan berjalan meninggalkan Maman yang melanjutkan menyapu halaman. Feri membuka pintu rumah tersebut dengan cara menggesernya ke arah kanan. Kakinya melangkah ke arah tangga menuju ke lantai dua dan berhenti tangga teratas. Bau alkohol menguar dihidung Feri, dia berjalan menuju ke arah Mini Bar yang terletak diujung ruangan. Dilihatnya seorang pria tergeletak di atas sofa dengan beberapa kaleng bir berserakan di meja.

" Mau jadi apa lo?" kata Feri ambigu. Dia pergi ke kamar mandi yang terdapat di sebelah Bar dan mengambil segayung air. Byurrrr! Tiba-tiba Feri menyiram pria itu dengan sengaja.

" Fuck!" ucap pria itu kaget dan terduduk.

" Apa lo sudah gila?" ucap pria itu.

" Lo yang gila!" teriak Feri.

" Aaaaa! Shittt! Kepala gue!" kata pria itu memegang kepalanya yang terasa sakit akibat mabuk semalaman. Feri mengambil obat dari lemari P3K di dekat situ yang memang sengaja diletakkan disitu.

" Minum!" kata Feri. Pria itu meminum obat yang diberikan oleh Feri lalu meminumnya.

" Jam berapa?" tanya pria itu.

" Jam 10!" jawab Feri.

" Malam?" tanya pria itu.

" Pagi pemabok!" kata Feri agak keras.

" Aaaa! Apa lo nggak bisa bicara pelan?" tanya oria itu.

" Sayangnya kalo bicara sama lo, gue harus teriak!" kata Feri kesal.

" Brengsek lo! Pergi sana! Gue nggak butuh lo!" kata pria itu lagi, dia berdiri sempoyongan dan berjalan ke arah kamarnya. Sesekali dia berpegangan pada sesuatu untuk menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.

" Gue juga nggak akan kesini kalo bukan bekas istri lo yang suruh!" kata Feri lagi.

" Hahaha! Bukannya kalian akan menikah?" kata pria itu tertawa, perlahan sakit kepalanya berkurang.

" Cih! Kabar dari mana itu!" kata Feri kesal.

" Bukannya lo cinta sama dia?" tanya pria itu yang telah masuk ke dalam kamarnya dan masuk ke dalam kamar mandi. Feri mengikuti langkah pria itu dan duduk di sofa.

" Shiitttt!" teriak pria itu, dia merasa tombol yang ditekannya salah, sehingga showernya mengeluarkan air dingin. Dengan cepat dia mematikan dan menekan tombol yang satunya. Feri mengeluarkan ponselnya karena bergetar, sebuah nama tertera dilayar, dia tersenyum melihatnya.

" Halo, Er!" F

" Halo, Fer!" E

" Bagaimana?" F

" Sudah! Seperti tebakan kamu!" F

" Apa dia sudah bangun?" E

" Sudah! Dia mandi!" F

" Suruh dia makan!" E

" Iya!" F

" Jangan....!" E

" Gak usah menghiraukan hidup gue lagi!" kata pria itu yang telah berdiri di pintu kamar mandi dengan hanya memakai handuk memotong pembicaraan Feri di telpon.

" Lo tu nggak ada syukur-syukurnya, ya, jadi orang! Masih untung mantan istri lo perhatian sama lo!" kata Feri kesal.

" Gue nggak butuh belas kasih siapapun!" kata pria itu tegas, lalu masuk ke walk in closetnya untuk memakai pakaian.

" Jangan di dengarkan, Er! Kamu tahu sendiri sifat dia!" F

" Aku...aku akan ke Paris untuk 3 bulan!" E

" Iya! Aku akan mengantarmu ke bandara!" F

" Salam buat dia!" E

" Iya!" F

Feri menutup ponselnya saat dilihatnya pria bodoh itu berjalan ke arah balkon.

" Lo emang berengsek, tau! Tega lo ngomong gitu pada mantan istri lo!" kata Feri marah.

" Siapa suruh dia begitu?" tanya pria itu.

" Kalo saja bukan karena mantan istri lo yang suruh gue kesini, gue ogah dateng liat kelakuan lo yang kekanakan kayak banci tau!" cerca Feri penuh emosi.

" Gue sudah bilang sama lo juga kalo gue nggak butuh kalian!" jawab pria itu angkuh.

" Nggak guna juga gue disini! Serah lo deh mau ngapain! Mau idup kek mau mati kek, serah lo!" kata Feri dengan amarah yang meluap. Lalu Feri pergi meninggalkan pria itu sendiri dengan mulut nggak berhenti mengomel.

" Bener-bener orang gila! Apa udah mati hatinya! Bisa gila gue kalo gini terus!" kata Feri ambigu. Pria itu duduk di sofanya dan membuka laptopnya, dia membuka salah satu file yang ada disitu dan menatapnya dengan wajah yang tidak bisa diartikan. Sesekali dia tersenyum, sesekali dia mengusap kasar wajahnya dan sesekali matanya berkaca-kaca. Dia berjalan ke arah walk in closetnya dan membuka brankas besinya, diraihnya sebuah kotak panjang bludru berwarna navy. Dibukanya kotak tersebut lalu diambilnya pena yang ada di dalamnya. Didekapnya pena tersebut dengan erat, seakan pena itu adalah benda yang paling berharga baginya.

Netta datang ke Rumah sakit untuk check up, dia diantar oleh Bastian, sopir pribadi Ken yang telah dipercaya sekali.

Sementara itu saat malam hari di Rumah Sakit, Diana sedang bertugas untuk jaga di bagian IRD. Dilihatnya jam menunjukkan angka 2 dini hari, dia membaringkan tubuhnya di kamar khusus dokter yang tersedia di Rumah Sakit. Kamar tersebut memiliki 2 tempat tidur dan 2 buah meja serta 2 buah lemari untuk dokter jaga.

" Di!" panggil seorang dokter melongok ke dalam kamar. Saat Diana baru saja membuka jas dokternya dan berbaring di ranjang.

" Hmm?" sahut Diana tanpa melihat, karena dia sibuk melihat ponselnya yang terdapat 1 panggilan masuk dari Ken dan 53 panggilan masuk dari Jack, asisten Ken.

" Boleh masuk?" tanya dokter itu.

" Cih!" decih Diana pada dokter muda itu. Kemudian dia menghubungi Jack karena takut jika ada yang penting.

" What is it?" tanya Diana yang meletakkan ponselnya ke telinganya.

" Can you teach me how you do that?" tanya dokter muda itu.

" You can do that...Hallo, Jack?" sapa Diana. Tapi tidak ada yang menjawab di seberang.

" Please, Di!" pinta dokter itu lagi.

" Come on Shawn! You are very clever!" kata Diana melihat layar ponselnya yang meminta VC, diana menekan tombol VC.

" Please!" pinta Shawn memegang tangan Diana. Ternyata yang menelpon adalah Jack, tapi yang muncul adalah wajah Ken yang terlihat menggelap karena melihat ada yang memegang Diana.

" Ok! Ok! I'll do it! Ok!" jawab Diana, lalu melihat ke layar dan tersenyum saat yang dilihatnya adalah Ken.

" Thank you!" ucap Shawn lalu memeluk Diana dan pergi. Dan hal itu sontak membuat wajah Ken semakin menggelap.

" Ken!" sapa Diana mesra.

" Apakah kamu sudah menjadi jalang?" tanya Ken geram.

" Apa maksudmu, Ken?" tanya Diana kaget, dia benar-benar tidak percaya jika Ken akan mengatakan hal ini padanya.

" Sudah berapa banyak pria yang kamu goda?" tanya Ken.

" Atau sejak aku tinggal, kamu telah kencan dan tidur dengan beberapa pria?" kata Ken marah.

" Kenapa kamu bicara seperti itu, Ken? Kamu tahu jika kamu yang pertama menyentuhku!" kata Diana sedih.

" Hah! Aku memang gak sudi jadi yang kedua atau selanjutnya! Nikmati saja kehidupan barumu bersama pria-pria itu!" kata Ken lalu mematikan sambungan telponnya. Tubuh Diana menjadi lemas, dia tidak menyangka jika Ken memperlakukannya seperti ini! Setelah apa yang dia berikan! batin Diana, dia menangis dengan menutupkan bantal di wajahnya, agar tidak ada yang mendengarnya.

avataravatar
Next chapter