webnovel

Chapter 10 : Siapa yang salah!

Kejadian pagi itu belum juga selesai rupanya, karena ibu Hartini menceritakan semua kepada Haris setelah pulang darii kantor tentang bagaimana kelakuan istrinya kepada Renata tadi pagi.

"Mungkin Maya tidak sengaja Bu, Haris rasa ini semua cuma salah paham." ucap Haris setelah mendengarkan ibunya bercerita dengan emosi.

"Jadi kamu itu nggak percaya sama Ibu Ris? kalau istri salah ya jangan dibela dong! Renata itu sudah baik sama kita dari dulu, keluarga dia juga. Gimana Ibu tidak emosi saat Istri kamu yang nggak tahu apa-apa itu melarang Renata untuk sering datang kesini." terang Ibunya lagi.

"Nanti biar Haris ngomong sama Maya. Haris juga akan minta Maya untuk minta maaf sama Renata. Sekarang Ibu tenang biar tensi ibu tidak tinggi. Haris ke kamar dulu." kata Haris kembali.

Dikamar, Maya sudah siap untuk berangkat kerumah orang tuanya sesuai yang dijanjikan Haris. Melihat Harus datang, Maya segera menghampiri suaminya dan membantunya melepas dasi dan juga sepatutnya.

"Mas Haris mau mandi sekarang? biar aku siapkan air hangatnya." ucap Maya dengan semangat seperti biasa.

Namun Haris hanya diam tidak menjawab pertanyaan Maya, membuat Maya bertanya kembali, "Mas, kamu kenapa? capek? mau aku pijitin?" tanya Maya lagi.

Haris menghela nafas panjang, dan membuat Maya semakin bingung.

"May, kata ibu kamu tadi pagi membuat ulah dengan mengatakan bahwa Renata tidak seharusnya sering datang kesini, apa itu benar?" tanya Haris sambil menatap Maya.

Maya terdiam, dia tahu betul jika masalah yang terjadi tadi pagi tidak akan selesai semudah itu, apalagi menyangkut soal Renata yang menjadi kesayangan Ibu mertuanya itu.

"May? kenapa diam? apa itu semua benar?" tanya Haris lagi.

"Bukan begitu Mas maksud aku, aku hanya bertanya apakah Renata tidak ada kesibukan karena dia setiap hari datang kesini. Cuma itu Mas, apa aku salah?" jelas Maya meminta pendapat suaminya.

"May, harusnya kamu tidak mengatakan hal itu. Kamu kan tahu Renata dan kami bagaimana, kami dekat sedari dulu. Apalagi Ibu, Renata sudah seperti anaknya sendiri. Pantas saja Ibu se marah itu sama kamu." terang Haris.

"Mas, jadi kamu juga ikut menyalahkan aku?! yang benar saja Mas! aku cuma bertanya, apa itu salah? kamu harusnya lebih mengerti aku, bukan malah ikut menyalahkan aku seperti ini!" ujar Maya kecewa dengan sikap Haris.

"Bukan begitu May, Aku cuma ...."

Belum sempat Haris melanjutkan ucapannya, Maya sudah lebih dulu memotong. Maya menarik nafas dalam-dalam mencoba menenangkan diri, lalu dia mengatakan,

"Sudahlah Mas, jangan diteruskan lagi. Sekarang kamu maunya apa. Kamu mau aku harus ngapain?" anya Maya lelah karena merasa dirinya selalu salah dimata Ibu mertuanya dan suaminya.

"Aku sayang sama kamu May, aku mau semuanya baik-baik saja. Jadi aku minta tolong sama kamu untuk minta maaf sama Renata, dan juga Ibu. Kamu mau kan?" ujar Haris sambil memegang kedua tangan Maya.

Maya tidak memberikan jawaban, dia sendiri masih mencoba untuk menenangkan hatinya yang begitu amat terluka. Dia tidak habis pikir, suaminya juga ikut menyalahkan dirinya tanpa mau tahu bagaimana perasaan Maya sebenarnya. Maya tahu, hanya dengan mengalah dan menerima semua yang diminta Haris, hubungan antara dia dan suaminya akan tetap baik-baik saja.

"Baiklah Mas, sesuai yang kami minta." jawab Maya lirih.

Haris kemudian memeluk istrinya itu, tangis Maya pecah, dia tidak lagi dapat menahan rasa sakit yang ada pada hatinya, hanya dengan menangis, dia merasa semua akan lebih baik.

* * *

Malam itu Maya tidak jadi berangkat kerumah kedua orangtuanya, karena Haris mengatakan jika situasi dirumah tidak baik. Dengan mereka pergi, itu akan menambah semua keadaan menjadi lebih tidak baik. Maya merasa lebih kecewa lagi, tapi lagi dan lagi, dia hanya bisa mengikuti keinginan suaminya. Padahal Maya sudah sangat rindu dengan ayah dan ibunya.

Keesokan harinya, Maya dan Haris menunggu kehadiran Renata yang memang sengaja di tunggu oleh mereka. Maya ingin meminta maaf tentang kejadian kemarin. Ibu Haris merasa senang dengan keputusan anaknya.

Tidak lama kemudian, Renata datang. Ibu Hartini menyambut kedatangan Renata seperti biasa, sangat penuh cinta.

Renata tersenyum kepada Haris dan menyapa Maya yang hanya terdiam membisu. Renata tahu betul jika Maya tidak nyaman dengan keadaan yang terjadi, tapi itulah yang diinginkan Renata.

"Hai Ris, May. Sorry lama, aku harus pergi ke kantor papa sebentar untuk bertemu dengan notaris pribadi papa." ujar Renata.

"Oh tidak masalah. Tumben sekali kamu ke kantor papamu, apa ada masalah?" tanya Haris.

"Enggak, aku cuma merasa bahwa setelah apa yang dikatakan Maya kemarin, itu ada benarnya juga. Aku memutuskan untuk bergabung dengan om aku yang memang ditunjuk oleh papa sendiri handle perusahaan sampai aku siap. Dan aku bilang sama om aku jika aku ingin belajar bisnis." terang Renata.

"Bagus itu Ren, kalau kamu butuh bantuan, aku siap membantu kamu. Dan hari ini sebenarnya Maya ingin minta maaf soal ucapan dia kemarin yang mungkin membuat kamu tersinggung, atas nama Maya, aku minta maaf."

"Iya Ren, aku minta maaf soal ucapan aku kemarin. Aku tidak ada maksud untuk menyinggung kamu. Sekali lagi aku minta maaf." sambung Maya.

"Oh, tidak perlu minta maaf Ris, May. Aku baik-baik saja. Seperti yang aku bilang tadi, dengan adanya ucapan Maya, aku jadi bisa mengambil keputusan. Benar kan Tante?" ucap Renata mencoba menarik simpati Ibu Haris dan juga Haris sendiri.

Ibu Haris semakin kagum dengan Renata, begitu mudahnya Renata mengambil simpati Ibu Haris tanpa bersusah payah. Haris sendiri lega dan juga tidak menampik jika kagum dengan ucapan bijak Renata yang sebenarnya hanya manis di mulut namun lain di hati. Renata merasa sedang menang lotre. Dalam hatinya begitu senang.

Sementara Maya, dia hanya bisa mengalah dan mengikuti keinginan suami dan juga ibu mertuanya. Maya tidak tahu kapan suara hatinya bisa didengar dan di hargai dirumah itu. Bagi Maya, dia seperti sebuah boneka hidup yang harus melupakan jika dia punya hati. Dengan begitu dia tidak akan pernah merasakan sakit hati dan juga kekecewaan. Tapi nyatanya masih tidak bisa, semakin lama Maya merasa sudah lelah. Dia hanya berusaha melakukan yang terbaik sebagai seorang istri dan juga menantu. Tapi yang dia rasakan hanya sebuah kekecewaan semata. Renata meratapi nasib rumah tangganya yang baru akan menginjak satu tahun. Dia selalu ingat pesan kedua orangtuanya, jika usia pernikahan mereka masih rawan dengan pertengkaran karena masih fase pengenalan yang sesungguhnya. Maya selalu bergulat dengan hati dan pikirannya, Haruskah dia yang selalu mengalah dan mengerti keinginan suami dan ibu mertuanya.