webnovel

Star Chronicles of Origin

Ren Kaito, seorang anak yatim piatu akibat perang saudara. Satu dari sedikit anak-anak yang selamat dari tragedi malam darah dimana genosida terjadi. Sepuluh tahun berlalu pasca kejadian itu, perangpun telah berakhir. Dia yang saat ini menyandang gelar Raja Naga Pertama karena prestasinya yang gemilang semasa perang saudara juga kemampuannya yang ditakuti oleh sekutu maupun musuh harus memulai hidup barunya. Sang Jenderal, ayah angkatnya memberikan dia misi untuk pergi ke Jepang tapi apa yang sebenarnya terjadi adalah.....Sang Jenderal hanya ingin anak angkatnya itu hidup normal seperti remaja seusianya sebisa mungkin.

Neezuria · Fantasy
Not enough ratings
30 Chs

Interlude: Kakak dan Adik

Ruang makan.

Ren yang sebelumnya di seret oleh Angie sekarang duduk di kursinya sambil menatap makanan-makanan lezat di meja makan.

(Makanannya....)

Dia menelan ludah menahan rasa untuk segera menyantap makanan yang disajikan tersebut.

Angie yang melihat tatapan Ren yang seperti hewan buas saat melihat mangsanya hanya bisa menghela nafas.

"Ren, apa-apaan tatapanmu itu? Itu menakutkan tahu, jangan hanya dilihat saja makanannya, cepat makan"

"Angie benar Ren, ayo cepat makan nanti keburu dingin"

Angie dan ibunya sepertinya memiliki pendapat yang sama tentang Ren.

"Dimengerti. Selamat makan!!"

Ren mengangkat garpu dan sendoknya dengan senang hati lalu mulai memakan makanan yang disajikan untuknya dengan table manner yang cukup bagus.

(Enak!!)

(Entah sudah berapa lama aku tidak makan makanan seenak ini, biasanya hanya makan ransum untuk tentara selama perang..)

Ren menatap makanan itu dengan mata berbinar hingga meneteskan air mata karena makanannya terlalu lezat untuknya. Angie dan ibunya yang melihat ini tersenyum lembut, sudah lama sekali bagi mereka tidak bertemu Ren.

Merekapun menyelesaikan makan siang bersama dengan cepat tanpa mengobrol untuk menghormati makanan. Barulah diakhir Rina meminta Ren menceritakan semuanya.

Atas permintaan Rina, Renpun menceritakan semuanya, sebuah cerita dari awal dimana dia dibawa Gilbert dari rumah tersebut untuk menjadi seorang prajurit hingga menjadi bagian pasukan khusus, tentunya Ren menghilangkan semua hal yang mengarah ke identitasnya sebagai Alpha, raja naga pertama.

Ren menilai bahwa terlalu berbahaya memberikan informasi itu ke Angie dan ibunya. Informasi itu sendiri setara dengan rahasia negara dan dapat membuat mereka diincar oleh orang-orang yang tidak suka akan keberadaan 7 raja naga dan mereka yang berada di faksi berlawanan dengan Gilbert sebagai gubernur jenderal serta jika mereka membocorkan informasi itu dengan atau tanpa sengaja dapat membuat mereka dihukum mati. Ren jelas tidak mau membahayakan orang-orang yang berharga baginya, jadi dia menghilangkan berbagai detail khusus walaupun kemungkinan besarnya Angie maupun Rina sudah tahu akan fakta bahwa Ren menjadi bagian dari divisi bulan darah dan tentu saja bagian dari proyek "Herakles" serta sub-proyeknya, proyek "Azzazel" , tapi mereka hanya diam saja sambil mendengarkan dan sesekali membalas cerita Ren dengan senyuman.

Setelah Ren selesai menceritakan kisahnya selama sepuluh tahun, Angie maupun Rina hanya bisa membalas dengan tatapan penuh rasa iba.

"Jadi begitu ya....Ren, kamu sudah melakukan yang terbaik, tolong jangan paksakan dirimu lebih jauh lagi"

Rina menatap Ren dengan tatapan sedih dan penuh rasa bersalah, dia merasa bahwa ini salahnya sehingga Ren dibawa ke medan perang. Dia seharusnya memaksa Gilbert untuk mengembalikan Ren walaupun dia tahu bahwa peluangnya sangat kecil, tapi tetap saja dia benar-benar tidak mau putra angkatnya menghadapi bahaya dan kematian yang bisa terjadi kapan saja seperti itu saat usianya masih anak-anak.

"Ibu benar Ren, kamu telah melakukan yang terbaik yang kamu bisa, kalian yang telah berkorban untuk negara ini adalah pahlawan dan sudah cukup pengorbanan kalian itu. Tolong hiduplah dengan tenang mulai sekarang, dan tenang saja aku akan membantumu..karena kamu adalah adik laki-lakiku yang sangat aku cintai"

Setelah mengatakan itu, Angie mengambil kepala Ren lalu meletakkannya di bahunya agar dia bersandar sambil mengusap kepalanya. Dahulu dia sangat sedih saat Ren dibawa oleh ayahnya, Gilbert. Dia menangis sangat lama dan mogok makan saking memikirkan Ren, adik kecilnya yang berharga. Sekarang sepuluh tahun telah berlalu, Ren telah berubah. Dia menjadi seorang pemuda yang gagah tapi...tetap saja dimata Angie itu semua tidak berarti, Ren tetaplah Ren, baginya dia akan tetap menjadi adik kecilnya yang sangat dia cintai, perasaan ini tidak akan berubah serta memudar.

"Terima kasih, kakak dan nyonya..."

Ren membalas perasaan mereka dengan tersenyum, matanya berair lalu dia tertidur di bahu kakak perempuannya. Setelah Ren tertidur para pelayan laki-laki diminta membawa Ren ke kamarnya agar dia bisa tidur lebih nyenyak.

Lalu, beberapa jampun berlalu, Ren yang terbangun dikamarnya menatap langit-langit dengan linglung, dia merasa pusing seperti kepalanya berputar-putar layaknya gasing. Dia lalu keluar kamarnya dan menuju dapur untuk bertanya kepada Rina tentang keberadaan Angie. Rina yang sedang membantu pekerjaan para pelayan di dapur menjawab Ren bahwa Angie ada dibalkon. Ren yang mendengar itu segera pergi ke balkon untuk menemui Angie.

Disana, dibawah langit sore yang berwarna jingga, seorang gadis menatap langit dengan tatapan yang mengembara. Wajahnya cantik, tidak seperti Gilbert yang memiliki rambut coklat dan mata hitam, dia lebih condong ke ibunya yang memiliki rambut putih dengan mata biru, benar jika tidak melihat asal keluarga maka dia mirip dengan Ren hanya berbeda warna pupil mata saja. Dialah Angie Alberto, kakak perempuan(tiri) Ren.

"Kamu disini, Kak Angie"

Mendengar sapaan itu, tatapan Angie yang sebelumnya mengembara entah kemana segera kembali ke tubuhnya.

"Ren ya? Ada apa? Apa kamu butuh sesuatu? Seperti kasih sayangku, mungkin?"

Angie berbalik dan membalas perkataan Ren dengan nada menggoda.

"Ini sudah sore, Kak. Tolong jangan menggodaku terus" jawab Ren kecut.

"Fufufu, menggodamu itu adalah salah satu hal terbaik dalam hidupku, tahu"

Tidak seperti Ren yang tidak senang akan godaan itu, sang penggoda malah tersenyum ceria lalu perlahan mendekati Ren. Angie memeluknya dan membiarkan kepalanya ada di leher Ren.

"Ren.., tahukah kamu seberapa khawatir aku padamu saat itu?"

Angie berkata dengan lirih, Ren memang tidak terlihat nyaman atas pelukan itu tapi dia mewajarkannya.

"Ya aku tahu, Kak. Kamu sangat khawatir padaku bukan? Kamu bahkan terus menangis dan mogok makan selama seminggu penuh sehingga membuat Gilbert ketakutan akan kesehatanmu yang memburuk"

"Ya...benar, tapi bukan itu maksud pertanyaanku. Kamu memang masih tidak peka ya? Atau memang kamu semakin tidak peka..."

Angie tidak habis pikir akan sikap Ren, dia bertanya-tanya apa mungkin ayahnya tidak memberikan Ren pelajaran yang cukup sebagai manusia terutama sebagai laki-laki akan perasaan lawan jenis?

"Maafkan aku, mungkin ini efek dari "itu" "

Mendengar Angie terlihat mengutuk sikap Ren membuat Ren hanya bisa meminta maaf, dia memang tidak begitu mengerti tentang hubungan intrapersonal.

" "Itu" ya? Hah, sepertinya aku harus memarahi ayah habis-habisan" balas Angie dengan nada tidak senang.

Setelah itu keheningan terjadi sambil mereka terus berpelukan sementara beberapa saat kemudian terdengar suara.

Itu adalah suara sebuah mobil memasuki pekarangan rumah dan membuat Angie merespon suara tersebut dengan cepat.

"Kebetulan sekali, ayah sudah pulang. Jadi aku bisa memarahinya sepuasnya" kata Angie sambil tersenyum jahat.

Ren yang melihat ini hanya bisa terdiam sambil berdoa yang terbaik untuk keselamatan Gilbert.

(Semoga kamu tidak mati karena perkataan putrimu sendiri, Gilbert...)

Dia mengatupkan kedua tangannya berdoa untuk keselamatan Gilbert.

"Ren, ayo temui ayah"

Ren yang baru selesai berdoa ditarik Angie kembali ke dalam rumah untuk menemui Gilbert. Sayangnya semuanya tidak sesuai harapan, di ruang keluarga dimana Gilbert berada, dia sudah terlihat seperti akan mengatakan hal penting.

(Sial, apa lagi sekarang!?)

Ren hanya bisa menggerutu dan mengutuk karena betapa buruknya nasib yang dia alami sekarang.