webnovel

Star Chronicles of Origin

Ren Kaito, seorang anak yatim piatu akibat perang saudara. Satu dari sedikit anak-anak yang selamat dari tragedi malam darah dimana genosida terjadi. Sepuluh tahun berlalu pasca kejadian itu, perangpun telah berakhir. Dia yang saat ini menyandang gelar Raja Naga Pertama karena prestasinya yang gemilang semasa perang saudara juga kemampuannya yang ditakuti oleh sekutu maupun musuh harus memulai hidup barunya. Sang Jenderal, ayah angkatnya memberikan dia misi untuk pergi ke Jepang tapi apa yang sebenarnya terjadi adalah.....Sang Jenderal hanya ingin anak angkatnya itu hidup normal seperti remaja seusianya sebisa mungkin.

Neezuria · Fantasy
Not enough ratings
30 Chs

Persiapan

Gilbert yang baru saja pulang ke rumah mengerutkan kening melihat Angie berlari ke arahnya sambil menarik Ren.

Ren yang melihat tatapan aneh Gilbert membuang muka seakan-akan melarikan diri.

"Angie, jangan menarik Ren begitu, dia tidak suka hal seperti itu, kamu tau itu kan?"

Gilbert memulai percakapan dengan pertanyaan dan Angie yang mendengar itu menatap tidak senang.

"Apa masalahnya? Yah, lupakan itu.."

Dia melepas tangannya dari Ren dan mendekat ke ayahnya.

"Kita perlu bicara, Ayah"

Matanya yang menyipit tajam seakan-akan siap menembus musuhnya, dan Gilbert yang menjadi sasaran membuang muka dan mencari alasan untuk melarikan diri.

"Jangan sekarang, aku baru pulang jadi mari bicara nanti saat makan malam"

Setelah mengatakan itu, Gilbert pergi begitu saja. Angie yang kesal melihat ayahnya mengabaikan dia begitu saja ingin menghentikannya tapi—

Tangan Ren menghentikan dia, dan Ren menggelengkan kepalanya.

"Paman benar, Kak Angie. Biarkan paman istirahat terlebih dahulu, lalu kita akan bicara nanti saat makan malam"

Ren menyarankan karena situasinya seperti itu, Gilbert yang baru saja pulang kerja pasti lelah lalu jika Angie menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan bisa-bisa membuat Gilbert stress dan akhirnya emosi.

Gilbert orang yang keras dan tegas tapi walaupun begitu dia sangat menyayangi keluarganya, dia tidak pernah membentak anak perempuannya yang dia sayangi tapi tetap saja kondisi yang berbicara.

Walaupun dia adalah orang yang penyayang tapi jika dia stress karena dihujani pertanyaan maka dia tidak bisa berpikir jernih dan akhir terburuknya akan membentak Angie bahkan bermain tangan. Ren sangat mengerti itu dan dia tidak mau hal seperti itu terjadi, jadi dia menghentikannya dengan segala cara.

"Begitu ya..., kamu benar, Ren. Ayah pasti lelah, yah mau bagaimana lagi aku akan bicara padanya nanti"

Angie yang mendengar saran Ren setuju dengan itu, dia mengerti alasannya.

"Aku akan istirahat sampai waktu makan malam di kamarku, kamu juga harus istirahat, Ren"

Dia pergi sambil mengusap kepala Ren lalu berjalan ke kamarnya.

"Yah aku baru saja bangun tidur, tapi...mau bagaimana lagi, mari habiskan waktu di kamar"

Ren yang dengan enggan menerima perintah kembali ke kamarnya.

Ren yang kembali ke kamarnya hanya bisa menatap sekeliling.

"Sungguh nostalgia..." gumamnya.

Dahulu dia tidak lama di rumah keluarga Alberto tapi kenangannya benar-benar membekas di hatinya walaupun—

"....Saat itu menyenangkan walaupun aku tidak yakin masih mengingatnya dengan benar"

Karena efek dari proyek-proyek militer itu ingatannya menjadi kacau, dia hampir kehilangan seluruh ingatannya sebelum dia masuk ke militer walaupun dia bisa mempertahankan ingatannya sedikit— hanya sedikit...terutama ingatan tentang keluarganya dulu.

"Yah tidak ada gunanya bersedih sekarang, tidak akan merubah apapun" gumamnya lalu segera berbaring ke kasur untuk istirahat.

———————————————————

Beberapa jam kemudian, Ren terbangun karena suara pelayan.

"Permisi, Tuan Ren. Sudah saatnya makan malam" katanya.

"Ah begitukah? Aku mengerti, terima kasih. Aku akan segera kesana" balas Ren.

Setelah itu pelayanpun pergi dan Ren merapikan bajunya yang sedikit berantakan lalu segera turun ke ruang makan di lantai satu.

Di sana sudah ada Gilbert,Rina dan Angie serta para pelayan dan prajurit militer yang bertugas menjaga mansion di meja yang terpisah dari keluarga Alberto.

"Akhirnya kamu turun juga,Ren"

"Ayo duduk, Ren"

"Ayo duduk disini Ren!"

Gilbert,Rina dan Angie berkata bergantian sementara Ren hanya bisa menurut. Jadi dia duduk di sebelah Angie tepat dihadapan Gilbert.

"Ren..."

Gilbert membuka percakapan sementara Ren mengeriyitkan matanya mendengar namanya disebut.

"Sudah waktunya. Dokumen yang aku siapkan untukmu sudah siap, kamu bisa berangkat kapan saja" kata Gilbert.

"Begitu.." jawab Ren lirih, dia melirik Angie yang menegang di sampingnya.

"Apa maksudmu, Ayah? Jelaskan.." katanya dengan nada dingin dan menusuk, urat jelas menonjol di kepalanya, dia sangat kesal.

"Hah.., begini Angie, Ren akan pergi ke Jepang. Dia akan bersekolah disana" jawab Gilbert.

"Kenapa..!?"

Angie membalas dengan suara keras sambil membanting meja.

"Kenapa, kenapa, kenapa!? Kenapa, Ayah!?"

Suaranya semakin keras dan membuat para pelayan dan penjaga mansion tersentak saking terkejutnya.

"Tenangkan dirimu Angie, kamu membuat yang lain kaget, bisa-bisa mereka terkena serangan jantung akibat teriakanmu itu" kata Rina dengan tenang menegur putrinya.

"M-maaf.."

Angie yang ditegur ibunya hanya bisa tergagap meminta maaf sementara itu Rina melanjutkan perkataannya.

"Gilbert, lebih baik kamu jelaskan semuanya sekarang..." katanya dengan nada menuntut.

"Huff, baiklah.." jawab Gilbert pasrah.

Gilbert pun menjelaskan rencananya yang akan mengirim Ren pergi ke Jepang dan apa tujuannya itu.

"Begitu ya, jadi intinya agar dia bisa dekat dengan keluarga besarnya?" tanya Rina mengonfirmasi.

"Benar, lagipula dia masih memiliki keluarga, setidaknya aku ingin hubungan mereka membaik" jawab Gilbert.

Sementara Angie tetap diam, Ren bersuara.

"Maaf, Gilbert, aku penasaran dengan tujuanmu itu, apa kamu benar-benar tidak berniat menyingkirkan kami?" tanya Ren.

"Hah? Jangan bicara hal konyol begitu Ren. Bukankah Carmila sudah memberitahumu kalau hal seperti itu mustahil? Kalian itu aset kami, tidak mungkin disingkirkan begitu saja hanya karena perang sudah selesai" jawab Gilbert ketus.

"Lalu kenapa?" Ren kembali bertanya dengan nada menuntut.

"Simple saja, aku ingin memperbaiki kesalahanku, tidak lebih dan tidak kurang" jawab Gilbert.

"Kesalahan? Apa maksudmu?" balas Ren sambil memiringkan kepalanya, dia bingung.

"Hah.., begini Ren, pendidikan macam apa yang aku berikan padamu?" tanya Gilbert.

"Pendidikan? Tentu saja tentang militer kan? Kami dibesarkan sebagai senjata negara" jawab Ren tegas.

"Benar, itulah kesalahannya, aku tidak seharusnya mendidik kalian sebagai senjata. Jadi untuk memperbaiki kesalahanku sebisa mungkin dan meminimalisir kerugian di masa depan, kalian semua akan disekolahkan. Tentu saja 7 orang itu termasuk kamu akan bersekolah di luar negeri" balas Gilbert menjelaskan.

"Begitu.., aku mengerti"

Setelah mencerna penjelasan Gilbert, Ren mengangguk tanda dia mengerti.

Sementara Ren mengerti, Angie yang mendengar penjelasan itu masih tidak terima.

"Kenapa? Kenapa Ayah ingin merenggut Ren lagi dariku!? Jawab aku!" katanya menuntut.

"Aku tidak bermaksud begitu, putriku. Tapi semua ini diperlukan Ren agar dia tidak sepenuhnya menjadi pion eselon atas militer, dia harus mempunyai kehidupannya sendiri, mempunyai apa yang akan dia lindungi dengan tangannya sendiri di masa depan" jawab Gilbert.

"Apa harus sekarang juga? Tidak bisakah memberi Ren istirahat?"

Setelah Angie yang bertanya gantianlah Rina bertanya.

"Istirahat ya..., Hm baiklah. Ren kamu punya waktu satu bulan, selama itu silahkan habiskan waktumu sesukamu, jalan-jalan dengan Angie ataupun hal lainnya terserah padamu" kata Gilbert ketus.

"T-tapi Ayah..!"

Di saat Angie hendak menyangkal, Gilbert memotong perkataannya.

"Tolong jangan menolak lebih jauh, Angie. Ini semua demi kebaikan Ren, jika kamu peduli padanya tolong terima saja" katanya dengan nada dingin, suasana berat melanda ruangan itu.

"B-baik.."

Dibawah tekanan berat dari Gilbert, Angie hanya bisa setuju. Hari itu adalah langkah awal Ren menuju kehidupan barunya.