webnovel

Rubx Si Pedagang

"Tapi jujur saja aku masih bingung, kenapa kau mau bekerjasama denganku. Bagaimana kalau aku mengambil Kristal hitam ini dan mengirim orang untuk melukaimu?" tanya Rubx.

"Coba saja. Sebab aku adalah tipe orang kejam jika harus berhadapan dengan orang jahat," tantang Satria seakan tidak takut sedikitpun.

"Hahaha.. aku mengerti. Kelihatannya aku hanya akan menyia-nyiakan hidupku jika mengganggumu. Tenang saja aku bukanlah orang seperti itu, tadi aku hanya mengetesmu saja," tutur Rubx sambil menyimpan Kristal hitam ke lacinya. Rubx juga langsung mengeluarkan uang 500 koin emas untuk membeli Kristal biru langit Satria.

"Besok kamu datang lagi ke sini siang hari. Aku akan membayar biaya Kristal hitamnya besok sebab hari ini aku baru akan menawarkannya ke toko besar," sambung Rubx. Satria menghitung kembali koin emas dari Rubx lalu meletakan lagi 100 koin emas di meja sementara sisanya dia masukan ke kain di kantongnya.

"Baiklah, ini 100 koin emas untuk biaya aku membeli Kristal ini. Aku akan datang lagi besok kemari menagih sisanya," ucap Satria sembari memasukan Kristal biru langit yang dia ambil dari rak toko Rubx ke dalam slot tas akun miliknya dengan cara yang diajarkan petugas Dungeon. Dilihat dari reaksinya kelihatannya Rubx tidak terlihat heran, mungkin saja dia sudah mendapatkan informasi tentang menu akses tersebut.

"Kelihatannya beberapa orang yang punya lingkar hubungan dengan kalangan atas sudah tahu cara mengakses slot tas seperti ini. Padahal katanya besok Kerajaan Luxurie baru mau mengumumkannya kepada masyarakat umum," batin Satria.

"Ya. Aku akan langsung menyiapkannya besok," kata Rubx sembari tersenyum.

"Kalau begitu aku pamit, sampai jumpa," tutur Satria sembari berjalan keluar dari toko Rubx.

"Dia orang yang sangat mengerikan. Tapi tanpa dia sadari dia juga adalah orang yang baik. Meski ucapannya tadi hanyalah sebuah trik, tapi dia tetap membeli Kristal dariku," kata Rubx sambil melihat 100 koin emas yang Satria tinggalkan di mejanya.

"Pasti akan sangat menyenangkan bisa berbisnis dengan orang sepertinya," sambung Rubx sembari menyimpan lagi koin emas di mejanya.

Sementara itu Satria kembali melihat petanya untuk memastikan lokasi gedung asosiasi petualang berada. Tapi setelah dilihat ternyata lokasinya malah harus melewati penginapan yang dia sewa. Mau tidak mau dia harus balik lagi, lagipula jika seperti itu dia bisa mampir dulu ke penginapan untuk memeriksa keadaan Nekora.

Sesaat sebelum Satria melangkahkan kakinya dia melihat seorang kakek tua menanggung buah-buahan sedang beristirahat tak jauh darinya. Satria langsung menghampirinya dan membeli satu kantung buah-buahan beraneka ragam hanya dengan satu koin emas saja. setelah itu dia langsung berjalan lagi untuk pulang.

"Malang sekali. Padahal harganya jauh lebih murah jika dibandingkan toko buah biasa, mana segar-segar lagi. Tapi begitulah nasib rakyat kecil, mau dijual ke tengkulak buah juga harganya pasti dihimpit," gumam Satria sembari berjalan menyusuri jalanan yang tadi dia lewati. Baginya melihat pemandangan dan keadaan seperti itu sudah biasa di dunia nyata juga.

"Anak itu," batin Satria saat melihat anak laki-laki yang tadi duduk di dekat tumpukan sampah masih berada di sana. Perlahan Satria mendekatinya dan berjongkok di dekatnya, sejenak anak itu terlihat mengangkat kepalanya dan memandang Satria. Wajahnya terlihat sangat kucel tak terurus.

"Apa kau tidak punya tempat tinggal?" tanya Satria. Anak itu hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Mau buah?" tawar Satria sambil memberikan satu buah kepada anak itu. Meski awalnya ragu tapi anak itu langsung mengambilnya dan memakannya dengan lahap seolah kelaparan. Satria juga mengambil satu dan langsung dia makan.

"Apakah menurutmu dunia ini adil untuk orang sepertimu?" tanya Satria pelan. Anak itu terdiam sejenak dan menelan buah di mulutnya.

"Tidak," jawab anak itu pelan.

"Kau benar, dunia ini hanya akan terasa adil bagi orang-orang yang memiliki kekuasaan dan harta yang melimpah saja. Kita hanyalah sampah di mata mereka. Tapi, kehidupanmu tidak akan pernah berubah hanya dengan mengumpat. Meskipun apa yang kau gerutukan itu memang benar nyatanya," tutur Satria sambil memberikan satu buah lagi kepada anak itu yang kembali di terima dan dimakan.

"Jika orang lain tidak bisa menghargai kita maka hanya kita sendiri yang bisa melakukannya, jika orang lain tidak berjuang demi kita maka kita sendiri yang harus berusaha. Kita tidak boleh mengharapkan belas kasihan orang lain meski dengan segala keterbatasan kita sendiri, terlebih kalau kita masih berjalan dan belum tergolek lemah di tempat tidur," tambah Satria sambil berdiri.

"Apa kau tahu apa modal hidup paling berharga di dunia ini?" tanya Satria sambil mengambil satu buah lagi dan disodorkan kepada anak kecil tersebut.

"Uang?" jawab anak laki-laki itu seakan ragu sambil menerima buah dari Satria.

"Tidak. Tapi kejujuran. Mungkin orang sepertiku tidak pantas mengatakannya. Tapi kejujuran memang satu-satunya hal paling berharga yang tidak ternilai di dunia ini. Anak itu hanya terdiam menatap wajah Satria.

"Terima kasih," ucap anak itu seraya mengepal erat buah di tangannya.

"Aku memberikanmu buah itu tidaklah percuma. Aku menghargainya satu koin perunggu untuk satu buah. Karena kau sudah menerima tiga buah maka kau memiliki hutang kepadaku tiga koin perunggu," tutur Satria sambil tersenyum. Sontak saja anak itu langsung terkejut bukan main dan menatap Satria dengan tajam karena merasa dipermainkan.

"Ingatlah selalu hutangmu itu. Carilah diriku, datanglah kepadaku dan bayar lunas hutangmu suatu saat nanti," kata Satria yang langsung menghentakan kakinya dan melompat melewati rumah-rumah penduduk.

"Aku harap dia sekarang jauh lebih mengerti tentang betapa kejamnya dunia ini. Tidak ada satupun orang yang rela menolongmu tanpa ada tujuan tertentu baginya," pikir Satria sambil mengepalkan tangannya dengan erat lalu berjalan seperti biasa setelah kembali menapak di jalanan menuju penginapannya lagi.

Cukup lama Satria berjalan hingga akhirnya sampai di penginapan yang disewanya. Para demi human yang ada di sana langsung menatapnya. Kondisinya memang lebih ramai dari sebelumnya karena sekarang sudah malam dan semua orang yang tinggal di penginapan ini pasti pulang untuk beristirahat.

"Hei tuan, kelihatannya kau tersesat," ucap seorang demi human dengan rupa dan tubuh seperti manusia namun memiliki tanduk layaknya kerbau. Dia langsung berdiri di depan Satria dengan sorot mata tajam.

"Maaf tapi saya sudah menyewa kamar di penginapan ini," jawab Satria sambil mencoba melangkah tapi demi human di depannya kembali menghalanginya.

"Dia itu juga pelanggan di penginapan ini, jadi sebaiknya kalian jangan main-main," tukas demi human dengan kepala rusa yang tiba-tiba datang untuk melerai.

"Aku sudah diberitahu oleh temanku bahwa ada pelanggan istimewa yang menginap di sini untuk tiga hari," ucap demi human itu sembari menatap Satria. Sekarang Satria paham bahwa dia adalah petugas penginapan yang bergantian dengan wanita demi human yang sebelumnya Satria temui di sana.

"Terima kasih banyak," jawab Satria sambil berjalan menuju ke kamar Nekora.

"Eh? Apa aku tidak salah dengar? Mana ada manusia yang mau tinggal bersama di penginapan kelompok demi human seperti kita," tutur demi human yang mencegat Satria tadi.

"Tapi itulah kenyataannya. Sebaiknya kalian jangan mengganggunya jika tidak ingin dalam masalah, aku tidak akan membedakan siapapun di sini!" tegas petugas penginapan sambil kembali ke tempatnya.

Satria langsung mengetuk pintu saat sampai di depan pintu kamar Nekora. Terdengar suara langkah kecil dari dalam mulai mendekati pintu, suara kunci yang terbuka juga terdengar. Perlahan pintu kamar terbuka, Nekora mengintip dari celah pintu tapi setelah melihat Satria dia langsung membuka pintunya.

"Maaf tuan. Saya pikir tadi orang lain," ujar Nekora seraya tertunduk.

"Sudahlah, aku membawakan ini untukmu," kata Satria sembari menyerahkan kantung berisi buah-buahan. Satria langsung masuk ke dalam dan berdiri menatap Nekora yang masih tertunduk memegang kantung buah-buahan.

"Besok aku akan membawamu ke Kota Lunar, jadi tidurlah dengan nyenyak malam ini," kata Satria.

"Kenapa tuan mengajak diriku? Bukankah aku sudah berbuat jahat kepada tuan?" tanya Nekora dengan agak ragu-ragu.

"Ya. Karena itulah aku tidak mau melihatmu terpaksa berbuat jahat lagi, aku tidak mau kau dimanfaatkan orang-orang seperti mereka lagi di sini. Itu adalah hukumanmu, kau akan memulai hidupmu lagi dari awal. Meskipun kau seorang demi human, tapi kau tetaplah wanita. Kau harus hidup sebagaimana mestinya, di sana aku yakin kau akan memahaminya," jawab Satria tanpa tersenyum sedikitpun.

"Di sana kau juga akan membantuku, tentunya imbalannya akan sesuai dengan kemampuan dan bantuanmu," sambung Satria sambil keluar lagi dari kamar Nekora.

Setelah Satria pergi Nekora terlihat terdiam, dia tidak tahu apakah Satria memang berniat baik kepadanya atau bagaimana. Dari kata-kata dan sikapnya dia terlihat bukanlah orang yang baik, tapi di sisi lain tindakannya juga tidak mencerminkan sikap dan perkataannya sendiri. Nekora hanya menghela nafas dan mengunci lagi pintu kamarnya.

Malam itu Satria masih terbaring di kamarnya, dia sudah mengurungkan niatnya untuk pergi ke gedung asosiasi petualang. Lagipula jejak Vanzard dan yang lainnya pasti tidak akan bisa ditemukan begitu saja, kini dia sudah memikirkan banyak rencana untuk ke depannya. Jika gagal maka dia sudah menyiapkan rencana cadangannya, sebab dia sendiri sadar perhitungan manusia pastinya tidak akan sesuai dengan kenyataan yang diharapkan. Tujuannya tetaplah tidak berubah, yaitu membalaskan dendamnya.

Bersambung…