13 Istri Kecil Raja Setan (12)

"..." Kresna tidak bisa berkata apa-apa karena terlalu marah.

"Apa semua itu nyata?" Ganesha bertanya dengan penasaran. Dia tidak pernah mendengar tentang benda-benda ini tapi mereka semua terdengar hebat.

Kresna menjadi tidak sabar. "Apa kamu pikir aku akan bermain-main dengan masa depan murid kesayanganku?!"

"Murid?" Geni dan Ganesha bertanya bersamaan.

"Aku sudah menerimanya sebagai muridku. Hei, kenapa kalian menatapku seperti itu? Apa kalian iri karena aku hanya menerima gadis imut sebagai muridku?!"

Ganesha menatap kucing hitam itu dengan curiga. "Siapa kamu? Bagaimana bisa Amelia mau menjadi muridmu?"

"Huh, apa kamu pikir kamu pantas untuk mengetahui namaku?" Kresna berkata dengan sombong.

"Apa kamu seorang... penipu?"

"..."

"Aku tahu Amelia begitu polos dan mudah dibodohi tapi aku tidak akan membiarkanmu memanfaatkannya!!" Ganesha berkata dengan tajam.

"Anak konyol, aku Kresna! Kresna leluhurmu! Kamu seharusnya bersikap lebih hormat di depanku!" Kresna mengamuk. Namun, sayangnya, dengan tubuh kucingnya ini, itu tidak memberikan efek apapun.

"Kresna?" Ganesha berusaha mengingat-ingat nama yang familiar ini. "Kamu... Kamu Kresna? Brengsek jenius itu?!"

"... Nak, terima kasih karena sudah menyebutku jenius," ucap Kresna serius.

"Tapi kenapa kamu memberiku julukan brengsek, brengsek?!" lanjutnya dengan penuh amarah.

Kresna meledak dan segera melompat ke wajah Ganesha dan berusaha mencakarnya. Tetapi, siapa dia? Dia hanya kucing kecil.

Ganesha dengan mudah menangkapnya dan memeluknya supaya tidak berusaha untuk mencakarnya lagi, membuat Kresna berada dalam posisi memalukan.

"Lepaskan aku!" Kresna merasa diperlakukan dengan salah dan malu karena berada dalam pelukan seseorang. Dan juga orang ini seorang pria! Dia tidak suka pria! Dia suka gadis imut ah!

"Kalau begitu, berhenti mencakarku!" Ganesha membalas.

Kresna diam, menyerah.

Ganesha melihat bahwa kucing itu terdiam dan melepaskannya. "Sebenarnya, bukan aku yang memberimu julukan 'brengsek'," ucap Ganesha. "Itu Pak Jo, guru alkimia di sekolahku."

"Pak Jo? Jo siapa?" Kresna bertanya dengan amarah yang terpendam.

"Jonathan. Jonathan Aditya," jawab Ganesha. "Hampir di setiap pertemuan kelas, dia menyebutmu 'brengsek' dan menjadikanmu sebagai contoh buruk, berharap kami tidak pernah menjadi seseorang sepertimu. Hei, apa kamu seburuk itu?"

Kresna membeku. Sebenarnya, dia sudah membeku sejak Ganesha mengucapkan nama lengkap Jonathan.

Geni melihat keanehannya dan bergerak mendekat. "Hitam, apa kamu baik-baik saja?"

Kresna masih tidak bergerak.

Ganesha ikut mendekat. "Hei, ada apa dengan dia?"

Geni tidak menjawab. Saat dia akan menyentuh Kresna, Kresna tiba-tiba melangkah mundur.

"Apa kamu mengenal orang yang disebut Jonathan itu?" tanya Geni.

"Jangan sebut nama orang itu di hadapanku!" Kresna berteriak ketakutan. "Aku tidak mengenal orang gila itu. Jangan bertanya padaku!"

Geni: "..."

Ganesha: "..."

Oke, kami akan mempercayai kebohonganmu itu.

"Baiklah, aku akan mulai mencari bahan yang kamu butuhkan untuk Amelia." Geni melipat kertas yang diberikan Kresna dan memasukkannya ke dalam cincin penyimpanannya.

"Aku juga!" Ganesha menimpali.

Geni meliriknya. "Lebih baik kamu kembali ke sekolah dan mencari alasan untuk Amelia supaya sekolah tidak curiga dan keluarganya tidak mengetahuinya."

"Oh, ya." Ganesha tiba-tiba teringat dan dia menjadi panik. "Kalau begitu, aku pergi dulu."

"Aku akan sering-sering berkunjung," ucap Ganesha pada Kresna. "Tolong bersabarlah."

Ganesha pergi setelah berpamitan. Geni mengikutinya pergi, meninggalkan kucing kecil yang masih bergetar di depan pintu.

"Kenapa? Kenapa dia masih hidup? Sudah berapa lama ini? Bagaimana dia bisa hidup?" gumamnya lirih.

Dia buru-buru masuk ke dalam rumah setelah merasakan angin dingin yang berhembus di luar.

***

Setelah kembali ke Sekolah Ibukota, Ganesha buru-buru berlari ke kamar Amelia, mencoba menemukan alasan dan mencari sesuatu untuk membuktikan keabsahan alasannya nanti.

Di tengah jalan, dia tidak sengaja bertabrakan dengan Pak Jo yang sepertinya juga sedang terburu-buru.

"Ganesha? Kebetulan sekali! Apa kamu tahu dimana Amelia? Aku mencarinya sejak pagi tapi gadis itu tidak terlihat dimana pun."

Keringat dingin menetes di punggung Ganesha. "Pak Jo, itu, Amelia sedang sakit. Jadi..."

"Apa yang terjadi padanya? Apakah dia masih di asrama? Kalau begitu, aku akan mengunjunginya dan..."

"Jangan!"

Pak Jo menoleh ke Ganesha yang tiba-tiba berteriak. "Ada apa?"

Ganesha menjadi gugup. "Kamu tidak bisa mengunjunginya atau... atau dia akan merasa malu."

Pak Jo mengerutkan kening.

"Kamu tahu, ini masalah wanita." Ganesha berusaha memberinya kode. "Aku bahkan tidak diperbolehkan masuk dan melihatnya."

"Apakah itu buruk?"

"Seharusnya, tidak," ucap Ganesha menimpali. "Aku dengar terkadang gadis-gadis memang merasakan kesakitan yang luar biasa saat masa itu tapi itu akan baik-baik saja setelah beberapa hari."

"Apa kamu memiliki sesuatu yang penting untuk dikatakan padanya? Kalau begitu, biarkan aku tahu, aku akan memberi tahunya nanti." Ganesha menambahkan.

Kerutan di kening Pak Jo memudar saat memahami apa maksud Ganesha. "Tidak perlu. Aku akan mengatakannya sendiri saat dia sudah dalam kondisi yang lebih baik."

Ganesha mengangguk.

"Jaga dia baik-baik," ucap Pak Jo sebelum berbalik pergi.

Ganesha melihat Pak Jo yang menjauh dan mengelus dadanya. Jantungnya terasa akan berhenti saat Pak Jo terus bertanya tentang Amelia.

Ya Tuhan, kapan terakhir kali dia berbohong? Dia tidak ingat. Dia masih polos ah!

Ganesha teringat Amelia dan segera berlari ke asrama gadis itu. Sebelum memasuki kamarnya, Ganesha menatap sekelilingnya dengan waspada dan baru masuk setelah memastikan tidak ada seorang pun yang melihatnya.

Dia tidak menyadari bahwa sejak tadi, ada seseorang yang mengikutinya.

Jonathan membenahi letak kacamatanya dan menyipitkan mata saat melihat Ganesha yang memasuki ruangan. "Dia berbohong. Kenapa?"

"Pak Jo?"

Jonathan sedikit tersentak saat mendengar seseorang yang memanggilnya dari arah belakang. Dia buru-buru berbalik hanya untuk menemukan Sinta, seorang guru dari divisi ilmu pedang, yang sedang menatapnya dengan mata bulat.

"Pak Jo, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Sinta. "Ini asrama wanita, kamu tahu?"

"Uh, begini, sebenarnya, aku sedang mencari muridku. Apa kamu mengenal Amelia? Aku sudah mencarinya sejak pagi tapi tidak menemukannya. Apa kamu tahu dimana dia?"

Alis Sinta saling bertautan. "Aku mengenalnya tapi aku sudah lama tidak bertemu dengannya. Yah, kami hanya bertemu saat dia datang ke kantorku bersama Ganesha. Jadi, kami tidak begitu dekat."

"Oh, begitukah? Yah, mungkin aku harus menunggunya muncul dengan sendirinya nanti," ucap Jonathan. "Kalau begitu, sampai jumpa!"

Jonathan berbalik dan tidak melihat Sinta yang menatapnya dengan sorot mata kecewa.

Dia sudah berusaha mendekati Jonathan sejak lama tapi pria itu tidak pernah sekalipun menatapnya. Pria itu malah tertarik pada gadis dengan bakat alkemis yang baru saja dia kenal dan terus membicarakan tentang gadis itu kapan pun dia bisa.

Sinta mendengus. "Laki-laki bajingan!" umpatnya lalu berbalik ke arah yang berlawanan dengan Jonathan. Yah, dia masih harus mengajar dan berhenti memikirkan tentang pria itu.

avataravatar
Next chapter