webnovel

Bab 4 [Partner Baru]

_________________

Doyoung beranjak dari tempat duduk menuju pintu masuk. Membiarkan Jeno kembali menonton rekaman CCTV.

Tak lama setelahnya, Jeno melihat Doyoung kembali bersama seorang wanita paruh baya. Ia lalu berdiri. Sedikit membungkuk untuk memberi salam sebagai tanda sopan santun kepada yang lebih tua. Lalu meninggalkan ruang tengah menuju pantry dan membuatkan minum untuk tamu kakaknya tersebut. Wanita itu tak lain ialah istri tersangka Kim Minseok.

Wanita bernama Im Soo In itu tampak gelisah. Seperti ingin menyampaikan sesuatu kepada Doyoung, tetapi takut untuk berucap. Setelah dipersilakan duduk oleh pemilik rumah.

Kala Soo In mulai mengutarakan tujuannya datang, bayangan kematian Renjun seketika teringat kembali. Ia menjadi sangat dendam dengan kasus mengerikan tersebut. Doyoung terus menunjukkan ketidaknyamanan selama mendengarkan semua penjelasan. Memasang wajah masam dan tak berselera. Hatinya masih terasa sakit.

"Apa kasusnya tidak bisa dibuka lagi? Aku kasihan pada wanita itu." Jeno kembali ke ruang tengah sepeninggal Soo In.

"Sangat sulit membuka kasus lama jika tanpa bukti kuat. Aku juga tidak bisa melakukan apa pun jika pengadilan telah menjatuhkan vonis."

Jeno menangkap raut wajah penuh dengan masalah terlukis di wajah sang kakak. Ia sangat ingin menghibur Doyoung dan berpikir sejenak sebelum akhirnya menunjukkan senyum miring.

"Hyung!" panggil Jeno membuat Doyoung menoleh. "Kakakku yang terbaik, semangat!"

Jeno menyemangati sang kakak dengan melakukan aegyo; memasang wajah lucu nan menggemaskan seperti anak kecil.

Doyoung terperangah melihat tingkah laku Jeno. Raut wajahnya sangat sulit dijelaskan. Seperti gemas sekaligus geli dalam waktu yang bersamaan. "Ah ... hentikan itu dan pergilah tidur. Kau membuatku ingin muntah."

Jeno akhirnya meninggal Doyoung sambil mendumel karena merasa jika kerja kerasnya untuk menghibur tak dihargai sama sekali. Jengkel dan malu, setidaknya itu yang Jeno rasakan saat ini. Baginya, sebuah momen langkah melihat dirinya bermanja seperti tadi.

Sepeninggal Jeno, Doyoung mendengkus menahan tawa, ia terkekeh sambil terus mengatakan gemas karena tingkah sang adik.

• • •

Seminggu sepeninggal Renjun. Diadakan hari penyambutan kepada partner baru Doyoung yang akan bertugas menggantikan lelaki malang itu. Lee Taeyong. Seorang polisi Busan yang mana kemampuan menyelidiknya patut diacungi jempol.

Taeyong sendiri tak merasa canggung setelah bergabung dengan kantor detektif tempat Doyoung bekerja. Mereka pernah terlibat dalam satu kasus yang sama. Di mana seorang mafia berhasil diringkus saat melakukan transaksi senjata ilegal dengan Valcom. Perusahaan penyedia perlengkapan senjata api militer bagi tentara Korea Selatan.

Penyambutan diawali dengan temu kangen, lalu dilanjutkan dengan perbincangan ringan seputar keseharian masing-masing. Namun, Doyoung tampak tak bersemangat sejak tadi.

Mengetahui jika Taeyong akan menggantikan Renjun, membuatnya tak bahagia seperti rekan kerja yang lain. Acara yang dilakukan pada kafe di lantai bawah itu terasa hambar baginya karena tak ada Renjun di sana. Ia memutuskan meninggalkan kafe dan kembali saja.

'Selamat pagi, Hyung!"

Sapaan pagi yang selalu dilakukan Renjun kini terlintas bagai bayangan yang tiba-tiba muncul di depan matanya, saat tengah menyendiri di dalam ruangan tempat biasa dirinya dan Renjun mendiskusikan kasus.

Mata sipit dibalik kaca mata minus yang ikut tersenyum kala sang empunya tampak bersemangat di pagi hari. Bolehkan Doyoung merasa rindu? Ya, dia merindukan kegeniusan seorang Huang Renjun.

"Apa harus kuselidiki? Tapi ...."

Doyoung merasa sakit kepala. Hati dan pikirannya saling bertolakbelakang. Ia mengembuskan napas berat kemudian mengusap wajahnya dengan kasar.

"Jika kematiannya mengganggu pikiranmu, maka harus kau selidiki, walau tanpa persetujuan dari ketua. Aku tahu, kalian menyelidiki kasus pembunuhan berantai itu bukan?"

Entah sejak kapan Taeyong mengintip dari balik pintu ruangan. Pria itu masuk dan mengambil posisi duduk menyilangkan kaki menghadap Doyoung, kemudia melipat kedua tangan di depan dada.

"Coba kau pikirkan, jika pria bernama Kim Minseok yang telah di vonis hukuman mati adalah pelaku sesungguhnya, Renjun tidak akan mati. Dia mungkin telah memiliki kartu true dari si pelaku sesungguhnya. Tentu saja mereka harus membunuh Renjun untuk bisa selamat."

Skak mat! Taeyong ada benarnya.