webnovel

Terlalu cepat

Pagi ini, Arumi dan Charlie berjalan-jalan di pinggir pantai sambil sesekali saling melempari dengan bola yang mereka buat dari pasir. Keduanya tertawa dan berusaha mengalahkan satu sama lain.

"Oke, Char ! Aku menyerah ! Sudah cukup." Ujar Arumi dengan napas terengah. Bermain lempar pasir dengan Charlie jelas menguras banyak tenaga Arumi. Sedangkan Charlie, jangankan lelah, napas terengah saja tidak.

"Kau terlalu cepat menyerah, Aru !" Ejek Charlie yang kini duduk dan membiarkan pakaian yang ia pakai terbasuh air laut.

"Kau yang tenaganya tidak pernah habis, Char !" Balas Arumi yang ikut duduk di samping Charlie. Kepalanya ia sandarkan pada bahu sahabatnya itu dengan tatapan memandang hamparan laut biru yang memanjakan mata.

"Bagaimana perasaanmu sekarang ? Masih memikirkan Irgi ?" Tanya Charlie dengan nada begitu lembut.

"Entahlah, Char ! Hatiku masih belum baik-baik saja jika mengingatnya. Mungkin butuh waktu lebih lama untukku melupakan segalanya." Lirih Arumi pelan.

Charlie mengusap puncak kepala Arumi dan mengalunkan lengannya untuk merangkul Arumi. Matanya ikut terlena memandangi pemandangan laut biru yang terhampar di hadapan mereka.

Arumi larut dalam pikirannya sendiri. Pun dengan Charlie. Kedua gadis cantik berbeda kepribadian itu saling menghibur dalam diam. Suara ombak laut menyapa karang di samping mereka terasa begitu merdu hingga mata mereka terpejam. Angin laut membuai keduanya larut dalam simphony alam yang begitu memabukkan. Tak ada yang sadar bahwa ada dua orang pria yang sedang memandangi mereka sambil tersenyum-senyum.

"Apa kau yakin mereka bukan lesbian, Leon ?" Tanya Zack sembari menyikut bahu Leon.

Yang di tanya hanya tersenyum dan mengunci kuat sosok Arumi yang bersandar di bahu Charlie tepat di hadapannya.

"Tentu saja tidak, Zack ! Mereka berdua sahabat baik sejak jaman sekolah. Wajar jika mereka seakrab itu." Bantah Leon cepat.

"Ku harap kau benar, kawan ! Atau kau yang akan lebih dulu patah hati di banding dia."

Zack berlari meninggalkan Leon dan melanjutkan lari paginya sendiri. Sedangkan Leon sekali lagi menatap punggung Arumi dari belakang dan bergegas menyusul Zack.

"Tunggu aku, Zak !" Pekik Leon yang berlari sekencang mungkin mengejar Zack.

*

*

*

Pukul 5 sore, udara di pulau Moorea terasa hangat dan menenangkan bagi Arumi. Gadis cantik itu berjalan menyusuri pinggir pantai sendirian dengan rona wajah sedih. Berita tentang pernikahan Irgi dan Beverly jelas mengguncang batin Arumi begitu dahsyatnya.

Dia masih mencintai Irgi. Bahkan sangat mencintai pria yang memang sejak awal bukan untuknya itu. Namun apa daya, hati yang tidak tahu diri itu perlahan runtuh dan akhirnya jatuh ke dalam pesona lelaki yang dulu berstatus sebagai suaminya meski hanya sebentar. Kebersamaan yang terus berulang setiap harinya, dan sikap Irgi yang selalu baik padanya membuat Aru lemah dan pada akhirnya menyerahkan diri kepada lelaki yang ternyata tak pernah mencintai dirinya. Arumi sempat melupakan perannya, bahwa dia tak lebih dari seorang pemeran pengganti yang tak akan pernah di hargai keberadaannya.

"Kamu jahat kak Irgi ! Aku membencimu dengan seluruh hidupku. Kenapa kamu melakukan ini padaku ? Apa kurangnya aku selama ini ?" Teriak Arumi putus asa.

Air mata jatuh di pipi mulusnya, memberi isyarat bahwa hatinya sedang remuk redam tanpa ada yang mampu menolong.

"Tolong beritahu aku,,, siapapun tolong beritahu aku,,, bagaimana agar hati ini bisa baik-baik saja meski tanpanya ?" Arumi jatuh bersimpuh sambil memukuli dadanya putus asa. Lukanya terlalu sakit untuk dia tanggung sendiri.

"Lupakan dia dan buka hatimu untuk orang lain." Sahut seseorang yang kini tengah mengulurkan tangan untuk membantu Arumi bangkit.

Gadis itu sedikit heran lalu mendongak menatap siapa orang yang sedang mengulurkan tangan untuknya.

"Leon ?" Buru-buru Arumi bangkit tanpa peduli pada uluran tangan Leon. Ia segera mengusap air matanya dan tersenyum canggung pada pria tampan di hadapannya.

"Sedang apa kau di sini ?" Tanya Arumi bingung. Kepalanya menengok kanan kiri, mana tahu masih ada orang lain yang melihat dirinya menangis selain Leon.

"Sedang mencari suasana yang tenang untuk menciptakan lagu. Tapi.... yang ku temui justru seorang perempuan cantik yang sedang menangis sendirian." Jawab Leon sambil menggoda Arumi lewat kerlingan matanya.

Arumi tertawa kecil sambil mendengus sebal. Meski Leon adalah anak dari salah satu orang paling berpengaruh di negara ini, namun sikap pria itu benar-benar sangat menyebalkan dan jauh dari kata berkelas layaknya orang-orang yang sederajat dengannya. Pria itu tampak tidak terkekang dan jauh lebih bebas di banding penerus keluarga besar seperti dirinya yang biasanya hidup dengan 1001 macam etiket yang harus di patuhi. Leon sepertinya berbeda. Dia jauh lebih bisa mengendalikan hidupnya sendiri dan bisa menentukan jalan bahagianya. Setidaknya, itu yang Arumi pikirkan mengenai Leon.

"Bisa kau rahasiakan hal ini lagi pada Charlie dan orang tuanya ?"

"Tentu. Tapi dengan satu syarat." Leon tersenyum dengan tatapan yang sulit untuk Arumi tebak.

"Syarat apa ?"

"Katakan padaku, siapa laki-laki yang kau tangisi itu ?"

"Apa maksudmu ? Aku tidak sedang menangisi laki-laki." Elak Arumi sambil memalingkan muka.

"Hei,, jangan berbohong ! Bukankah kita sudah menjadi teman ? Kenapa tidak berbagi denganku saja tentang masalahmu itu ? Kenapa justru mengadu pada ombak laut yang sama sekali tidak bisa memberimu solusi ?" Leon berusaha membujuk Arumi.

"Kita memang teman Leon. Tapi, kita belum cukup akrab untuk berbagi cerita tentang hal seperti itu." Ujar Arumi sambil tersenyum kecil.

"Baiklah ! Berapa lama waktu yang harus kita habiskan agar kau bisa berbagi cerita denganku ? Satu minggu ? Dua minggu ?"

"Sudahlah, Leon ! Kau itu selalu saja suka bercanda."

Arumi berjalan meninggalkan Leon dan bergegas kembali ke resort tempatnya menginap. Di belakangnya, ada Leon yang mengekor seperti anak ayam yang mengikuti induknya.

"Ayolah, Aru ! Apa salahnya kita menjadi dekat ?" Rengek Leon yang berjalan mundur di hadapan Arumi.

Perempuan berwajah asia itu mengeratkan pegangannya pada cardigan rajut yang ia pakai karena udara dingin yang semakin terasa akibat hembusan angin.

" Leon, tolong jaga sikapmu ! Orang-orang bisa salah paham jika melihatmu seperti ini."

"Salah paham ? Salah paham kenapa ?" Tanya Leon dengan alis terangkat.

"Mereka bisa mengira kalau kau dan aku memiliki hubungan. Itu tidak akan berjalan baik untukmu !"

"Aku tidak keberatan jika orang-orang menganggap kita begitu." Jawab Leon santai.

Langkah Arumi terhenti. Perempuan cantik itu mendesah pelan dan menatap Leon dengan raut wajah serius.

"Mungkin kita memang teman, Leon ! Tapi akan lebih baik jika kau menjauh dariku mulai sekarang." Ujar Arumi dengan serius.

"Kenapa ? Apa yang salah dengan pertemanan kita, Aru ?" Tanya Leon tidak terima. Seolah, ada yang nyeri dalam hatinya ketika Arumi meminta dia untuk menjauh.

"Aku tidak pernah percaya dengan hubungan pertemanan antara pria dan wanita. Bagiku, itu adalah hal yang mustahil, Leon !" Balas Arumi menjelaskan.

"Kalau begitu, jangan menjadi teman. Kita bisa jauh lebih dari sekedar teman." Ucap Leon dengan raut wajah tak kalah serius.

"Maksudnya ?" Arumi memiringkan kepalanya, memandang heran pada wajah Leon yang tiba-tiba saja berubah serius.

"Jadilah kekasihku !" Pinta Leon tiba-tiba.

Arumi yang tadinya berusaha menahan senyum karena raut wajah serius Leon yang di rasanya sangatlah berlebihan langsung berubah muram tatkala mendengar ucapan yang meluncur begitu mudahnya dari mulut Leon. Pria itu baru saja mengatakan kalimat yang semakin membuat luka hati Arumi menganga. Jujur, sejak Irgi mencampakkan dirinya, Arumi merasa bahwa cinta tidak akan pernah bersungguh-sungguh memihaknya.

"Kau sadar dengan yang kau katakan ?" Ujar Arumi dengan mata berkaca-kaca.

"Tentu saja. Aku sangat serius !" Balas Leon penuh semangat.

"Jangan bergurau tentang cinta denganku Leon ! Aku bukan wanita yang mudah untuk kau permainkan sesukamu dengan kalimat cinta ! Pergilah ! Cari perempuan lain yang mau kau ajak bermain, tapi yang jelas itu bukan aku !" Geram Arumi dengan suara bergetar.

Tak lama, ia berlari meninggalkan Leon dengan perasaan sekuat tenaga menahan tangis. Arumi sudah cukup di sakiti Irgi. Ia tidak ingin mempercayai cinta yang di tawarkan lelaki manapun apalagi Leon. Memangnya, Leon pikir Arumi wanita seperti apa ?

Bersambung....