webnovel

Jangan sakiti sahabatku !

Arumi melangkah tergesa-gesa memasuki resort dengan wajah sembap yang terbasuh air mata. Segera ia menaiki anak tangga agar tidak ada yang melihat kondisinya saat ini. Tiba di kamar, Arumi segera menuju tempat tidur dan menghempaskan tubuhnya sambil memeluk bantal. Tubuhnya bergetar dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir.

Arumi merasa baru saja di permainkan oleh seorang lelaki yang baru 4 hari ia kenal. Pria itu dengan tidak tahu dirinya menyatakan cinta pada seorang perempuan yang baru saja di patahkan oleh cinta itu sendiri. Apa Arumi memang terlihat semudah itu di mata para lelaki ? Baik Irgi si mantan suami, ataupun Leon si pria asing, semuanya sama-sama memandang Arumi begitu rendah.

"Siapa lagi yang menyakitimu kali ini ?" Suara lantang Charlie menggema dari arah pintu masuk.

Arumi segera bangkit dan duduk di tepi ranjang. Kedua tangannya terentang menunggu Charlie yang masih berdiri dan bersandar pada pintu untuk segera memeluknya.

"Aru, ada apa ? Siapa yang menyakitimu ? Katakan !" Lirih Charlie yang saat ini sudah memeluk Arumi erat. Hatinya terasa pilu mendengar tangisan sedih sang sahabat yang tak juga kunjung mereda. Luka hati Arumi sepertinya semakin parah saja.

"Charlie ! Apa aku terlihat begitu gampangan untuk para kaum lelaki ?" Tanya Arumi dengan terisak.

"Apa maksudmu ? Siapa yang mengatakan hal semacam itu ?" Charlie melepas pelukannya dan beralih memegang kedua bahu Arumi dengan mata nyalang menahan amarah.

Arumi menggeleng sambil tertunduk. "Tidak ada. Hanya saja, apa semua pria memang brengs*k, Char ? Kak Irgi menceraikan aku dan menikah dengan kakak tiriku sendiri, dan baru saja Leon mengatakan bahwa dia mencintaiku. Apa aku segampang itu untuk di jadikan bahan lelucon mereka ?"

"Apa ? Leon mengatakan menyukaimu ? Benarkah ?" Rasa terkejut Charlie tidak dapat dia sembunyikan.

"Ya. Dia mengatakan itu. Kita baru 4 hari mengenal, Char ! Dan apa dia pikir aku ini hanya mainan untuknya ?"

"Tidak, Aru. Tidak ada yang menganggapmu seperti itu." Charlie menatap Arumi prihatin sambil mengusap air mata sahabat baiknya. Ia tahu betul bahwa Arumi terluka karena menganggap Leon sedang bergurau sesuatu yang bagi Arumi bukanlah sesuatu yang pantas untuk di jadikan lelucon. Bagi gadis itu, cinta bukanlah sesuatu yang bisa dengan enteng kau ucapkan lalu setelah bosan kau bisa pergi sesukamu. Sungguh ! Arumi tidak menginginkan cinta seperti itu untuk kedua kalinya.

"Katakan, Char ! Aku harus apa sekarang ? Kenapa rasanya dadaku sesak ?" Tangis Arumi belum juga mereda. Air mata itu masih dengan deras mengaliri pipi putih nan lembut miliknya.

"Jangan sedih, Aru ! Tidak akan ada pria yang menilaimu gampangan selama ada aku. Tenang saja !" Kembali Charlie memeluk Arumi sambil menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu pelan. Charlie mungkin menghargai Leon karena reputasi keluarganya. Namun, jika dia sudah berani mempermainkan sahabat baiknya, maka itu akan menjadi hal yang jauh berbeda.

*

*

*

"Kau bodoh atau apa, Leon ? Bisa-bisanya kau menyatakan cinta secepat ini pada gadis Asia itu. Bukankah sudah ku ingatkan bahwa gadis itu bukanlah gadis sembarangan ?" Zack mengomel sambil berjalan mondar-mandir di depan Leon yang sedang duduk bersandar sambil memijit kepalanya di sofa.

Leon hanya mendesah samar. "Aku juga tidak tahu kenapa kalimat itu bisa keluar, Zack ! Semuanya di luar rencanaku." Ujarnya berusaha membela diri.

Leon memang berkata jujur. Dia memang tidak tahu kenapa kalimat pernyataan cinta itu bisa keluar begitu sangat mulus dari bibirnya. Seolah dirinya saat itu sedang terhipnotis atau semacamnya. Pikiran dan tindakan yang ia lakukan sama sekali bukan gaya Leon yang biasa.

Dalam sejarah percintaan lelaki itu, baru kali ini dia menyatakan perasaan pada perempuan terlebih dulu. Biasanya, perempuanlah yang mengejar-ngejar Leon bagai semut yang mengerubungi gula. Namun, kejadian tadi hampir saja membuat Leon membenturkan kepalanya sendiri di batu karang.

Sejak kapan dia turun kasta dengan menyatakan perasaan pada perempuan ? Terlebih lagi dengan perempuan yang baru dia kenal selama 4 hari. Dan lebih miris lagi, dia di tolak mentah-mentah. Seorang Leon Wyatt Wellington benar-benar di jatuhkan harga dirinya oleh seorang gadis asia yang bahkan asal-usulnya saja tidak jelas.

"Memangnya kau mabuk atau apa, hah ? Bisa-bisanya kau bertindak sebodoh itu dan merendahkan reputasimu sendiri."

"Berhentilah mengoceh, Zack ! Aku tidak butuh ceramahmu untuk saat ini." Leon menyesap wine yang baru saja ia tuang. Lalu kembali memijit kepalanya sambil memainkan gelas anggur di genggaman tangan kanannya.

Suara bel pintu depan langsung menghentikan aktifitas Leon. Saling berpandangan dengan Zack, keduanya mengangkat alis bingung menebak siapa tamu yang malam-malam bertamu ke tempat mereka.

"Kau yang buka, Zack ! Jangan-jangan itu daddy ku !" Suruh Leon yang segera menuju dapur untuk bersembunyi. Jangan sampai dugaannya benar bahwa itu adalah ayahnya, Duke Xander atau dia akan berpulang ke rumah hanya tinggal nama.

Zack menelan ludahnya kasar. Hendak protes namun Leon sudah bersembunyi duluan ke arah dapur. Mau tidak mau, Zack maju dan memberanikan diri untuk ke depan membuka pintu.

"Dimana Leon ?" Seorang perempuan berambut pirang dengan potongan pendek bertanya dengan nada sedikit ketus. Ia memandang galak pada Zack yang baru saja membuka pintu untuknya.

"Kau ? Bukannya kau sahabat si gadis asia itu ?" Zack menerka dengan tangan mengacung tepat di depan wajah Charlie.

"Kalau iya, kenapa ? Ada masalah ?" Desis Charlie galak dengan kedua tangan yang ia letakkan di sisi pinggangnya.

"Mau apa kau ingin bertemu dengan Leon ?" Tanya Zack heran.

"Bukan urusanmu ! Sekarang dimana dia ?"

Tak lama berselang, yang di cari Charlie akhirnya menampakkan diri. Leon yang menguping pembicaraan mereka dari dalam segera keluar saat tahu bahwa yang datang bertamu adalah seorang wanita dan bukan ayahnya.

"Charlie ? Hei, ada apa ?" Sapa Leon tersenyum.

"Bisa kita bicara ?" Sahut Charlie dengan nada serius. Kini tangannya sudah ia lipat di depan dadanya.

"Tentang ?"

"Sahabat baikku, Arumi."

"Baiklah ! Silahkan masuk !" Ujar Leon mempersilahkan.

Menilik dari ekspresi gadis tomboy yang baru saja masuk dan berjalan melewatinya, Leon sudah tahu bahwa Charlie kemari pasti ingin berucap sesuatu yang serius tentang Arumi. Tak apa. Biarkan Charlie mengomel sepuasnya pada Leon asalkan gadis tomboy itu bisa membocorkan sedikit rahasia tentang Arumi yang sangat membuatnya penasaran.

"Leon, aku menghormatimu dan sopan terhadapmu hanya karena kau putra dari Duke Xander ! Tapi, jika kau menyakiti Arumi sekali lagi, maka dengan senang hati aku akan melanggar batasan itu." Ujar Charlie tanpa basa-basi setelah dia dan Leon duduk dan berbicara berdua.

"Apa maksudmu ? Aku tidak mengerti." Balas Leon sambil tertawa kecil.

"Apa tujuanmu mengatakan cinta pada Aru, sedangkan kalian saja baru 4 hari mengenal ?"

"Itu... Aku..." Leon gelagapan dan tampak panik hendak menjawab pertanyaan Charlie. Jujur, dia memang belum mendapatkan jawaban atas pertanyaan itu sampai detik ini.

"Jika anda berniat untuk bermain-main, maka ku sarankan agar anda mencari gadis lain dan jangan Aru ! Dia bukanlah gadis yang bisa anda mainkan sesuka hati anda, Mr. Wellington."

"Kenapa kamu mendadak berubah formal begitu ? Santai saja ! Tetaplah seperti biasa jika sedang mengobrol denganku." Leon tersenyum. Berusaha membujuk untuk mengubah nama panggilan Charlie untuknya.

"Maaf, Mr. Wellington. Jika anda tidak menyakiti sahabat saya, mungkin kita masih bisa akrab seperti biasa. Tapi sayang, anda mengecewakan saya karena sudah menorehkan luka yang sama dengan mantan suami Aru meski cara kalian berbeda."

"Mantan suami ? Arumi sudah menikah ?" Seketika tubuh Leon membeku. Ia tak percaya bahwa gadis asia yang sangat ia suka lihat itu ternyata sudah pernah menikah.

"Ya, dia sudah pernah menikah. Jadi, tolong ! Menjauhlah dari Aru mulai sekarang !" Tutup Charlie mengakhiri pembicaraan. Dirinya kemudian bangkit dan bergegas pergi dari tempat itu sekarang juga dan meninggalkan Leon yang masih mematung dengan rasa tak percayanya.

Bersambung...