webnovel

Secret Of The Earth

Dunia yang dulu indah dan cantik kini berubah mencekam saat wabah itu merebak dan menginfeksi banyak manusia di bumi Sebagian orang bertahan, termasuk kami yang masih hidup *** Dibalik dunia yang indah ternyata ada rahasia besar Kini aku harus melakukan seperti apa yang dilakukan keturunan Oxzaans dulu Disinilah petualanganku dimulai, melewati segala rintangan yang menghadang Mereka yang menjadi kanibal, harus aku selamatkan, aku harus mencari penawarnya Berbekal sebuah buku peninggalan ayah, sedikit demi sedikit aku belajar hal yang baru Sihir, kemampuan khusus keturunan Oxzaans namun pada garis keturunan tertentu dan orang itu adalah aku Bertahan hidup! Dan selamatkan yang tersisa yang masih mempunyai hati nurani! Bertahan hidup, perlawanan, penyerangan, konflik, air mata, emosi berbaur menjadi satu Disinilah perang dunia ketiga dimulai! Tak hanya manusia kanibal, masih banyak lagi

rianrayh23 · Others
Not enough ratings
8 Chs

Opponent!

Kreek!

Pintu akan dibuka, kakiku mulai bersiap menendangnya kapan saja

Cklek!

Pintu terbuka, kakiku melesat menuju pria itu. Namun kakiku dengan mudahnya ia tangkap

Tidak!

Ia melepaskan senapannya dan memegangi kakiku

"Akkhh!" Aku berteriak, berusaha melepaskan kakiku dari tangannya

Kuarahkan kaki kiriku untuk menendangnya, lagi untuk kedua kalinya

"Akkhh!"

Tidak! Itu sia-sia

Lagi-lagi ia menangkap kakiku dengan tangannya yang satunya

"Lepaskan aku!" Aku berteriak, berusaha melepaskan kedua kakiku dari cengkramannya

"Hahaha, sudah kuduga pasti ada orang didalam mobil ini" Ujarnya sambil tertawa kejam

Kini kuacungkan pistolku kepadanya, berusaha untuk melawan

"Apa!" Ucapnya panik saat aku mengacungkan pistolku kepadanya

"Wwaaaagh!" Pelatuk pistol sudah hampir kutarik, namun ia terlebih dahulu menarik kakiku keluar dari mobil

"Arrgghh!" Kepalaku jatuh menghantam tanah, ia menarikku dengan kencang

"Haha, percuma saja kau melawan!" Pekiknya senang

"Hyyaaa!" Ia menarik lalu melemparkan tubuhku dengan keras ke udara, aku terbanting dan berputar di sepanjang permukaan tanah dan pistolku lepas dari genggamanku

Ia melangkah maju, sepertinya ia masih belum puas atas apa yang ia lakukan kepadaku

Aku berusaha bangkit, merangkak maju berusaha menggapai pistolku yang terjatuh tak jauh dariku

"Arrgghh!" Ia menjambak rambutku dengan keras, hingga membuat kepalaku tertarik ke depan

Sedikit lagi!

Aku terus merangkak, mencoba mengambil pistolku. Kucoba bertahan dari rasa sakit yang ia berikan padaku

"Haha! Jangan berusaha melawan, biarkan saja dirimu tewas, semakin cepat kau mati, penderitaanmu akan segera hilang" Ujarnya dengan memperkuat tarikannya

"Arrgghh!" Aku sudah tidak kuat. Ia menjambak rambutku dengan sangat keras, kepalaku ikut tertarik ke belakang

Sakit sekali, apa aku akan kalah di sini?

Pria itu berbalik badan, melangkah maju mendekati senapannya

Tidak! Aku tidak boleh mati di sini!

Aku bangkit, berdiri dengan sempoyongan sambil memegangi kepalaku

Pandanganku sudah agak kabur, mataku sedikit demi sedikit mulai menutup

Ia sudah mengambil senapannya, sekarang ia tengah membidik ke arahku

"Hahaha, mati kau!" Ucapnya tersenyum dengan memperlihatkan semua gigi yang ada di dalam mulutnya

Dhor!

"Tidak!!!" Evan secara tiba-tiba keluar dari mobil dan mendorong pria itu hingga terjatuh. Alhasil, tembakannya meleset

Pria itu bangun, mereload lalu membidik senapannya kepadaku lagi

"Tidak! Jangan lakukan itu!" Evan memegangi badan pria itu dan mengguncangkan badannya

"Lepaskan tanganmu dariku, anak kecil!" Pria itu berusaha melepaskan dirinya

Brakk!

Pria itu menendang Evan dengan keras, hingga membuatnya terpental dan membentur pohon

Amarah mulai memenuhi diriku, dendam menguasai pikiranku

Tanganku mengepal erat, mataku mengeluarkan cairannya dengan deras

Darah segar yang bercucuran bercampur dengan keringat dan air mataku

Wajahku, telah dipenuhi dengan darah hingga aku tidak bisa melihat apa-apa selain air berwarna merah yang mengalir

Aku terjatuh, aku lemas, aku tidak bisa melakukan apa-apa

Yang kurasakan hanyalah, rasa dendam, kemarahan, pembalasan

Dendam? Ya, Dendam!

Entah apa yang aku pikirkan, namun rasanya aku ini harus membalas perbuatannya

Aku kehilangan kontrol diriku, lagi. Aku tidak bisa menguasai diriku. Hanya ada Dendam!

Pria itu membidikku, lagi

Dhor!

"Rasakan itu! Mati kau! Hahaha!" Ucapnya dengan tertawa kejam saat melihat peluru yang berasal dari senapannya tepat mengenai kepalaku

Tanganku terangkat ke samping, tubuhku terbang bagaikan helaian bulu yang terbang terkena angin

"Apa!?-" Teriaknya kaget karena melihatku masih hidup

"Tidak mungkin!" Sambungnya, lalu mulai mereload senapannya

Dhor!

Ia membidik dan menembakku tepat di bagian dada, namun, aku tidak merasakan apa-apa, selain Dendam

Berulang kali ia menembakku namun aku tetap tak merasakan sakit sedikitpun

Tanganku mengeluarkan cahayanya, angin yang berada di sekitarku yang mulanya diam mulai berhembus kencang

Batu-batu yang kecil maupun besar ikut bergetar, bahkan ada yang sampai terangkat

Tanah bergetar, terlihat jelas ia terjatuh karena guncangan itu. Daun-daun di pohon mulai berguguran, sangking kuatnya guncangan itu

Aku bergerak, terbang dan mendatangi adikku yang terbaring tak berdaya

Evan, bangunlah!

Evan tak kunjung bangun, mungkin ia menendang Evan terlalu keras

"Dia sudah mati! Hahaha!" Ucap pria itu dengan tertawa lebar

'Balaskan dendammu padanya!-'

"Ini!-"

"Semua!-"

"Karena!-"

"Dirimu!-"

'Sekarang!!'

Angin berhembus sangat kencang, aku kehilangan kendali. Tanah berguncang hebat

Aku benar-benar kehilangan kendali, bukan aku yang menggerakkan diriku, seakan-akan ada yang mengendalikanku

'Hahaha! Waktunya diriku untuk membalasnya!'

Berulang kali aku mendengar bisikan dan suara yang kurasa berasal dari diriku

Tanganku mengarah padanya, ia terangkat, semakin tinggi dan semakin jauh

'Waktunya bermain, tuan!'

Tanganku mengangkat ke atas, pria itu terbang

"Mati kau!" Ia terjatuh dari titik tertinggi, menghempas tanah dengan kerasnya

"Ghhrraa!" Tanganku mengayun, naik dan turun, pria itu terbanting, begitu seterusnya

Tubuhku mendekatinya, tanganku mengepal erat

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Tiga hantaman berturut-turut mengenai badannya, ia sudah pingsan, namun tubuhku tetap memukulinya

Bukan aku yang mengendalikan diriku, aku hanya diam, melihat tubuhku melakukan itu sendiri

'Tidak! Ini bukan diriku!'

'Tidak, inilah dirimu, Tuan!'

Entah dengan siapa aku berbicara, tidak ada siapapun disini kecuali aku sendiri, Evan, dan pria itu

'Bukan! Aku tidak seperti ini!'

'Inilah dirimu yang sebenarnya!'

'Tidak! Siapa kau!? Bukan aku yang mengendalikan diriku!'

'Aku?! Aku adalah dirimu, dan dirimu adalah aku!'

'Tidak! Aku hanyalah aku! Dan kau bukan diriku!'

'Ini aku, dirimu sendiri! Aku berada di dalam tubuhmu tuan, jadi, aku juga bagian dari dirimu'

'Tidak! Sekarang berikan kendali diriku kepadaku! Dan kau, sama sekali tidak berhak untuk mengendalikanku!'

'Mungkin sekarang kau belum percaya bahwa aku adalah dirimu. Tapi nanti! Kau pasti akan percaya dan membutuhkanku'

'Tidak! Selamanya aku tidak akan membutuhkanmu! Sekarang berikan kontrol diriku kepadaku'

'Baiklah, terserah padamu tuan. Namun jika kau membutuhkanku, panggil saja aku-'

'Oh iya, ingatlah satu hal, aku berhak setengah dari kontrol dirimu saat kau merasakan DENDAM, KEMARAHAN, ATAU APAPUN yang berhubungan dengan EMOSImu'

Bruk!

Tubuhku seketika terjatuh, dan badanku mulai merasa lemas

Sepertinya, energiku terkuras habis karena kejadian tadi. Dan siapa tadi yang mengendalikan diriku aku tidak peduli padanya

Pria itu, tewas ditempat. Meskipun aku tau ia pantas mendapatkannya, masih ada rasa kasihanku padanya

Sekarang aku mulai merangkak, menuju adikku yang masih terbaring

"Evan, bangunlah!" Ucapku sambil menggoyangkan tubuhnya, berharap ia akan bangun

"Evan, bangunlah, kumohon" Tetap tak ada sahutan

Aku menangis, meneteskan air mataku untuk kesekian kalinya

"Ka--kak" Terdengar suara kecil dibalik tangisanku

Evan masih hidup, syukurlah

"Evan-" Kupeluk Evan dengan erat, disamping isak tangis ada rasa syukur di hatiku

"Apa kamu baik-baik saja?" Tanyaku disela isak tangisku

"Ihh, cengeng" Jawabnya

"Eh anu, enggak kok, anu, tadi itu mata kakak kelilipan debu" Balasku sambil mengusap mataku

"Hmm, mencurigakan" Ucapnya lagi sambil membuat wajahnya seakan ia adalah detektif

"Eh, apa yang mencurigakan? Sudahlah, lupakan saja. Yang penting kamu baik-baik saja kan?" Balasku kemudian bertanya

"Iya-" Jawabnya lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, seakan sedang mencari sesuatu

"Dimana? Dimana orang tadi?" Tanyanya balik

"Dia sudah mati" Jawabku singkat

"Kakak, wajahmu, dan tubuhmu-" Ucapnya sambil melihat wajah dan tubuhku

"Darah ada dimana-mana, di sekujur tubuhmu dan kepalamu. Apakah kakak baik-baik saja? Apakah sakit?" Sambungnya lalu bertanya lagi

"Tidak, kakak tidak papa, dan kakak tidak merasakan sakit sedikitpun. Hanya saja, kakak lemas" Jawabku

"Baiklah" Balasnya

Evan berdiri, berjalan dan melihat pria itu yang sudah dipastikan ia meninggal

"Arrgghh!" Aku mencoba berdiri namun kembali terjatuh

Evan berlari menghampiriku lalu membantuku berdiri

"Katanya tidak terasa apapun, mengapa malah berteriak?" Tanyanya

"Iya, memang benar aku tidak merasakan apapun. Tetapi kakiku ini rasanya sangat lemas, aku tidak bisa berdiri" Jawabku

Evan memapahku berjalan menuju mobil, kemudian memijat kakiku padahal tidak aku suruh

"Terimakasih ya, Evan" Ucapku sembari mengacak-acak rambutnya

"Iya" Jawabnya memegang tanganku agar tidak mengacak rambutnya lagi

"Evan, bisa tolong ambilkan pistol kakak itu?" Pintaku

"Tentu" Jawabnya lalu menghampiri tempat dimana pistolku terjatuh, ia kembali dengan membawa pistolku

"Ini" Ucapnya sambil menjulurkan pistol itu padaku

"Bagaimana jika aku berikan pistol itu padamu? Mau?" Tanyaku

"Serius? Tentu aku mau-" Jawabnya riang

"Lalu bagaimana denganmu?" Tanyanya balik

"Tenang saja, masih ada pistol lagi di bagasi di tas yang dibawa paman" Jawabku

"Ohh, baiklah" Balasnya

Aku mengambil kotak P3K yang aku taruh di dalam mobil lagu aku mengambil kapas dan kubersihkan darah yang ada di sekujur tubuhku

Tidak kusangka, ternyata masih ada orang seperti itu disaat seperti ini

Huft

Aku menghembuskan nafas, aku berpikir sejenak sambil menatap langit yang mulai menampakkan matahari

'Bagaimana jadinya dunia ini jika semua orang berperilaku seperti itu?'

Mungkin dunia ini akan hancur, kurang lebih seperti saat ini

Aku harap ini hanyalah mimpi, lalu aku akan bangun dari tidurku. Tetapi aku sadar bahwa ini nyata

Aku tatap Evan yang sedang bermain dengan pistol yang aku beri, bagaimana anak sekecil Evan harus menghadapi semua ini? Pasti bukan hanya Evan yang harus mengahadapi semua ini, namun semuanya

Semuanya, yang besar atau yang masih kecil, yang sudah tua atau yang masih muda, yang miskin maupun kaya harus menghadapi ini

Masih ada kesempatan untuk hidup, aku harus bertahan