webnovel

2 TAHUN

Vero melahirkan seorang bayi perempuan dan Brian memberi dia nama Michelle Daniel Manaf. Brian membawa Iza dan Michelle tinggal di Aussie bersama Vero. Iris dan Fahmi akhirnya menerima Vero sebagai menantu mereka walaupun dengan perasaan berat. Tapi Iris tidak pernah lupa pada Fatma, dia selalu bertemu dengan mantan menantunya itu sebulan sekali kadang 2 minggu sekali.

Sedangkan hubungan Briana dan Daffa semakin jauh akibat perceraian Fatma dan Brian, karena Arkan benar-benar membenci keluarga Brian. Fatma tidak bisa melarang kakaknya untuk tidak melakukan hal itu, karena sejak awal Arkan tidak setuju jika Fatma menikah dengan Brian. Briana yang patah hati akhirnya pergi ke Mesir untuk membuka usaha disana, sedangkan Daffa hanya bisa memendam perasaannya dan menjadi pria yang pendiam yang mengutamakan usahanya daripada wanita.

2 tahun sudah usia perceraian Fatma dan Brian, mereka sama sekali tidak saling bicara. Jika Brian ingin bertemu anak-anaknya, dia akan mengutus Danis untuk menemui Fatma. Fatma sendiri semakin sibuk dengan usaha pakaian muslimnya. Dia memutuskan menghentikan kegiatannya memberikan tausiyah setelah dia bercerai dengan Brian, karena dia merasa tidak pantas memberikan nasehat pada orang lain sementara dirinya saja masih memiliki banyak kekurangan.

Zabran yang saat ini berusia 6 tahun telah bersiap-siap untuk masuk ke sekolah Islam. Fatma memilih MI. DARUSSALAM sebagai sekolahnya. Fatma telah berpindah ke sebuah ruko yang dibelinya dari hasil keringatnya sendiri, walau tidak sebesar rumah yang dia tempati bersama Brian, tapi dia merasa nyaman dengan rumah itu dan Zabran tidak keberatan jika mereka pindah kesana.

" Kakak sudah siap?" tanya Fatma.

" Ins Yaa Allah, Ummi!" jawab Brian tegas.

Mereka saat ini telah berada di depan gerbang pintu sekolah baru Zabran. Fatma mencium pipi putranya dan Zabran mencium balik pipi Fatma lalu punggung tangan ibunya tersebut.

" Do'ain Zab, ya, Ummi!" pinta Zab dengan tersenyum.

" Ins Yaa Allah! Allah selalu bersamamu, nak!" balas Fatma dengan senyum indahnya.

Zabran mengangguk lalu melangkah masuk ke dalam sekolahnya. Zabran tidak mau diantar masuk oleh Fatma, karena dia merasa jika dia harus berani dan tidak bergantung pada ibunya. Fatma menitikkan airmata bahagia, meskipun tidak ada abi yang menemaninya, tapi Zabran tidak pernah mengeluh ataupun menanyakan dimana Brian dan kenapa tidak pernah menemuinya.

Fatma duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitasnya sebagai pemilik Butik Zahirah Collection. Fatma mempekerjakan 5 tukang jahit dan 5 pegawai guna membantunya dalam mengurus usahanya. Sedikit demi sedikit dia belajar untuk mendesain hijab maupun khimar, terkadang juga busana muslim. Semuanya detail yang rumit dikerjakan dengan tangan, sedangkan yang sedernahana dan mudah dikerjakan oleh mesin. Fatma hanya memiliki 3 mesin saja karena jika ditambah, maka dia membutuhkan tempat yang lebih besar dan dia tidak memiliki tempat untuk itu.

" Ustadzah!" sapa Widi.

Erna, Widi dan Salma masih dia ajak karena mereka sudah ikut dengannya sejak awal dia membuka toko di rumah lama.

" Ya, Wid?" sahut Fatma saat mendengar Widi memanggilnya tanpa melihat ke wajah Widi.

" Pesanan Hj. Salimar sudah siap untuk dikirim!" kata Widi.

" Nanti saya cek lagi! Karena kemarin saya dapat komplain dari pelanggan kita yang di Malaysia kalo khimarnya ada yang rusak lagi!" kata Fatma melihat Widi.

" Tapi saya sudah mengecek sampai 3x, Us, semua bagus dan sesuai pesanan!" kata Widi mengerutkan keningnya.

Fatma meraih benda pipih miliknya dan menyalakannya, lalu dia menggeser dan menekan layar ponsel tersebut.

" Mereka mengirim gambar barang kita, Wid!" kata Fatma memperlihatkan sebuah foto pada Widi.

Widi terkejut melihat khimar produksi Bosnya sudah sobek sana-sini dan tidak hanya satu.

" Astaghfirullah! Tapi bagaimana mungkin?" tanya Widi heran.

" Saya juga tidak tahu! Selama ini kita mengirim kemana-mana tidak pernah terjadi komplain sama sekali. Tapi kenapa yang kita kirim ke mereka pada rusak!" kata Fatma memijit kepalanya yang sedikit pening.

" Apa jangan-jangan ini perbuatan dari pihak expedisinya, Us?" tuduh Widi.

" Astaughfirullah, Wid! Nggak baik suudzon seperti itu!" kata Fatma menegur Widi.

" Astaughfirullah! Maaf, Us! Saya hanya heran dan jengkel saja kenapa bisa sampai seperti ini!" kata Widi sedih.

" Biar nanti saya sendiri yang pergi ke expedisi tersebut sekalian menanyakan hal ini!" kata Fatma.

" Baik, Us!" jawab Widi.

Disinilah Fatma saat ini, di Expedisi yang sudah setahun lebih menjadi langganannya mengirim barang. Expedisi itu ternyata sangat besar dan terlihat sangat ramai. Fatma memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dan dia keluar dari dalam mobil setelah mematikan mesinnya. Jalanan yang dilintasi kantor expedisi itu sangat ramai dan sedikit macet. Fatma berjalan menyebrang saat lalu lintas sedang macet, sehingga memudahkan dirinya untuk lewat diantara badan-badan mobil yang berhenti sejenak menunggu mobil didepannya bergerak.

" Assalamu'alaikum! Permisi, Pak!" sapa Fatma pada seorang pria yang duduk di pos penjagaan.

" Wa'alaikumsalam! Ya, Bu?" sahut penjaga itu.

" Saya mau kirim paket, saya harus ke sebelah mana ya?" tanya Fatma.

" Ibu masuk saja ke bangunan yang berwarna hijau di sebelah sana!" ucap penjaga itu.

Penjaga itu menunjuk sebuah bangunan bertingkat 3 yang berada di pojok sebelah kanan pos penjagaan. Fatma memutar kepalanya ke arah yang ditunjuk oleh penjaga itu, dilihatnya bangunan hijau tersebut dan banyak mobil juga sepeda motor yang terparkir didepannya, sepertinya milik orang yang mengirim barang lewat expedisi tersebut.

" Trima kasih, Pak! Assalamu'alaikum!" ucap Fatma.

" Sama-sama, Bu! Wa'alaikumsalam!" jawab penjaga itu.

Fatma berjalan menuju ke mobilnya dengan sedikit tergesa, karena dia melihat jalanan sedang sedikit macet kembali. Fatma masuk ke dalam mobil, lalu menyalakannya,dia melajukan mobilnya perlahan untuk mencari tempat guna memutar balik.

Setelah kira-kira 10 menitan, Fatma masuk ke parkiran expedisi tersebut. Dia mematikan mesin mobil lalu meraih tasnya dan keluar dari dalam mobilnya. Fatma berjalan menuju ke pintu masuk dan disambut seorang pria dengan senyum ramahnya.

" Assalamu'alaikum!" sapa pria itu.

" Wa'alaikumsalam!" jawab Fatma.

" Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya pria itu lagi.

" Saya mau kirim barang dan mengajukan komplain!" ucap Fatma.

" Silahkan ibu naik ke lantai 3 dan menemui Pak Adi!" kata pria itu.

Fatma sedikit bingung, kenapa mengirim barang saja harus ke lantai 3, sedangkan dia melihat orang masuk ke ruangan itu sambil menenteng barangnya lalu mengambil nomor antrian.

" Trima kasih!" jawab Fatma tersenyum.

Tapi dia hanya menuruti saja apa yang dikatakan penjaga itu. Wanita berhijab itu kemudian berjalan ke arah lift dan menekan tombol di dinding, lift langsung terbuka dan Fatma masuk ke dalamnya. Dia menekan angka 3 pada dinding lift dan lift tertutup lalu membawa Fatma naik ke lantai tujuan. Fatma keluar saat pintu lift terbuka dan terlihat sebuah ruangan besar dengan beberapa sekat ruangan di sebelah kanan. Fatma melihat sebuah meja tinggi di sebelah kiri ruangan dan mendatangi meja tersebut.

" Assalamu'alaikum!" sapa Fatma.

" Wa'alaikumsalam! Ada yang bisa saya bantu?" tanya perempuan muda berhijab tersebut.

" Apa saya bisa bertemu Pak Adi untuk pengajuan kompalin dan pengiriman barang?" tanya Fatma.

Next chapter