webnovel

Diary Mika

Kampus

Author POV

Anika memang tak menceritakan apa-apa kepada teman- temannya perihal lebamnya itu. Dia diam dan sepertinya mereka mengerti bahwa Anika butuh privasi dan tak memaksa menjelaskan semuanya.

Seperti biasa, mereka berada di lapangan basket indoor untuk menonton pertandingan. Gwen berada di samping Anika dan berkali-kali meneriakkan nama Rangga. Membuat Anika kegerahan, ingin berteriak juga.

Tapi Anika mengurung niatnya. Teriakannya cukup sekadar berbunyi di dalam hatinya karena kenyataannya ia tetap mengatupkan mulut sambil memperhatikan ke dalam lapangan.

Pertandingan selesai, dan kelas mereka menang 16 poin dari kelas lawan.

Anika tak bisa menahan senyum saat Devan berjalan ngos-ngosan di depannya. Terlihat sekali Devan kelelahan dan kehausan. Anika menoleh ke samping, melihat Gwen membagi minuman dingin kepada Rangga dan Lukas. Gwen tak lupa melemparkan handuk kecil pada mereka berdua, seperti biasa.

Anika memberikan handuk kecil kepada Devan, membuat pemuda itu sedikit terpana dan menerimanya dengan tawa. Tanpa mengatakan apa-apa Anika mengambil minuman dingin yang seharusnya untuk Satya, memberikannya kepada Devan sambil tersenyum.

Anika merasakan dirinya meremang. Lalu ia mengedarkan pandangan ke seluruh lapangan, ke bangku penonton terutama. Nihil, tak ada siapa pun lagi. Namun Anika yakin ada yang memperhatikannya.

Satya mengernyit saat melihat ke arah Devan dan Anika yang duduk berdampingan. Cemburu menyelusup ke relung hatinya. Dia ingin mendekat, kalau saja perasaan ragu itu tak membelenggunya saat melihat Tina berdiri tak jauh di depan Anika.

Satya memilih melempar bola basket ke arah Rangga. Dia bermandikan keringat dan sudah tak tahan untuk berganti baju seragam. Ia berjalan bimbang. Tina melambai semringah ke arahnya. 

Satya tersenyum, membalas lambaian Tina.

Satya tidak sadar bahwa Anika berjalan mendekatinya. Tiba-tiba saja Anika menyapukan handuk kecil ke wajah Satya, kemudian memberikan minuman kaleng dingin, membuat Satya kaget dan langsung mengalihkan pandangan ke belakang Anika. Tina sudah menghilang.

Namun Satya sudah memilih. Untuk berganti hati. Dan melupakan apa yang pernah terjadi, seberapa kuat pun masa lalu menjemputnya. Anika menoleh ke belakang, mengikuti pandangan Satya. Tak ada siapa-siapa, hanya teman-teman mereka. Ia mengerucutkan bibir.

Satya tersenyum, kemudian mengacak rambut Anika, membuat Anika mengerjap kaget.

***

Anika duduk di taman sekolah sambil membaca pesan singkat 

dari Om Sultan. Dia berjanji untuk menunggui Satya latihan basket. Lagi pula, dia sudah meminta izin pada Om Sultan agar tak datang ke kantor hari itu.

Anika bosan. Andai saja Rangga dan Gwen tak pergi kencan, dia pasti punya teman sewaktu menunggui Satya. Lalu sekarang dia harus melakukan apa? Satya sedang latihan untuk pertandingan beberapa minggu lagi.

"Heh, bengong aja!"

Anika menoleh ke samping. Devan sudah duduk di situ. Anika memasukkan ponsel ke saku, kemudian menatap Devan. "Ngapain di sini?" 

Devan melengos, menyandar ke kursi taman. "Ealah… pilih kasih 

nih, sama Satya lembut banget, sama aku nggak."

Anika memutar bola mata. "Yah bedalah kamu sama dia."

Devan mengembuskan napas kesal. "Padahal kan aku yang duluan suka sama kamu."

Anika terpana. "Kamu ngomong apa?"

Devan menggeleng. "Emangnya aku ngomong apa?" Ia baru menyadari kebodohan yang telah dilakukannya. Ia menatap Anika ragu-ragu, lalu tertawa begitu saja.

Anika menggeleng pelan. Keanehan Devan semakin lama semakin parah. Bagaimana bisa dia tertawa? Tak ada yang lucu sedikit pun.

"Kamu kenapa ketawa?" tanya Anika.

Devan menggeleng. "Wajahmu seperti preman pasar, tahu nggak sih?"

Jelas tidak terima, Anika mendengus, mencubit lengan Devan gemas, kemudian melayangkan tatapan membunuh.

"Awww…!" Devan meringis karena cubitan kecil Anika membuat 

kulitnya merah seketika. "Sadis banget sih!"

Anika menggeleng. "Tau ah… makin bete aku ngomong sama kamu!"

Devan tertawa, kemudian menyikut pelan. "Aku bercanda."

Anika menjulurkan lidah.

"Tapi ada seriusnya juga. Hahaha…"

Dan Devan benar-benar menjadi sangat menyebalkan.

***

Anika melambaikan tangan seiring menjauhnya mobil Satya. Mobilnya sendiri terparkir manis di garasi karena Satya memaksanya menjemput-antar.

Anika membuka pintu rumah bersemangat. Dia tak tahu Satya menggunakan ilmu apa sehingga membuatnya terbang seperti itu. Ia melihat foto keluarganya yang besar, memandang wajah papanya, menutup mata.

Pa, Anika sudah menemukan seseorang.

Anika berjalan menuju kamar. Dia lelah karena setelah latihan futsal, Satya mengajaknya ke mal untuk menghabiskan sore dan malam mereka.

Anika mengempaskan tubuh ke kasur.

Sesaat kemudian gadis itu kembali berdiri, memutuskan menuju meja rias. Anika tersenyum saat memar dan lebamnya terlihat samar, hampir hilang. Sepertinya besok dia harus memikirkan cara menyamarkan memar tersebut.

Anika membuka laci, terbelalak saat menemukan sesuatu di 

dalam sana.

Buku biru. Diary Mika.

Anika mengambil diary itu. Dia tak akan bisa membukanya kalau tak tahu kode yang mengunci diary tersebut.

Ada enam angka, dan Anika harus memikirkan baik-baik. Pertama-tama Anika mencoba dengan tanggal lahir Mika, kemudian tanggal lahir kedua orangtuanya. Tak satu pun yang cocok, membuat Anika frustrasi.

Mika lahir 26 Mei 2000. Anika mencoba segala kombinasi yang berhubungan dengan angka tersebut. Namun tetap gagal.

Anika mulai bosan, memilih membuka email. Ada email baru dari temannya di Hamburg. Dia membalas email itu sambil berbaring. Setelah itu dia berpikir, besok dia akan menghancurkan gembok itu dengan palu. Beres.

Anika memeriksa spam di akun emailnya. Ada email yang belum dia baca, dari temannya yang lain. Temannya itu mengabarkan bahwa dia baru saja pacaran dengan cowok Belanda di kampusnya.

Tiba-tiba Anika teringat sesuatu. Astaga! Email itu… email yang pernah dikirim Mika beberapa tahun lalu, yang mengatakan bahwa dia dapat pacar. Anika yakin, dia belum menghapus email tersebut.

mikaila.hilmar@ymail.com

Anika… aku baru aja kencan sama seseorang. Duh, dia baik 

bgt. Km tahu nggak, tadi dia nembak aku, trus aku bilang aja 

iya. Aku seneng bgt. Km kapan punya cowok bule di sana?

7 Agustus 2016

Anika menghela napas, kembali memandangi diary Mika yang 

tergeletak di kasur. Dia mencoba kombinasi angka tersebut, 

160807.

Ceklek!

Diary itu terbuka.

Anika tersenyum miring. Itu diary Mika sejak kelas 1 SMA.

Anika membelalak saat membaca:

2 Feb 2017

Mina dipukul lagi. Aku nggak tega, tapi kesel juga. Kenapa 

Mina mecahin pajangan kuda yang dia kasih? :'(

Astaga! Anika meremas kertas diary itu. Lagi? Jadi adiknya tinggal di sana dengan siksaan? Anika bergidik, muak pada keluarga Hilmar.

Anika mengamati tulisan terakhir Mika. Tak tertulis kapan tanggal pastinya, namun ada namanya, setelah cacian yang ditumpahkan kepadanya di lembar sebelumnya.

Pindah ke sekolah baru. Aku nggak nyangka bakalan ketemu kamu lagi, tapi sayangnya kamu gabung sama orang yang menyebabkan ayahku meninggal. Kenapa kamu harus berteman dengan Anika? 

Aku masih sayang kamu, nggak mau kamu jatuh cinta sama Anika. 

Kenapa? Kenapa tadi pagi kamu jalan bareng dia?

Anika ternganga membacanya. Apa? Cinta pertama Mika… ada 

di dekatnya? Siapa? Apa satu di antara keempat cowok itu?

Anika terdiam, yakin Mika masih sangat menyayangi pemuda itu. Dia bisa memanfaatkan keadaan.

Anika tersenyum penuh arti. Baiklah, siapa sebenarnya mantan Mika? Penasaran membuat dirinya merasa harus segera menemukannya!

To Be Continued