webnovel

08 - Fragmen in Eternal Line Story (Part 01)

Pada ruangan yang berada di dalam Pohon Suci, Odo duduk di atas kursi kayu seraya meletakkan kedua tangan ke atas pangkuan. Ia melepaskan Jubah Dimensi, sekilas tatapannya berubah lesu, melirik ke arah Reyah yang duduk pada kursi kayu berbentuk sama di depannya. Sekarang mereka berdua berada di salah satu sudut ruangan kayu luas yang tidak memiliki tiang penyangga, di dekat ranjang rangkaian bunga yang sebelumnya digunakan anak berambut hitam tersebut. Setelah melipat Jubah Dimensi dan meletakkannya di atas pangkuan, Odo menghela napas ringan seraya menundukkan wajahnya yang seakan penuh beban pikiran.

"Jadi, bagaimana rencanamu untuk mengalahkan Naga Hitam itu? Asal kau tahu, aku bahkan belum pernah bertemu dengan naga itu ..., yang kuketahui darinya hanya dari buku saja," ucap anak berambut hitam itu.

"Tenang saja, kurang lebih dasar rencananya sudah ada .... Diriku rasa ini lebih terencana dari pada apa yang dilakukan Sang Ahli Pedang."

Jawaban Reyah membuat Odo heran, tatapan anak berambut hitam itu menyipit dan semakin tajam. Memikirkan hal lain, Odo menyadari beberapa hal dari apa yang Reyah katakan sebelumnya. Pada dasarnya, tindakan ekspedisi yang dilakukan ayahnya memang sangatlah merugikan, entah itu bagi Dunia Astral ataupun wilayah kekuasaan ayahnya sendiri. Baik itu sumber daya, peralatan, pikiran, uang, dan nyawa, ekspedisi yang telah dilakukan oleh Marquess Luke benar-benar bisa dikatakan sebagai hal yang tidak menguntungkan melihat akibat yang ada. Menyadari hal tersebut, Odo sadar kalau tindakannya sekarang ini dengan pergi ke Dunia Astral memang juga bisa dikatakan sangat ceroboh dan tidak terencana dengan matang.

Tetapi, Odo sendiri sadar kalau hal tersebut hanya sebuah alasan. Ia berada di tempat ini, masih hidup dan bernapas di Dunia Astral setelah datang ke tempat berbahaya yang bisa membunuh anak manusia dengan mudah tersebut, itu fakta yang ada sekarang. Tujuannya datang ke Dunia Astral bukanlah untuk mencari kebanggaan atau tanda prestasi, tetapi mencari bahan ramuan untuk obat ibunya. Pilihan mundur tidak ada untuknya. Kalau dirinya kembali sekarang, kemungkinan besar apa yang dilakukannya tidak jauh berbeda dengan kegagalan ekspedisi ayahnya.

Odo menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Atas pemikiran yang ada dalam benak, Ia menyusun pertanyaan untuk mencari informasi. Dengan tatapan mata yang sangat tenang, Ia melihat ke arah Reyah seraya bertanya, "Ngomong-omong, Reyah .... Aku pingsan berapa lama?"

"Hmm ...." Dryad itu sedikit memalingkan pandangan dan berpikir, kemudian kembali menatap Odo dengan sorot mata datar. "Mungkin empat hari, menurut perhitungan waktu tempat ini .... Yah, kalau dibandingkan dengan waktu dunia nyata dalam kondisi stabil, mungkin di sana belum sampai satu hari. Engkau tak perlu cemas," ucapnya.

"Eh?" Jawaban itu benar-benar membuat Odo terkejut. Bukan hanya karena lamanya Ia tidak sadarkan diri, tetapi juga karena adanya perbedaan laju waktu antara Dunia Astral dan Dunia Nyata. Memang ada beberapa penjelasan tentang perbedaan waktu karena pada dasarnya perbedaan dimensi bisa mengakibatkan hal tersebut terjadi , tetapi Odo benar-benar tidak mengira kalau hal itu nyata terjadi dan dirinya mengalami hal tersebut.

"Apa perbedaan waktunya separah itu ..., bukan hanya beberapa jam ... tapi malah sampai ...."

"Bukannya itu wajar? Di dunia manusia juga ada perbedaan waktu seperti itu di tiap tempatnya, bukan? Seperti di belahan dunia sedang siang tapi di belahan lain sedang malam, atau semacam itu ...?"

Sekilas memalingkan pandangannya dan berpikir, Odo sadar kalau hal seperti itu memang wajar. Perbedaan waktu yang ada memang bisa terjadi, meskipun itu bukan dalam kategori berbeda dimensi sekalipun.

"Reyah ..., perbedaan waktu Dunia Astral denga⸻"

"Satu banding empat," ucap Reyah langsung.

"A ...?

"Terjadang juga satu banding satu, satu banding dua, atau ada juga tempat dengan perbandingan waktu satu banding seribu."

"Se-Serius? Apa Dunia Astral itu tempat selabil itu ...?"

Fakta yang dikatakan Reyah benar-benar tidak bisa dipercaya, tetapi sayangnya itu kenyataan yang harus ditelan Odo. Konsep waktu tersebut juga bisa menjelaskan luka parah pada perut bisa sembuh dengan cepat dan kondisi tubuhnya kembali prima, Odo benar-benar tidak bisa menolak fakta perbedaan waktu yang ada.

"Kalau penjelasan Reyah benar ..., itu sedikit menjelaskan kenapa Ayah terlihat lebih tua dari umurnya. Dia ..., sering masuk ke Dunia Astral ini, sih. Tapi ..., kenapa Ibu masih terlihat muda? Bukannya dulu ..., sebelum sakit-sakitan Ibu juga ...."

Saat memikirkan hal tersebut, keraguan Odo tentang rahasia yang disembunyikan Ibunya semakin kuat. Penampilan fisik yang tidak berubah setiap tahunnya, tetapi kondisi tubuh yang kesehatannya semakin menurun, hal tersebut terlalu aneh jika hanya digolongkan dalam kategori perempuan yang awet muda saja. Hal tersebut terasa lebih dari sekadar penyakit atau kutukan biasa.

"Perbedaan waktu atau ...."

"Tenang saja," ucap Reyah. Fokus Odo langsung kembali ke Dryad tersebut.

"Perbandingan waktu Dunia Astral memang lebih cepat dari dunia tempat para makhluk fana tinggal. Tapi, diriku rasa laju waktu paling cepat di daerah Dunia Astral ini hanya satu banding empat saja. Hal seperti satu banding seribu hanya ada di ujung dunia ..., tempat dimana jangkauan konsep singularitas semakin lemah," lanjut Dryad tersebut.

Mendengar itu, Odo memasang ekspresi datar, bukan karena tidak percaya tetapi karena akal sehatnya tidak mau menerima fakta tersebut. Pada saat yang sama, Odo juga mulai paham kalau Reyah tidak benar-benar bisa membaca pikirannya, bukti dari itu adalah karena Dryad itu tidak membahas pemikiran Odo tentang Ibunya.

Anak berambut hitam itu berdiri, lalu sekilas memalingkan wajah dan menghela napas. Ia memasang wajah ramah untuk benar-benar mengalihkan topik pembicaraan yang berlangsung.

"Sebenarnya seberapa luas sih Dunia Astral? Rasanya kepalaku pusing .... Sungguh, kalau aku tidak mengenakan meda⸻"

Saat Odo hendak memegang medali yang merupakan Alat Sihir Penstabil Keberadaan saat di dunia Astral, alat tersebut tidak ada. Seharusnya Ia selalu mengalungkan benda itu untuk bisa menstabilkan keberadaan dan ruang, tetapi sekarang benda itu benar-benar lepas darinya.

"Eh?!Tidak ada?! Medalinya .... Terus kenapa aku tidak ... terlempar seperti sebelumnya ...?"

"Engkau mencari medali sihir?" tanya Reyah. Odo langsung menatapnya dengan panik, lalu mengangguk.

"Engkau sudah tak perlu alat itu, sekarang keberadaanmu di tempat ini sudah paten dan tak akan terjadi distorsi ruang yang melemparkanmu ke tempat antah-berantah."

"EH?! Berati ... aku sudah mati?" tanya Odo dengan tatapan cemas.

"Kenapa malah seperti itu kesimpulannya?" Reyah memasang ekspresi datar.

"Ya ..., bukannya hanya makhluk Astral yang dapat stabil di Dunia Astral? Kamu tahu ..., tubuh fisik."

"Kata siapa?"

"Buku."

Seketika Reyah terdiam tanpa meladeni kembali perkataan Odo untuk sesaat. Ia memalingkan pandangan, kemudian senyam-senyum sendiri seakan telah mendengar hal lucu. Odo yang melihat itu hanya diam, Ia tidak merasa ada yang lucu ataupun telah mengatakan hal lucu.

"Hah ...?"

"Maaf ..., maaf. Sungguh, tidak diriku sangka engkau terlalu terpaku pada buku seperti itu. Yah, kalau sesuai teori yang dimiliki manusia dan ras dunia fana di luar sana memang seperti itu adanya, tapi segala hal ada pengecualian dan hal-hal baru selalu ditemukan, engkau tahu ...."

Mendengar itu, Odo kembali duduk seraya menyilangkan kaki kanannya ke atas kaki kiri. Ia memasang wajah antusias, menatap penuh rasa penasaran. "Apa maksudnya?" tanya anak berambut hitam itu dengan tatapan murni dari rasa keingintahuan.

"Apa engkau tidak pernah berpikir seperti ini? Kalau hanya makhluk Astral yang bisa stabil di Dunia Astral, kenapa Ras Naga bisa tinggal di tempat ini? Engkau tahu, para naga juga punya bentuk fisik."

Odo baru sadar akan hal tersebut, kata Astral dalam pengetahuannya yang sedikit salah kaprah dibenarkan setelah mendengar perkataan Reyah. Pada dasarnya Dunia Astral merupakan sebutan untuk dimensi yang penghuni dengan populasi paling banyaknya adalah makhluk Astral (tidak memiliki bentuk fisik dan hanya berbentuk Ether atau energi), sedangkan tempatnya sendiri hanyalah sebuah tempat biasa seperti Dunia Nyata tetapi hanya saja sering terjadi distorsi ruang karena dimensi tersebut telah berubah sifatnya. Perubahan sifat tersebut terjadi karena penghuninya, yaitu makhluk Astral. Seperti halnya Dunia Nyata yang geografisnya berubah karena pengaruh dan ulah penghuninya, Dunia Astral juga hampir mempunyai karakteristik seperti itu.

"Memang benar .... Tapi ..., kenapa tiba-tiba tubuhku bisa stabil di Dunia Astral ini? Memangnya adaptasi bisa secepat itu, atau kar⸻"

"Diriku memodifikasi tubuhmu."

"Eh?" Seketika Odo terkejut diam akan perkataan tersebut.

"Diriku memodifikasi tubuhmu."

"Apa?"

"Diriku memodifikasi tubu⸻."

"Aku dengar itu! Maksudku apaan!?"

Reyah sekilas memalingkan pandangan dengan wajah sedikit enggan. Ia menyipitkan mata sesaat, kemudian kembali melihat Odo dengan tatapan datar. "Memangnya apa? Seperti yang diriku katakan, memodifikasi ya memodifikasi, mengubah dan menambahkan beberapa peningkatan," ucap Reyah seakan tidak ada yang aneh dalam ucapannya.

Mendengar itu, Odo menyipitkan mata dan meningkatkan tekanan sihirnya. Walaupun dirinya telah bersabar melakukan diskusi dengan makhluk yang akal sehatnya sangat menyimpang, tetapi itu sudah sampai pada batasnya. Dengan menyalurkan Mana ke tangan kanan dan mengubah sifatnya menjadi petir, Odo menunjuk ke arah Reyah. Tangan berselimut petir biru terang itu bisa saja ditembakkan dengan cepat tanpa membarkannya mengelak mengingat jarak di antara mereka, meski begitu Reyah hanya memasang wajah datar dan tidak bergeming.

"Engkau tahu, kekerasan tidak menyelesaikan apa-apa," ucap Reyeh .

"Aku tahu, bahkan lebih darimu. Tapi, asal kau tahu ..., tidak semua manusia selalu berpikir rasional. Terkadang manusia memetingkan emosi di atas pemikiran logis."

Reyah menutup matanya sekilas saat mendengar itu. Ia berusaha memahami itu dan memakluminya. "Sepertiya diriku terlalu berlebihan menggodanya," pikirnya seraya membuka mata, kemudian menatap Odo dengan datar.

"Maaf, diriku yang salah. Akan diriku jelaskan ...."

Meski Reyah telah meminta maaf, Odo tetap tidak menurunkan tangan dan tetap menunjuk Dryad itu dan siap menembakkan sihir petir kapan saja. Tatapan mata anak berambut hitam itu terlihat tidak peduli, begitu gelap dan seakan tidak memantulkan cahaya.

"Diriku akui, memang pada awalnya diriku ini berniat menjadikanmu cadangan makanan sama seperti para manusia yang tergelantung di atas," ucap Reyah.

"Apa maksudmu?"

"Apa engkau ingat bijih yang keluar dari dalam tubuhmu dan diriku telan tadi?"

"Ya, aku ingat."

"Itu adalah Bijih Pohon Suci."

Mendengar itu, konsentrasi sihir petir pada ujung jari Odo hilang. Ia berhenti menunjuk, kemudian meletakkan telapak tangan kanan ke atas pangkuan, lalu menurunkan kaki kanan ke lantai. Dengan tatapan yang tidak berubah sama sekali, Odo bertanya, "Memangnya ada apa dengan itu?"

"Bijih Pohon Suci, dengan kata lain sebuah benih Inti Sihir yang keluar dari Pohon Suci. Bijih itu biasanya diriku gunakan untuk mencari persediaan makanan. Apa engkau melihat akar dan tunas yang keluar dari para manusia yang tergantung di atas?"

Odo mendongak, di atas sana memang keluar akar dari tubuh para prajurit yang terhubung dengan langit-langit ruangan di dalam Pohon Suci tempat mereka berdua berada sekarang. Tetapi, pada tubuh para prajurit yang tergelantung di atas tidak ada tunas, hanya ada akar yang tumbuh keluar dari mulut dan dada.

"Tidak ada tunas di sana," ucap Odo. Anak berambut hitam itu kembali melihat ke arah Reyah.

"Tunasnya di dalam tubuh mereka .... Engkau paham apa yang diriku maksud?"

Sekilas Odo menyipitkan mata. Ia paham apa yang Reyah sampaikan, meskipun itu tidak secara menyeluruh. Bijih yang dikatakan Reyah juga disebutkannya dengan benih, dengan kata lain itu akan tumbuh. Reyah juga berkata menggunakan bijih itu untuk mencari persediaan makanan. Dalam hal tersebut, bisa dengan jelas Odo tahu kalau bijih-bijih itulah yang membuat kondisi para prajurit Kerajaan Felixia menjadi seperti apa yang ada di atas mereka berdua.

"Begitu ya, jelas saja dia berkata berniat menjadikanku seperti para prajurit di atas. Bijih sebelumnya ..., bisa tumbuh di dalam tubuh dan ...."

Odo menarik napas ringan, lalu menatap Reyah dengan datar. "Jadi, kenapa aku tidak menjadi cadangan makananmu?" tanyanya dengan rasa tidak peduli.

Reyah terkejut, Dryad itu kira Odo akan marah atau tidak mempercayainya lagi. Tetapi, anak berambut hitam itu malah menanyakan alasannya dengan tatapan seakan tidak memedulikan fakta yang ada.

"Engkau tidak curiga atau marah ...? Diriku ini ..., awalnya berniat menjadikanmu makanan, loh."

Perkataan Reyah membuat Odo kembali memasang tatapan tajam. Dengan nada gelap, Ia menjawab," Apa kau ... ingin aku mengamuk seperti orang gila dan bertarung denganmu sampai mati sekarang?"

"Ti-Tidak ...." Reyah gemetar. Perkataan dan tatapan anak itu memang tidak ada yang bersifat benar-benar buruk, tetapi hal tersebut terasa sangat tidak wajar dan mengerikan.

"Kembali ke pertanyaanku, kenapa kau tidak menjadikanku cadangan makananmu? Jangan katakan kalau kau berbelas kasih atau semacamnya," ucap Odo.

"Memang tidak. Diriku tak menjadikanmu cadangan makanan dan mengantung dirimu seperti para manusia di atas karena memang diriku tidak bisa."

Odo terdiam mendengar itu. Sekilas Ia mendongak ke atas, lalu kembali mengamati para prajurit yang telah menjadi seperti mayat kering. "Apa karena ada batasan umur manusia yang bisa digunakan untuk cadangan makananmu?" tanya Odo. Ia menatap Reyah kembali dengan tajam.

"Bukan itu. Engkau ..., bijih Pohon Suci tidak bisa tumbuh pada tubuhmu."

"Hmm?"

"Pada dasarnya Bijih Pohon Suci yang masuk ke dalam tubuh makhluk hidup akan mengalami pertumbuhan drastis karena memiliki sifat menghisap Inti Sihir dari makhluk lain. Bijih yang masuk akan bergerak mendekat ke sumber Mana, kemudian dengan cepat mengambil alih Inti Sihir dan mulai tumbuh. Setelah tumbuh, tunas yang ada mulai mengakar, dan akarnya akan terus tubuh sampai bisa kembali ke Pohon Suci. Tentu saja, saat bijih kembali ..., mereka akan membawa inang mereka untuk dijadikan sebagai cadangan makanan pohon ini. Tapi ..., anehnya bijih tidak tumbuh saat masuk ke tubuhmu ...."

"Kenapa ...?" tanya Odo dengan datar. Pertanyaan tersebut benar-benar membuat Reyah takut, untuk seorang manusia itu terkesan seperti Odo tidak takut mati.

"Sa-Saat diriku periksa, Inti Sihir dari Bijih Pohon Suci yang masuk ke dalam dirimu malah ditelan oleh Inti Sihirmu. Tubuhmu benar-benar melahap kehidupan Bijih Pohon Suci dan menjadikannya milikmu sendiri. Karena itu juga ..., keberadaanmu di Dunia Astral ini menjadi stabil tanpa alat sihir berbentuk medali itu. Keberadaanmu ..., lebih tepatnya hawa keberadaanmu malah sekarang hampir mirip seperti Pohon Suci. Sebenarnya dirimu itu apa? Kenapa engkau ..., tubuh engkau itu sangat aneh?"

"Hmm, kurasa itu wajar ...."

"Wa-Wajar ...? Apa maksudmu menelan Inti Sihir dari Bijih Pohon Suci itu wajar?" Reyah membuka mulutnya, lalu mengeluarkan beberapa Bijih Pohon Suci dari dalam mulut ke atas telapak tangan kanannya. Melihat hal tersebut, Odo memasang ekspresi jijik dengan apa yang dilakukan Roh Agung tersebut.

"Lihat! Semuanya mengering dan berubah cokelat! Bahkan bijih yang baru saja diriku masukkan beberapa saat lalu sudah berubah kering seperti ini! Menurutmu ini wajar!?"

Odo mengamati lima bijih di atas telapak tangan Reyah. Seperti apa yang dikatakan Roh Agung tersebut, semuanya berubah cokelat dan mengering.

"Ya, mau bagaimana lagi. Inti Sihirku tergolong rakus dan dalam masa pertumbuhan," ucap Odo

"Eeeeh? Meski engkau masih anak-anak, apa Inti Sihirmu juga bisa seperti itu dengan mudahnya menyerap Inti Sihir lain ... hanya karena alasan sedang dalam masa pertumbuhan?"

"Ya, tidak juga, sih. Aku sering mengosongkan Inti Sihir dan terus membiasakan persediaan Mana tersuplai teratur di seluruh tubuh saat berlatih. Berkat itu, kondisi penyerapan Inti Sihirku bisa tergolong sangat cepat dan rakus akan Inti Sihir dan Mana eksternal ...."

"A .... Ja-Jangan-jangan itu ..., Teknik Meditasi Jalan Alam? Teknik yang di⸻"

"Bukan Jalan Alam. Teknik meditasi yang aku gunakan Jalan Ilahi dan Surgawi. Yah, meski itu hanya meningkatkan Inti Sihir dan kualitas Mana saja, tapi sama sekali tidak menimbulkan perubahan pada fisik atau ketahanan tubuh, sih."

Teknik meditasi pada dasarnya adalah sebuah cara untuk kultivasi Inti Sihir. Meditasi Jalan Alam adalah teknik meditasi yang menggunakan cara menyerap tenaga alam dan mengusainya, sedangkan Jalan Ilahi dan Surgawi adalah teknik meditasi dimana meditasi bisa dilakukan dengan cara menyerap energi kehidupan langsung dari sumber energi eksternal. Meski berbeda caranya, tetapi orang yang mengusai teknik meditasi memiliki kesempatan menjadi Petapa Agung dengan cepat.

"Jalan Surgawi dan Ilahi ...? Begitu ya, engkau keturunan Penyihir Cahaya itu ..., jadi kurasa wajar kalau dia mengajarimu Teknik Meditasi itu."

Saat mendengar itu, Odo ingin berkata kalau dirinya belajar secara autodidak. Tetapi karena hal tersebut dirasa menyusahkan untuk menjelaskannya, Odo memilih tidak mengatakannya.

"Apa kau kenal dengan Ibuku, Reyah?" tanya Odo.

"Tidak juga ..., tetapi dulu sekali beliau pernah menyelamatkan Dunia Astral ini bersama Sang Ahli Pedang."

"Hmm, terus kenapa kamu malah menyerang pasukan yang dipimpin penyelamat itu?"

"Kewajiban dan hutang berbeda. Ini salahnya karena tidak menghargai peraturan hutan ini saat datang."

Mendengar itu, Odo tidak punya pilihan selain mengangguk paham dan mengakui kesalahan ayahnya itu. Tatapannya berubah gelap kembali, dan sorot matanya terasa sangat tajam.

"Ngomong-omong, maksud dari memodifikasi tubuhku itu apa? Kalau hanya menyerap Inti Sihir dari Pohon Suci, kurasa itu tidak termasuk modifikasi?"

"Ah ..., itu ...." Reyah memalingkan pandangan. Wajah dengan ekspresi datarnya berubah sedikit merasa bersalah akan sesuatu.

"Kenapa kau malah memalingkan wajah? Modifikasi apa yang telah kau lakukan padaku, oi ...."

"Yah, karena melihat hal yang terlalu menarik seperti itu ..., jadinya diriku sedikit terbawa suasana dan mencoba hal lain .... Yah, jujur itu sangat luar biasa. Tidak diriku sangka semua bijihnya bisa masuk dan diserap habis-habisan."

"Eh ...?"

"Bahkan diriku sampai memberikan beberapa bijih khusus dengan Inti Sihir kualitas tinggi dan beberapa Buah Pelahap, tapi anehnya malah mereka langsung dimangsa oleh Inti Sihirmu setelah diriku memaksamu menelan itu, loh."

"Tunggu dulu ..., apa yang kamu katakan?" tanya Odo dengan wajah pucat.

"Seperti yang diriku katakan, diriku membuatmu menelan beberapa bijih dan buah Pohon Suci. Yah, dengan itu kemungkinan besar kamu bisa benar-benar berhenti menjadi manusia dan berubah menjadi makhluk lebih superior yang belum diriku ketahui. He~He~"

Tawa datar itu terasa sangat menyebalkan bagi Odo, tetapi sayangnya Ia terlalu terkejut untuk marah. Wajah Odo tambah memucat. Meski Ia sudah menyiapkan diri dengan fakta-fakta mengejutkan Reyah, tetapi apa yang dikatakan Dryad itu terlalu tidak masuk akal dan seenaknya.

Setelah itu, Reyah berbicara sendiri dengan penuh semangat dan menjelaskan beberapa hal yang tidak Odo pahami. Ia memberi tahu kalau jumlah bijih yang diserap Inti Sihir Odo mencapai seratus lebih, dan Buah Pohon Suci yang telah masuk ke dalam tubuhnya mencapai belasan. Mendengar penjelasan itu, Odo sampai bisa membayangkan kondisinya saat pingsan selama empat hari terakhir seperti apa, tentu saja itu tidak menyenangkan mengingat cara Reyah memasukkan Bijih Pohon Suci ke dalam tubuhnya.

"Di-Dia benar-benar seenaknya memainkan tubuhku ...."

Pada saat penjelasan Reyah tersebut, secara samar-samar Odo mulai sadar kalau memang secara potensi Inti Sihirnya meningkat drastis dalam berbagai segi. Memang bukan berarti Odo menjadi lebih kuat secara instan atau kehilangan sifat kemanusiaan secara fisik, tetapi dengan jelas Kuantitas dan Kualitas Mana bertambah, dan aliran sihir di dalam tubuhnya semakin kuat dan teratur. Peningkatan itu tidak terasa begitu besar, tetapi sangat vital karena mencangkup faktor pertumbuhan Inti Sihir yang Odo miliki.

Next chapter